FLORES TIMUR, KOMPAS.com - Potensi hutan Indonesia yang tersebar di berbagai pulau diikuti oleh potensi madu hutan yang juga banyak tersedia di berbagai daerah. Mulai dari hutan di Sumatera, Hutan Flores, Hutan Banten, dan Kalimantan.
Namun, dari berbagai hutan tersebut cara panen yang dilakukan bisa berbeda-beda. Perbedaan tersebut juga dipengaruhi budaya leluhur suku yang menempati hutannya.
"Memang cara panen tiap hutan asalnya bisa berbeda-beda, biasanya dari leluhurnya, suku yang diam di sana dari dulu sudah memanfaatkan madu," tutur Yohanes Lewonamang Hayong, pemilik Rumadu saat ditemui di Desa Dun Tana, Flores Timur, NTT, Sabtu (13/10/2018).
Yohanes mengaku, dahulu sebelum tahu cara panen yang benar ia juga memanen dengan cara memotong semua bagian sarang. Hal itu berakibat semua lebah dan organisme yang ada didalamnya terkena dampak, bahkan mati.
Menurutnya saat ini panen yang paling benar dan digalakkan oleh berbagai pihak ialah panen lestari, dengan memperhatikan kelangsungan hidup lebah.
Ia menuturkan cara panen lestari ialah dengan memotong dua per tiga ujung sarang yang biasa dinamakan kepala sarang. Hanya di sanalah tempat cadangan madu lebah, yang tiap tiga minggu tumbuh kembali.
"Jadi yang kita potong itu hanya yang ada madunya. Kalau kita potong semua nanti di sarang itu ada nektar, larva, lumbung makanan, polen, sampai tempat lebah-lebah ikut hancur," tuturnya.
Sementara jika masih menggunakan cara panen konvensional hanya bisa satu kali panen di tempat yang sama, karena sarangnya habis total.
"Tujuannya menjaga populasi lebah agar tetap berkembang, jadi kalau beli produk ini ikut melestarikan populasi lebah apis dorsata hutan Flores," tutur Yohanes.
Dengan cara ini juga kualitas madu lebih terjaga, karena lebih higienis, tidak bercampur mikroba lain yang tidak dibutuhkan oleh tubuh manusia. Bahkan bercampurnya mikroba lain dapat memicu fermentasi yang menyebabkan madu rusak dalam jangka waktu tertentu.
Kini ia bersama rekan-rekannya dalam Koperasi Senoesa giat menyuarakan panen lestari ke berbAgai desa-desa penghasil madu di FLores Timur, NTT.
"Jadi kita datang ke masyarakat tidak seolah-olah hanya beli madu, tapi untuk mengedukasi juga, ada hubungan erat antara hutan-lebah-madu," ungkapnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.