SOFIA, KOMPAS.COM - Ada beragam tawaran menarik untuk menghabiskan waktu berlibur dan mengisi pergantian tahun 2017 menuju 2018 dari sekian banyak agen pariwisata dan juga maskapai penerbangan baik nasional maupun internasional.
Bali, Yogyakarta, Danau Toba, Raja Ampat dan destinasi wisata popular lainnya ikut ditawarkan yang dikemas dalam paket-paket dengan harga menggoda.
Tak terhitung pula yang memasarkan London, Paris, Roma, Korea dan Jepang melalui paket hemat dengan ongkos bersahabat.
Dari sekian banyak tawaran tersebut, saya justru memutuskan untuk berkunjung ke Bulgaria. Negeri yang jarang atau malah tidak ada dalam promosi-promosi agen pariwisata kita.
Baca juga : Semarak Tahun Baru di Sofia, Diwarnai Tarian Horo
Saya memang antimainstream. Namun, karena hal itu pula, saya malah mendapat pengalaman eksklusif yang berbeda dari yang lain.
Tak mengherankan jika Ina, demikian sapaan akrabnya, bertanya demikian. Pasalnya, jarang orang Indonesia yang berkunjung ke negeri dengan nama resmi Republik Bulgaria ini.
Kecuali delegasi kesenian dan kebudayaan, olahraga, perdagangan dan ekonomi. Mereka yang mengajukan visa dalam rangka kunjungan wisata bisa dihitung dengan jari.
Semakin menarik. Inilah tantangan buat saya.
Arsitektur Memesona
Setelah menghabiskan perjalanan dari Jakarta nyaris 14 jam, saya tiba di Bandara Internasional Sofia disambut suhu minus 2 derajat Celcius.
Namun, hal ini justru membuat ketertarikan saya akan negeri yang kini dipimpin Rumen Radev tersebut semakin membuncah.
Terletak di sebelah timur semenanjung Balkan di Eropa Tenggara, Bulgaria adalah salah satu negara tertua di benua putih ini.
Negara ini didirikan pada abad ke-7, dan merupakan perlintasan penting yang digunakan Kerajaan Romawi Kuno, Yunani, dan Bizantium, untuk kepentingan politik, ekonomi, maupun sosial budaya.