Kelompok adat kata Timbul, berperan mengeluarkan aturan adat mengenai pengelolaan TWA Menipo.
Aturan adat yang mendukung ekowisata, yakni berkewajiban bagi para pengunjung untuk melakukan ritual adat penyambutan tamu dan adanya denda adat berupa babi yang ukuran besar, bagi pengunjung yang kedapatan merusak alam Menipo.
"Sedangkan pemerintah Desa Enoraen, telah memberikan dukungan pengembangan ekowisata, dengan pembangunan pondok wisata yang saat ini sedang dalam tahap pembangunan,"kata Timbul.
Baca juga: Ini Tempat Nongkrong Anak Muda di Kota Kupang
Sementara dari kelompok agama, berupa dukungan secara keimanan yang akan terus mengingatkan untuk melestarikan TWA Menipo sebagai bagian dari ibadah kepada Tuhan.
Selain itu lanjut Timbul, pada akhir Oktober 2019 nanti, rencananya akan dibentuk keluarga ekologis, yang bertujuan sebagai wadah bagi kelompok agama di Menipo, dalam perannya untuk melestarikan TWA Menipo melalui berbagai aksi konservasi dalam rangkaian ibadah.
Dengan terlaksananya festival Menipo, Timbul berharap, adanya peningkatan kesadaran sikap, perilaku dan partisipasi masyarakat serta peran kelompok tiga pilar dalam pengembangan ekowisata di Menipo.
"Festival Menipo ini sejalan dengan visi Pak Gubernur NTT yang menjadikan ekowisata berbasiskan alam di NTT. Di Menipo itu sangat indah alamnya, adatnya, satwanya, topografinya. Ada Kaka Tua Jambul Kuning, Penyu, Buaya Muara dan Rusa Timor,"kata Timbul.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.