Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Motif Mata Manuk di Tenun Sulam Flores Barat

Kompas.com - 22/02/2019, 12:10 WIB
Markus Makur,
I Made Asdhiana

Tim Redaksi

BORONG, KOMPAS.com — Kunjungan wisatawan asing dan Nusantara yang terus meningkat dari tahun ke tahun ke Flores Barat, Nusa Tenggara Timur membangkitkan gairah bagi para penenun di Kabupaten Manggarai Timur.

Sejalan dengan meningkatnya pemesanan kain tenun sulam khas Manggarai Timur membuka mata Pemkab Kabupaten Manggarai Timur dengan membangun gedung sentra Rana Tonjong, Kampung Golokarot, Kelurahan Ranaloba, Kecamatan Borong, Kabupaten Manggarai Timur.

Sentra Rana Tonjong merupakan pusat Industri Kecil Menengah (IKM) di Manggarai Timur yang berpusat di Kota Borong, Ibukota Kabupaten Manggarai Timur.

Baca juga: Berkunjung ke Sentra Tenun Sulam Rana Tonjong di Flores Barat

Leluhur Manggarai Timur yang menganut kepercayaan animisme mengakui keberadaan Tuhan sebagai Sang Pencipta manusia dan alam semesta. Leluhur itu memahami secara alamiah, tanpa pelajaran agama di era kegelapan tentang keberadaan Sang Pencipta.

Mereka menyebut dengan bahasa lokal setempat "Mori Jari Agu Dedek". Diterjemahkan secara harafiah, "Mori" itu, Allah Maha tinggi, mahakuasa, Wujud Tertinggi. "Jari" itu tangan, agu itu berarti dan dan dedek itu mencipta.

Seorang penenun di Kampung Mbui, Desa Kajuwangi, Kecamatan Elar, Kabupaten Manggarai Timur, Flores, NTT 2018 lalu sedang menenun kain tenun sulam bermotif Rembong di bawah kolong rumah. Kaum perempuan di kampung itu terus merawat warisan leluhur orang Rembong. Kain tenun sulam dipakai saaat ritual adat dan perkawinan. KOMPAS.com/MARKUS MAKUR Seorang penenun di Kampung Mbui, Desa Kajuwangi, Kecamatan Elar, Kabupaten Manggarai Timur, Flores, NTT 2018 lalu sedang menenun kain tenun sulam bermotif Rembong di bawah kolong rumah. Kaum perempuan di kampung itu terus merawat warisan leluhur orang Rembong. Kain tenun sulam dipakai saaat ritual adat dan perkawinan.
Jadi "Mori Jari Agu Dedek itu, Allah maha tinggi atau wujud tertinggi dengan jarinya menciptakan manusia dan alam semesta. Selanjutnya mereka terjemahkan dalam berbagai kain tradisional yang bersumber dari alam seperti kapas, bahan pewarna lainnya.

Baca juga: Melirik Kain Tenun Sikka Jenis Tama Lua di Bukit Sion

Untuk mengenang dan melambangkan kehadiran Sang Pencipta itu, leluhur Manggarai Timur yang tersebar di pelosok terpencil menenun kain sulam yang bersumber dari alam. Mereka percaya bahwa cahaya Tuhan atau Mata Tuhan yang memberikan mereka terang. Memang, mereka tak melihat mata Tuhan, tetapi mereka lambangkan dengan mata manuk (mata ayam).

Motif mata manuk yang ada di kain sulam sesungguhnya melambangkan Mata Tuhan. secara animisme, leluhur orang Manggarai Timur menterjemahkan keberadaan Tuhan dengan berbagai lambang-lambang, baik yang ada di kain tenun sulam maupun di berbagai motif lainnya, seperti rumah adat dan berbagai ritual-ritual adat.

Baca juga: Menpar: Tenun Ikat NTT Terbaik di Indonesia

Selain burung liar di hutan-hutan di seluruh Manggarai Timur saat menganut kepercayaan animisme, ayam merupakan unggas yang di pelihara oleh nenek moyang orang Manggarai Timur di lingkungan rumah masing-masing.

