Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ketajaman Khukuri, Keganasan Gurkha, dan Kebaikan Orang di Kathmandu

Kompas.com - 21/03/2018, 20:33 WIB
Wisnubrata,
Sri Anindiati Nursastri

Tim Redaksi

KATHMANDU, KOMPAS.com - Beberapa senjata tajam mendapatkan ketenaran karena memiliki peran dalam sejarah dunia. Seperti pedang para samurai, scimitar dari Timur tengah, pedang Romawi, atau pisau Bowie.

Senjata-senjata tertentu juga dikenal karena keberanian pemakainya dalam berbagai medan tempur. Nah bicara soal ini, kita tentu tak bisa mengesampingkan khukuri, senjata khas dari Nepal yang dipakai tentara Gurkha dalam banyak peperangan.

Khukuri atau kukri bukan sekadar senjata tradisional, namun juga menjadi simbol serdadu Gurkha. Ketajaman khukuri ini pertama kali dirasakan oleh tentara Inggris saat mereka menyerbu Nepal sebelah barat yang dilindungi tentara Gurkha.

Baca juga : Kisah Konyol Belanja di Thamel, Nepal

Di tangan suku-suku pegunungan itu, khukuri menjadi senjata menakutkan. Dari situlah cerita dan legenda berlanjut.

Singkat cerita, keganasan Gorkhali alias tentara Gurkha dan ketajaman khukuri membuat tentara Inggris kagum dan justru menjadikan mereka tentara bayaran untuk kerajaan Inggris sampai hari ini.

Kehadiran Gurkha dan khukuri kemudian menjadi momok bagi musuh. Konon tentara Argentina yang berperang melawan Inggris di Malvinas lari tunggang langgang meninggalkan posnya setelah beredar kabar prajurit Gurkha mendarat di pulau yang oleh Inggris disebut Falkland itu.

Teriakan Aayo Gorkhali.. yang berarti "Gurkha ada di sini" biasanya mengawali pertempuran. Dan mereka tidak akan menyerah walau harus menebus dengan nyawa. Setiap prajurit memegang teguh semboyan "Kaphar hunnu bhanda marnu ramro", lebih baik mati daripada menjadi pengecut.

Khukuri souvenir yang dijual di NepalArmagan_A Khukuri souvenir yang dijual di Nepal
Banyaknya cerita soal Gurkha dan senjata khasnya itu membuat khukuri menjadi salah satu barang yang dicari saat orang mengunjungi Nepal. Termasuk saya tentunya.

Saat mendapat undangan dari the Body Shop untuk mengikuti acara di Kathmandu, hal yang segera terpikir adalah khukuri. Selain juga Pegunungan Himalaya yang tersohor itu.

Maka sebelum berangkat, saya mencari tahu di mana bisa membeli khukuri dan bagaimana membawanya. Banyak halaman internet yang menyebut bahwa khukuri bisa ditemukan di pasar-pasar di Thamel, Bakhtapur, atau Lalitpur. Namun sebagian besar yang dijual di pinggir jalan adalah souvenir, yang meskipun tajam namun bukanlah item yang digunakan Gurkha.

Dari pencarian itu saya mendapati beberapa toko yang menjual barang asli --bukan pajangan-- dan salah satunya dimiliki mantan anggota British Gurkha, Lalit Kumar Lama. Toko bernama Khukuri House itu juga mengklaim menjadi pemasok khukuri untuk unit-unit Gurkha di Inggris, Singapura, dan Brunei.

Berbekal informasi dari internet, saya mencari toko tersebut di Thamel, Kathmandu pada hari Rabu (7/3/2018). Hari itu saya hanya memiliki waktu sekitar 30 menit karena pergi bersama rombongan yang ditunggu bus.

Baca juga : Pasca Gempa, Nepal Kembali Buka Situs Warisan Dunia

Maka bergegas saya mencari daerah bernama Saat Ghumti seperti yang ditunjukkan di situs. Lokasi itu merupakan bagian dari kawasan Thamel yang berbentuk lorong-lorong.

Karena banyaknya persimpangan dan jalan kecil, maka saya bertanya pada seorang pria setempat yang kebetulan sedang berjalan di arah yang sama.

