Pada 1860-an, industri perkebunan tebu menjadi usaha yang menjanjikan karena pada waktu itu gula menjadi produk yang sangat dibutuhkan oleh pasar dalam negeri dan luar negeri.
Sebagai salah satu bahan makanan pokok, gula diperlukan oleh beberapa pihak.
Dengan membangun pabrik, Mangkunegara IV berharap bisa mencukupi kebutuhan Praja Mangkunegaran.
Pada 1862, Pabrik Gula Colomadu mulai beroperasi.
Tahun pertama panen menghasilkan sekitar 3.700 kwintal gula dari perkebunan tebu seluas 95 hektar.
Gula yang dihasilkan Pabrik Gula Colomadu dipasarkan di daerah sekitar Mangkunegara, Bandaneira, dan Singapura, bekerja sama dengan perantara.
Pendapatan dari penjualan gula tersebut digunakan untuk membayar gaji pegawai, gaji bangsawan, operasional Mangkunegaran, dan tanah lungguh milik keluarga Mangkunegaran.
Perkembangan Pabrik Gula Colomadu
Pabrik Colomadu dari tahun ke tahun terus berkembang. Produksi gula yang baik dengan kualitas yang baik turut mendongkrak keuntungan bagi Mangkunegaran.
Dengan hasil gula yang semakin melimpah, Mangkunegoro IV berencana kembali membangun pabrik gula sebagai penguat bisnis.
Pada 1871, berdirilah Pabrik Gula Tasikmadu. Pabrik ini berada di daerah Tasikmadu, Karanganyar.
Dengan demikian, ada dua pabrik gula yang menopang perekonomian Paraja Mangkunegaran.
Pada 1942, Jepang masuk dan menggantikan Belanda di Indonesia.
Sistem yang diterapkan berbeda karena rakyat diharuskan untuk menanam dan mengembangkan padi.
Tebu yang notabene dibutuhkan dan berkembang, akhirnya meredup. Seiring berjalannya waktu, PG Colomadu diambil alih oleh PT Perkebunan Nusantara (PTPN).
Pada perjalanannya, Colomadu tidak bisa mengembangkangkan produktivitas seperti sebelumnya.
Pada 1998, perjalanan Pabrik Gula Colomadu berhenti.
Kini, produksinya telah dilimpahkan ke Pabrik Gula Tasikmadu yang masih beroperasi hingga saat ini.