Setiap kepala keluarga pasti memelihara ayam. Mereka tidak tahu bahwa siapa yang menciptakan unggas ayam.

Seorang penenun di Kampung Mbui, Desa Kajuwangi, Kecamatan Elar, Kabupaten Manggarai Timur, Flores, NTT 2018 lalu sedang menenun kain tenun sulam bermotif Rembong di bawah kolong rumah. Kaum perempuan di kampung itu terus merawat warisan leluhur orang Rembong. Kain tenun sulam dipakai saaat ritual adat dan perkawinan.  KOMPAS.com/MARKUS MAKUR Seorang penenun di Kampung Mbui, Desa Kajuwangi, Kecamatan Elar, Kabupaten Manggarai Timur, Flores, NTT 2018 lalu sedang menenun kain tenun sulam bermotif Rembong di bawah kolong rumah. Kaum perempuan di kampung itu terus merawat warisan leluhur orang Rembong. Kain tenun sulam dipakai saaat ritual adat dan perkawinan.
Namun, dalam kepercayaan animisme itu ayam tetap diciptakan oleh Wujud Tertinggi, Allah yang menciptakan alam semesta beserta isinya yang diperuntukkan bagi kehidupan manusia.

Selanjutnya, mereka merenung bahwa ayam selalu berkokok pagi hari dan sebagai tanda bahwa mata Tuhan melalui sinar matahari telah bersinar dan membangunkan manusia yang sedang tidur lelap.

Saat itu leluhur orang Manggarai Timur hanya belajar dari kearifan alam melalui lambang-lambang, baik lewat ayam maupun binatang lainnya. Setelah permenungan itu, leluhur orang Manggarai Timur menciptakannya itu di motif kain sulam yang mereka tenun.

Dan nenek moyang perempuan orang Manggarai Timur yang bisa menenun mengungkapkan lambang-lambang kepercayaan animisme itu dalam kain yang mereka tenun di rumah-rumah pribadi ribuan tahun silam sampai sekarang dan di masa akan datang.

Demikian dijelaskan Kepala Dinas Koperasi, Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Manggarai Timur, Basilius Teto kepada Kompas.com, Rabu (30/1/2019).

Kain tenun sulam bermotif Rembong di Sentra IKM Rana Tonjong, Kabupaten Manggarai Timur,  NTT, Kamis (7/2/2019).KOMPAS.com/MARKUS MAKUR Kain tenun sulam bermotif Rembong di Sentra IKM Rana Tonjong, Kabupaten Manggarai Timur, NTT, Kamis (7/2/2019).
Teto mengisahkan hasil penelusuran dan mengumpulkan data dan narasi terkait dengan motif kain tenun di Wilayah Lambaleda, Congkar, Sambirampas dan Rembong, tetua adat yang masih menyimpan kisah lisan itu memberikan informasi seperti itu.

Teto menjelaskan, saat staf bagian Industri di Dinas Koperasi, Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Manggarai Timur melakukan survei, mengumpulkan dan menarasikan motif-motif kain sulam diperoleh informasi seperti itu.

"Leluhur orang Manggarai Timur menarasikan sesuatu tentang kehidupan dan motif-motif kain sulam dengan lisan bukan lewat tulisan karena ribuan tahun lalu belum mengenal baca dan tulis. Walaupun tidak mengenal baca tulis, leluhur orang Manggarai Timur mampu membaca tanda-tanda alam yang selaras dengan kehidupan mereka," jelasnya.

Hebatnya, lanjut Teto, leluhur orang Manggarai Timur mampu menerjemahkan kearifan alam, lewat pohon, jenis daun, zat pewarna alam dan lain sebagaimananya dan ciptakan sendiri motif-motif itu dan dituangkan dalam karya-karya kehidupan mereka, yang salah satunya saat kaum perempuan menenun kain sulam dari kapas.

