Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tari Noni Tugu, Tarian Khas Kampung Tugu Jakarta Utara dari Malaka

Kompas.com - 04/11/2019, 18:00 WIB
Nicholas Ryan Aditya,
Silvita Agmasari

Tim Redaksi


JAKARTA, KOMPAS.com – Anak-anak sekitar usia 10 tahun tampak berlenggak-lenggok di atas panggung dalam hari perayaan ulang tahun Gereja Tugu ke 271, Minggu (3/11/2019).

Tampak pakaian aksen Portugis yang penuh warna dipakai anak-anak itu, mereka menari dengan lincahnya. Nama tarian yang dimainkan adalah Tari Noni Tugu.

Menurut budayawan Kampung Tugu sekaligus pemimpin kelompok musik Orkes Keroncong Tugu Cafrinho, Guido Quiko, Tari Noni Tugu tengah dikembangkan oleh masyarakat Kampung Tugu.

Tarian ini belum lama ada di Kapung Tugu, Jakarta Utara. Namun telah lama ada di Malaka dan dimainkan oleh orang-orang Portugis yang ada di sana.

Baca juga: Menelusuri Kampung Tugu, Jejak Portugis di Utara Jakarta

“Jadi ini Tari Noni Tugu, ini satu lagi budaya yang lagi kami angkat, kami ingin kembangkan itu tarian. Tarian ini sebenarnya dulu tidak ada di Tugu, hanya ada di Malaka, karena kami sebagai keturunan Portugis yang ada di Asia, dulu di Malaka lalu diasingkan ke Batavia,” kata Guido kepada Kompas.com, Minggu (3/11/2019).

Guido melanjutkan, orang Portugis di Malaka, Malaysia tetap mempertahankan kebudayaan Portugisnya dengan cara melestarikan tarian dan bahasa Kreol.

“Tahun 1641 kan Belanda merebut Benteng Portugis di Malaka, tetapi Malaka sendiri mereka mempertahankan bahasa, tarian, lagu-lagu itu mereka dengan bahasa Portugis Kreol artinya Portugis yang sudah melebur begitu,” tambahnya.

Anak-anak Kampung Tugu yang menampilkan tarian Noni Tugu berfoto bersama dengan peserta tur Kampung Tugu usai penampilan, Minggu (3/11/2019).Nicholas Ryan Aditya Anak-anak Kampung Tugu yang menampilkan tarian Noni Tugu berfoto bersama dengan peserta tur Kampung Tugu usai penampilan, Minggu (3/11/2019).

Ia mengakui jika tarian Noni Tugu ini baru saja dikembangkan dua tahun belakangan. Guido mengajak anak-anak dari Kampung Tugu untuk melestarikan kebudayaan orang Portugis yang ada di Malaka untuk dibawakan di kampung ini.

Tarian Noni Tugu berasal dari pertemuan antara Guido dengan orang Portugis yang ada di Malaka. Saat itu, orang Portugis Malaka memintanya untuk berbuat sesuatu yaitu menciptakan kebudayaan baru di Kampung Tugu.

“Waktu itu mereka minta kami berbuat sesuatu, menciptakan sebuah kebudayaan baru atau menciptakan potensi-potensi yang ada di Kampung Tugu ini untuk dikembangkan. Lalu kami akan laporkan kegiatan-kegiatan ini ke pemerintah daerah terutama Dinas Pariwisata dan Kebudayaan,” ujar Guido.

Para perempuan remaja Kampung Tugu menampilkan tarian Noni Tugu dalam rangkaian perayaan ulang tahun Gereja Tugu ke 271, Minggu (3/11/2019).Nicholas Ryan Aditya Para perempuan remaja Kampung Tugu menampilkan tarian Noni Tugu dalam rangkaian perayaan ulang tahun Gereja Tugu ke 271, Minggu (3/11/2019).

Rencananya, tarian ini akan terus dikembangkan di Kampung Tugu. Guido berharap dengan adanya pengembangan ini, Tari Noni Tugu juga dapat diakui Indonesia bahkan dunia.

Sekadar informasi, Tari Noni Tugu ini tak hanya dimainkan oleh anak-anak melainkan sampai anak usia remaja.

Anak remaja menari dengan diiringi musik-musik Portugis. Menikmati tarian ini, penonton seperti diajak merasakan suasana Portugis zaman dulu.

Baca juga: 5 Kuliner Khas Kampung Tugu yang Hanya Bisa Ditemukan Saat Hari Besar

“Ya ini keturunan Portugis yang punya komunitas itu ya cuman Kampung Tugu, yang kita lahir, berkembang sampai ratusan tahun. Kalau di lain tempat ada juga di Nusa Tenggara Timur, Aceh, Ambon, mereka punya keturunan Portugis tetapi mereka tidak punya komunitas,” katanya.

Guido berkaca pada orang Portugis di Malaka, mereka memiliki tulisan yang terpampang jelas nama Kampung Portugis Malaka.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com