"Kamu tahu di mana Saat Ghumti?" tanya saya.

"Ya, kamu bisa berjalan lurus, lalu belok kanan, lalu ke kiri di jalan yang agak menyerong, lalu kanan. Itu Saat Ghumti," ujarnya dalam bahasa Inggris terputus-putus.

OK, dhanyabaad (terimakasih)," kata saya sok akrab menggunakan bahasa setempat.

Namun saya kemudian mendapati terlalu banyak gang dan lorong ke kiri dan ke kanan. Mana yang harus saya lalui? Di tengah kebingungan itu, pria muda yang tadi saya tanyain menyusul. "Ayo jalan bersama saya," katanya.

Maka saya pun berjalan bersamanya. Saya sempat bertanya apakah dia memang akan ke sana atau tujuannya searah? Dia hanya menjawab, "No problem", sambil tersenyum.

Berbagai macam souvenir dari Nepal, termasuk khukuriDimaBerkut Berbagai macam souvenir dari Nepal, termasuk khukuri
Selang 10 menit, kami tiba di sebuah persimpangan yang ternyata adalah Saat Ghumti. "Di mana temanmu?" tanya pria itu. Saya jawab bahwa yang saya cari adalah toko bernama Khukuri House. Lalu kami berkeliling, dan ternyata tidak menemukannya.

Maka ia berinisiatif menanyakan tempat itu pada orang-orang di sekitarnya, dalam bahasa Nepali. Dari beberapa toko yang ditanya, ada satu tempat yang dijaga seorang perempuan tua yang mengetahui toko itu. Saya lupa nama nenek itu, tapi di telinga saya ia terdengar menyebut Sajita sebagai namanya.

Nenek yang menjual kartu, baterai, dan juga magnet kulkas itu mempersilakan saya duduk, sembari mencari nomor telepon baru Khukuri House di buku catatan yang kertasnya mulai pudar.

"Saya kenal baik Sanjay Lama, tapi dia sudah pindah sejak lama karena tempat yang disewanya diminta oleh pemiliknya," ujar nenek tersebut. Sanjay adalah anak pertama Lalit Kumar Lama. Dialah yang sekarang menjaga toko di Thamel.

Sesaat kemudian, ia menemukan nomor Sanjay dan meminta saya menelponnya. Rupanya dia sendiri tidak memiliki telepon. Maka saya pun menelponnya. "Halo Sanjay, saya mencari tokomu," ujar saya.

Baca juga : Tahun 2018, Pemerintah Nepal Larang Pendakian Solo ke Gunung Everest

Dia menjawab, "Saya pindah di Jyata, tak jauh dari lokasi lama," lalu mulai menerangkan jalan yang harus saya ambil. Nah, bagian ini saya bingung, karena sekali lagi banyak lorong di Thamel.

Nenek itu rupanya mengerti kegalauan saya yang diburu waktu. Maka ia meminjam ponsel saya dan bicara pada Sanjay dalam bahasa yang tidak saya mengerti. Kemudian ia berkata pada saya, "Kamu duduk di sini saja. Sanjay akan mengirim orang menjemputmu."

Adapun pria yang tadi mengantarkan saya bertanya, "Sudah ketemu kan. Kalau begitu saya pamit ya. Namaste," katanya.

Saya baru tersadar bahwa sedari tadi dia menunggu sampai saya mendapat kepastian. "Terimakasih banyak, kamu sungguh baik," ujar saya. Dia tersenyum sambil mengatupkan tangan di dada dan kepala bergeleng-geleng. Dalam kebiasaan setempat, postur itu bisa diartikan sebagai, "no problem, nggak masalah."

Tak sampai sepuluh menit, utusan Sanjay datang. Saya katakan bahwa waktu saya tinggal sebentar jadi kita musti bergegas. Maka setelah pamit dengan nenek penjaga toko, setengah berlari kecil saya mengikuti pria berkumis dengan wajah ramah itu.

Sanjay Lama di tokonya, khukuri houseKompas.com/Wisnubrata Sanjay Lama di tokonya, khukuri house
Ternyata Khukuri House pindah ke lokasi yang lebih dekat dengan pintu masuk kawasan Thamel, sekaligus lebih dekat dengan titik di mana saya harus kembali. Itu membuat saya lebih tenang.