"Saya secara pribadi serta sebagai Kepala Dinas bersyukur memiliki leluhur orang Manggarai Timur yang mampu menciptakan suatu warisan luhur yang bersumber dari kearifan alam. Untuk itu, generasi muda harus melestarikan, merawat dan mempertahankan warisan ini dengan kembali melatih menenun. Saya berkali-kali memberikan motivasi dan dorongan kepada staf di dinas ini untuk belajar terhadap kearifan alam sebagai identitas orang Manggarai Timur," katanya.

Kain tenun sulam bermotif Lambaleda di Sentra IKM Rana Tonjong di Kabupaten Manggarai Timur, Flores, NTT, Kamis (7/2/2019). KOMPAS.com/MARKUS MAKUR Kain tenun sulam bermotif Lambaleda di Sentra IKM Rana Tonjong di Kabupaten Manggarai Timur, Flores, NTT, Kamis (7/2/2019).
Teto menjelaskan, warisan luhur dari nenek moyang orang Manggarai Timur adalah motif kain sulam yang tidak didatangkan dari luar. Kalau pohon kopi itu dibawa oleh Belanda saat masa penjajahan dan dilanjutkan oleh misionaris Katolik dari Eropa yang berkarya di Flores Barat, termasuk Manggarai Timur.

Jadi warisan yang asli dan diciptakan sendiri oleh nenek moyang orang Manggarai Timur adalah lambang-lambang motif yang terdapat di kain tenun sulam.

Teto menjelaskan, nenek moyang orang Manggarai Timur selalu menyebut kain tenun sulam karena disulam, sedangkan kawasan Ngada, Nagekeo, Ende, Maumere, Flores Timur dan Lembata mengenalnya dengan sebutan kain tenun ikat. Dari sisi bentuk karya dan motifnya sangat berbeda. Walaupun disebut kain tenun.

Staf Bagian Industri Dinas Koperasi, Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Manggarai Timur, Maria SI Ndarung dan Oliva Helena kepada Kompas.com, Rabu (30/1/2019) menjelaskan, simbol atau motif di kain sulam yang ditenun kaum perempuan di seluruh pelosok Manggarai Timur memiliki makna arti bagi keberlangsungan hidup mereka, baik di lingkungan keluarga maupun masyarakat.

Ndarung menjelaskan, motif itu melambangkan kepribadian orang Manggarai Timur yang menyatu dengan alam dan Sang Pencipta. Jadi motif itu bukan hanya ditempel di kain tenun sulam. Namun, motif itu memiliki nilai, makna sebagai orang Manggarai Timur.

Dua perempuang di Kampung Pota, Kecamatan Sambirampas, Kabupaten Manggarai Timur, Flores, NTT pada 2018 lalu sedang menunjukkan kain tenun sulam bermotif Congkar. Kain tenun sulam selalu dipakai saat ritual adat dan perkawinan di seluruh Manggarai Timur.KOMPAS.com/MARKUS MAKUR Dua perempuang di Kampung Pota, Kecamatan Sambirampas, Kabupaten Manggarai Timur, Flores, NTT pada 2018 lalu sedang menunjukkan kain tenun sulam bermotif Congkar. Kain tenun sulam selalu dipakai saat ritual adat dan perkawinan di seluruh Manggarai Timur.
“Kami sudah mendata berbagai motif serta kisah dibalik motif itu dari penenun di seluruh Manggarai Timur saat melakukan monitoring serta mendata kelompok tenun di seluruh Manggarai Timur,” jelasnya.

Salah satu contoh motif yang berhubungan keramahan alam semesta, lanjut Helena, tenun sulam Lambaleda bermotif Jok Lambaleda, daun Tao sebagai pewarna benang dasar hitam, daun tao direndam selama 3 hari sampai hancur, kemudian disaring.

Air rendaman daun tao itu dicampur batu kapur laut yang sudah dibakar sampai hangus, dan larutan diendapkan selama 1 malam (dalam periuk tanah), kemudian airnya dibuang dan endapannya diambil, disimpan untuk diproses, kemudian ambil abu dapur yang telah dicampur dengan jelaga, letakkan dalam keranjang kemudian disiram air.

Air rembesan ditampung dalam sebuah wadah. Selanjutnya, campur air rembesan abu dapur dengan endapan tao dengan perbandingan 1:1 (direndam selama 1 malam). Setelah itu, masukkan benang putih ke dalam larutan seperti pada proses sebelumnya, didiamkan selama 2 jam kemudian diperas lalu dijemur. Kemudian, benang dicuci dengan air bersih sampai tidak luntur, benang dijemur dan dikeringkan.

Setelah semua proses ini selesai, selanjutnya penenun menenunnya di dalam rumah atau teras rumah, benang kering itu dimasukkan dalam purung atau paes (kayu bulat) untuk digulung, selanjutnya, dari gulungan benang langsung dipidik atang bentang benang dalam jangkar.

Gedung sentra IKM Rana Tonjong di Kampung Golokarot, Kelurahan Ranaloba, Kecamatan Borong, Kabupaten Manggarai Timur, Flores, NTT, Kamis (7/2/2019) sebagai pusat perajin kain tenun sulam di kabupaten tersebut.KOMPAS.com/MARKUS MAKUR Gedung sentra IKM Rana Tonjong di Kampung Golokarot, Kelurahan Ranaloba, Kecamatan Borong, Kabupaten Manggarai Timur, Flores, NTT, Kamis (7/2/2019) sebagai pusat perajin kain tenun sulam di kabupaten tersebut.
Bentang benang sesuai ukuran yang dikehendaki para penenun dan mulailah menenun dengan berbagai motif yang sudah diwariskan leluhur orang Manggarai Timur.

“Ini salah satu contoh proses olahan pewarna untuk kain tenun yang bersumber dari alam. Jadi bahan tenun sulam di Manggarai Timur berasal dari alam dan pewarna asli berasal dari daun atau akar kayu yang bersumber dari alam,” kata Helena.

Ndarung menjelaskan, ada berbagai motif di kain sulam orang Manggarai Timur, diantaranya, Jok (melambangkan rumah gendang atau rumah adat orang Manggarai Timur), Wela Runus (melambangkan bunga berukuran kecil (satu kuntum satu warna). Bunga itu tumbuh liar di alam di Manggarai Timur.

Wela kaweng (melambangkan bunga berukuran lebih besar) yang banyak tumbuh di Manggarai Timur. Mata manuk, berbentuk ruit melambangkan mata Tuhan. Titian, melambangkan jembatan, Sui atau garis pembatas, melambangkan kehidupan masyarakat Manggarai Timur yang lurus dan polos yang dibatasi oleh aturan adat istiadat yang mengikat siapa saja.

Natas atau Punca, selalu berada di tengah-tengah bagian depan sarung songke jok Lambaleda yang melambangkan bahwa natas (halaman kampung) selalu berada di tengah kampung dan berfungsi sebagai tempat bermainnya anak-anak.

Seorang penenun di Kampung Marabola, Kecamatan Elar, Kabupaten Manggarai Timur, Flores, NTT pada tahun 2018 lalu sedang menenun kain tenun sulam bermotif Rembong di bawah kolong rumah. Kaum perempuan di kampung itu terus merawat warisan leluhur orang Rembong. Kain tenun sulam dipakai saaat ritual adat dan perkawinan. KOMPAS.com/MARKUS MAKUR Seorang penenun di Kampung Marabola, Kecamatan Elar, Kabupaten Manggarai Timur, Flores, NTT pada tahun 2018 lalu sedang menenun kain tenun sulam bermotif Rembong di bawah kolong rumah. Kaum perempuan di kampung itu terus merawat warisan leluhur orang Rembong. Kain tenun sulam dipakai saaat ritual adat dan perkawinan.
Untuk diketahui, lanjut Ndarung, ada 56 kelompok tenun di seluruh Kabupaten Manggarai Timur yang sudah didata, di beri bantuan benang dan didampingi secara terus menerus oleh dinas Koperasi, Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Manggarai Timur.