Toko itu sederhana saja, namun bersih. Saya masuk dan mendapati seseorang yang mirip orang Asia kebanyakan, berkulit kuning dan bermata sipit. Ia menyambut. "Saya Sanjay," katanya.

Tanpa basa-basi, saya sampaikan bahwa saya mestinya sudah harus kembali ke bus. "OK tidak apa-apa. Saya sudah siapkan barang yang kamu inginkan," ujarnya sambil mengeluarkan dua bilah khukuri. Satu adalah standar yang dipakai prajurit Gurkha, satu lagi yang biasa dibawa petani dan pemburu.

Yang pertama bilahnya lebih lebar, cocok untuk menebang pohon, sedangkan yang kedua lebih ramping menyerupai daun atau rumput. Bentuknya yang seperti daun itu membuatnya disebut Sirupate, nama tumbuhan berdaun panjang di sana.

"Berapa ini?" tanya saya.

"Masing-masing 4.000 rupee (sekitar 45 dollar atau Rp 550 ribu)," ujar Sanjay.

Hari sebelumnya, di Bakhtapur, saya sempat memasuki toko yang menjual Khukuri, dan pemiliknya memberi harga 125 dollar untuk barang yang sama. Yang ditawarkan Sanjay ini tak sampai setengahnya.

Maka tanpa pikir panjang saya segera menyerahkan uang rupee saya kepada Sanjay untuk harga yang dia berikan, dan bergegas lari menuju bus yang sudah menunggu. Ya saya rupanya orang terakhir yang datang.

***

Sampai di hotel, tak sabar saya membuka bungkusan dari Sanjay. Khukuri itu ternyata lebih berat namun juga lebih tajam dari yang saya bayangkan. Setengah narsis, saya memotretnya dan mengunggahnya ke Instagram. Tak berapa lama banyak pesan masuk, sebagian menitip ingin membeli barang yang sama.

Saya sampaikan, buka aja dulu situsnya, pilih yang disuka dan lihat harganya. Saya sendiri mulai menjelajahi situs tersebut dan menemukan banyak barang menarik di sana.

Terbersitlah keinginan untuk menukarkan Sirupate yang saya miliki dengan khukuri sejenis yang lebih panjang.

Berbagai khukuri di Khukuri houseKompas.com/Wisnubrata Berbagai khukuri di Khukuri house
Malam itu saya menghubungi Sanjay untuk menanyakan kemungkinan menukar barang. Ia menjawab bisa, dan kami janjian bertemu lagi esoknya di waktu yang lebih longgar. Kebetulan hari Kamis, saya dan rekan-rekan dari Indonesia memang berencana kembali ke Thamel.

Kali ini saya punya waktu cukup lama untuk ngobrol dengan Sanjay. Jadi saya sempat melihat-lihat koleksi yang dia punya. Ternyata ada banyak jenis khukuri, baik yang dipakai oleh tentara, maupun untuk upacara dan bertani. Masing-masing memiliki lengkung khas, namun beda ukuran dan hiasan.

Kebanyakan menggunakan gagang dari tanduk kerbau atau kayu. Sebagian lain menggunakan tulang kerbau, serta kulit kerbau sebagai sarungnya. Beberapa jenis yang dipakai upacara, seperti khukuri khotimora yang berhiaskan perak di sarungnya.

Melihat ragam khukuri itu dan cerita yang menyertainya, banyak yang ingin dibeli, namun uang terbatas. Selain itu banyak pula titipan dari teman. Akhirnya saya membeli beberapa titipan sekaligus menukar yang saya punya.

Bagaimana membawanya?

"Ini adalah barang yang biasa dibeli wisatawan. Jadi kami melengkapinya dengan surat-surat dan sertifikat," ujar Sanjay. "Masukkan saja dalam bagasi, namun bawa suratnya bersamamu."

Pada sertifikat yang diberikan, Sanjay menyertakan uang koin rupee. "Kalau kamu menemukan barang serupa atau lebih bagus dengan harganya lebih murah, beritahu saya, dan tukarkan koin ini dengan khukuri yang sama di sini. Ini adalah pecahan terkecil rupee dan jaminan bahwa barang saya lebih murah," kata Sanjay.