“Ini berarti bahwa Manggarai Timur bisa disebut menjadi kabupaten tenun di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Kemudian, Pemkab Manggarai Timur sudah membangun gedung sentra Rana Tonjong sebagai pusat kain tenun di Manggarai Timur. Sejumlah kelompok tenun menenun di sentra itu dan dijual sendiri oleh penenun. Pemkab Manggarai Timur memfasilitasi sebuah gedung megah untuk dikelola oleh kelompok tenun. Saat ini ada sejumlah kelompok tenun di sentra Rana Tonjong,” kata Ndarung.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Deal With Ascott 2024 Digelar Hari Ini, Ada Lebih dari 60 Properti Hotel

Deal With Ascott 2024 Digelar Hari Ini, Ada Lebih dari 60 Properti Hotel

Travel Update
4 Tempat Wisata Indoor di Kota Malang, Alternatif Berlibur Saat Hujan

4 Tempat Wisata Indoor di Kota Malang, Alternatif Berlibur Saat Hujan

Jalan Jalan
3 Penginapan di Rumpin Bogor, Dekat Wisata Favorit Keluarga

3 Penginapan di Rumpin Bogor, Dekat Wisata Favorit Keluarga

Hotel Story
Pendakian Rinjani 3 Hari 2 Malam via Sembalun – Torean, Perjuangan Menggapai Atap NTB

Pendakian Rinjani 3 Hari 2 Malam via Sembalun – Torean, Perjuangan Menggapai Atap NTB

Jalan Jalan
Rekomendasi 5 Waterpark di Tangerang, Harga mulai Rp 20.000

Rekomendasi 5 Waterpark di Tangerang, Harga mulai Rp 20.000

Jalan Jalan
Tips Pilih Kursi dan Cara Hindari Mual di Pesawat

Tips Pilih Kursi dan Cara Hindari Mual di Pesawat

Travel Tips
4 Playground di Tangerang, Bisa Pilih Indoor atau Outdoor

4 Playground di Tangerang, Bisa Pilih Indoor atau Outdoor

Jalan Jalan
Tradisi Syawalan di Klaten, Silaturahmi Sekaligus Melestarikan Budaya dan Tradisi

Tradisi Syawalan di Klaten, Silaturahmi Sekaligus Melestarikan Budaya dan Tradisi

Jalan Jalan
Aktivitas Seru di World of Wonders Tangerang, Bisa Nonton 4D

Aktivitas Seru di World of Wonders Tangerang, Bisa Nonton 4D

Jalan Jalan
Cara ke Pasar Senen Naik KRL dan Transjakarta, buat yang Mau Thrifting

Cara ke Pasar Senen Naik KRL dan Transjakarta, buat yang Mau Thrifting

Travel Tips
8 Tips Kemah, dari Barang Wajib DIbawa hingga Cegah Badan Capek

8 Tips Kemah, dari Barang Wajib DIbawa hingga Cegah Badan Capek

Travel Tips
Harga Tiket Candi Borobudur April 2024 dan Cara Belinya

Harga Tiket Candi Borobudur April 2024 dan Cara Belinya

Travel Update
8 Tips Hindari Barang Bawaan Tertinggal, Gunakan Label yang Mencolok

8 Tips Hindari Barang Bawaan Tertinggal, Gunakan Label yang Mencolok

Travel Tips
Sandiaga Harap Labuan Bajo Jadi Destinasi Wisata Hijau

Sandiaga Harap Labuan Bajo Jadi Destinasi Wisata Hijau

Travel Update
10 Tips Bermain Trampolin yang Aman dan Nyaman, Pakai Kaus Kaki Khusus

10 Tips Bermain Trampolin yang Aman dan Nyaman, Pakai Kaus Kaki Khusus

Travel Tips
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com