Hal itu membuat saya tak ragu membayarnya. Namun saat rupee di dompet dihitung, ternyata kurang 100 rupee. Ah saya sedikit malu. Saya tanya apakah ada tempat penukaran uang, atau bisakah membayar dengan kartu kredit?

Sanjay menjawab, "Jangan pusingkan uang itu. Bawa saja khukurimu. Saya senang kamu bersedia datang ke mari."

Ah, satu lagi kebaikan dari orang Gurkha yang kabarnya ganas dan menyeramkan itu. Saya jadi bertanya-tanya bagaimana orang-orang ramah ini bisa begitu menakutkan di medan perang.

Mungkin benar kata Sir Ralph Turner MC, dari 3rd Queen Alexandra’s Own Gurkha Rifles, “Bravest of the brave, most generous of the generous, never had a country more faithful friends than you”.

Mereka adalah yang paling berani di antara para pemberani, sekaligus paling murah hati di antara yang murah hati...

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jogging with View di Waduk Tandon Wonogiri yang Berlatar Perbukitan

Jogging with View di Waduk Tandon Wonogiri yang Berlatar Perbukitan

Jalan Jalan
7 Tips Berkemah di Pantai agar Tidak Kepanasan, Jangan Pakai Tenda di Gunung

7 Tips Berkemah di Pantai agar Tidak Kepanasan, Jangan Pakai Tenda di Gunung

Travel Tips
Berlibur ke Bangkok, Pilih Musim Terbaik untuk Perjalanan Anda

Berlibur ke Bangkok, Pilih Musim Terbaik untuk Perjalanan Anda

Travel Tips
Cuaca Panas Ekstrem, Thailand Siapkan Wisata Pagi dan Malam

Cuaca Panas Ekstrem, Thailand Siapkan Wisata Pagi dan Malam

Travel Update
Pantai Kembar Terpadu di Kebumen, Tempat Wisata Edukasi Konservasi Penyu Tanpa Biaya Masuk

Pantai Kembar Terpadu di Kebumen, Tempat Wisata Edukasi Konservasi Penyu Tanpa Biaya Masuk

Travel Update
Siaga Suhu Panas, Petugas Patroli di Pantai Bangka Belitung

Siaga Suhu Panas, Petugas Patroli di Pantai Bangka Belitung

Travel Update
Cara ke Museum Batik Indonesia Naik Transjakarta dan LRT

Cara ke Museum Batik Indonesia Naik Transjakarta dan LRT

Travel Tips
Layanan Shower and Locker Dekat Malioboro, Personelnya Bakal Ditambah Saat 'Long Weekend'

Layanan Shower and Locker Dekat Malioboro, Personelnya Bakal Ditambah Saat "Long Weekend"

Travel Update
Museum Batik Indonesia: Lokasi, Jam Buka, dan Harga Tiket Masuk 2024

Museum Batik Indonesia: Lokasi, Jam Buka, dan Harga Tiket Masuk 2024

Hotel Story
3 Destinasi Wisata Unggulan Arab Saudi, Kunjungi Museum Bersejarah

3 Destinasi Wisata Unggulan Arab Saudi, Kunjungi Museum Bersejarah

Travel Tips
Mengenal Subak Jatiluwih yang Akan Dikunjungi Delegasi World Water Forum 

Mengenal Subak Jatiluwih yang Akan Dikunjungi Delegasi World Water Forum 

Jalan Jalan
Area Baduy Dalam Buka Lagi untuk Wisatawan Setalah Perayaan Kawalu 

Area Baduy Dalam Buka Lagi untuk Wisatawan Setalah Perayaan Kawalu 

Travel Update
5 Wisata di Bandung Barat, Ada Danau hingga Bukit

5 Wisata di Bandung Barat, Ada Danau hingga Bukit

Jalan Jalan
Aktivitas Bandara Sam Ratulangi Kembali Normal Usai Erupsi Gunung Ruang 

Aktivitas Bandara Sam Ratulangi Kembali Normal Usai Erupsi Gunung Ruang 

Travel Update
5 Cara Motret Sunset dengan Menggunakan HP

5 Cara Motret Sunset dengan Menggunakan HP

Travel Tips
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com