Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengalaman Virtual Tour ke Sawahlunto, Susuri Situs Warisan Dunia

Kompas.com - 18/05/2020, 08:28 WIB
Nicholas Ryan Aditya,
Kahfi Dirga Cahya

Tim Redaksi


JAKARTA, KOMPAS.com - Virtual tour bisa mengisi waktu luang saat berada di rumah selama pandemi corona.

Kamu bisa memilih beragam pilhan tur virtual, salah satunya ke Sawahlunto. Tur ini digelar oleh Pirtual Project yang berasal dari gerakan mahasiswa program studi pariwisata berkelanjutan Universitas Padjadjaran Bandung.

Komunitas ini telah mengadakan empat kali virtual tur dalam rangka mengajak masyarakat untuk menyalurkan kebutuhan wisatanya dengan berjelajah secara daring.

"Selama empat kali menyelenggarakan tur ini, respon masyarakat untuk mencoba dan mengikuti kegiatan ini terus membaik, dan feedback dari mereka setiap kami selesai melakukan perjalanan juga positif," kata Reza Permadi, Founder Pirtual Project.

Kali ini, Pirtual Project akan menutup tur virtual di bulan Ramadhan dengan mengadakan tur ke Sawahlunto, Sumatera Barat, pada Minggu (17/5/2020).

Kompas.com berkesempatan mengikuti kegiatan virtual tur ini dengan aplikasi Zoom. Rangkaian tur virtual dipandu langsung oleh Kepala Bidang Peninggalan Sejarah dan Permuseuman Kota Sawahlunto, Rahmad Gino Sea Games.

Baca juga: Virtual Tour ke Desa Nglanggeran, Jelajah Tempat Wisata dalam 2 Jam

Itinerary perjalanan virtual tur berlangsung selama dua jam yang disimulasikan pada perjalanan wisatawan biasanya, yaitu 3 hari 2 malam.

Bekas lokasi pertambangan Ombilin di Sawahlunto, Sumatera Barat, diakui sebagai warisan dunia kategori budaya oleh Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan PBB atau UNESCO.Dok. Kementerian Pariwisata Bekas lokasi pertambangan Ombilin di Sawahlunto, Sumatera Barat, diakui sebagai warisan dunia kategori budaya oleh Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan PBB atau UNESCO.

Hari pertama

Meeting point di Minangkabau International Airport

Awal perjalanan tur virtual, peserta diajak merasakan wisata sesungguhnya yaitu memulainya dari bandara internasional Minangkabau, Padang Pariaman, Sumatera Barat.

Menggunakan google maps 360 derajat, para peserta diajak melihat visualisasi dari bandara Minangkabau seperti ketika tiba dari Jakarta ke Padang.

Kemudian, perjalanan pun dilanjutkan ke Sawahlunto dengan menempuh waktu biasanya sekitar dua jam dari bandara.

Sitinjak Lauik

Dalam perjalanan ke Sawahlunto, peserta virtual tur melewati Sitinjak Lauik yang merupakan tanjakan fenomenal di Sumatera Barat.

Tampak visualisasi mobil-mobil dan kendaraan besar seperti truk tengah melewati tanjakan terbilang curam tersebut. Kendaraan tersebut tampak mengantre satu persatu agar bisa melewati tanjakan ini.

"Fenomenalnya karena ini banyak sekali dilewati mobil-mobil dan truk besar. Kemudian tikungannya tajam. Bagi orang asli Minang atau perantau pasti tahu sekali tanjakan ini. Tikungannya sangat ekstrim sekali. Ini salah satu experience ketika mau ke Sawahlunto," ujar Reza.

Baca juga: INFOGRAFIK: Tambang Batubara Ombilin Sawahlunto Jadi Warisan Dunia

Pasar Songket Sawahlunto

Kemudian, peserta diajak mengunjungi Pasar Songket Sawahlunto yang lokasinya di Muaro Kalaban, kota Sawahlunto, Sumatera Barat.

Pasar ini merupakan pusat belanja kerajinan kain songket yang khas di Sumatera Barat. Wisatawan biasanya membeli oleh-oleh kerajinan songket di tempat ini.

Ilustrasi pohon durian. Dok. Shutterstock/Matee Nuserm Ilustrasi pohon durian.

Wisata durian di Kubang

Sepanjang jalan kota Sawahlunto, tepatnya di Kubang, peserta melihat banyaknya pedagang durian. Hal ini karena Kubang terkenal sebagai salah satu penghasil durian dengan kualitas dunia.

Durian Kubang yang begitu fenomenal sempat dibuatkan festival Durian.

"Festival Durian Kubang ini isinya lomba-lomba durian misalnya durian dari jenis mana yang paling enak. Karena kan durian banyak jenisnya," kata Gino.

Durian Kubang di Sawahlunto hanya ditemui pada musim-musim panen tertentu. Biasanya, kata Gino, durian akan panen pada akhir tahun.

Oleh sebab itu, festival Durian Kubang diadakan pada akhir atau awal tahun.

Makan durian di Sawahlunto paling nikmat ditemani dengan katan atau beras ketan. Menurut Gino, hal tersebut sudah terbiasa dilakukan masyarakat Sawahlunto.

Baca juga: Menikmati Pemandangan Kota Sawahlunto dari Ketinggian

Kota Sawahlunto di Provinsi Sumatera Barat.Shutterstock Kota Sawahlunto di Provinsi Sumatera Barat.

Tugu M Yamin Sawahlunto

Perjalanan pun dilanjutkan kembali dan tibalah kami di Tugu Muhammad Yamin. Tugu ini terletak di Jalan Proklamasi, Sawahlunto.

Gino menjelaskan, tugu ini merupakan simbol penghormatan bagi pahlawan nasional asal Sawahlunto, M Yamin.

Ia lahir di salah satu kecamatan di Sawahlunto, tepatnya di Talawi. M Yamin juga dimakamkan di kota kelahirannya.

"Makanya di tengah kota didirikan monumen atau tugu ini untuk mengenang jasa-jasa beliau," kata Gino.

Rumah Walikota Sawahlunto

Kami juga diajak mengunjungi rumah walikota Sawahlunto, Deri Asta. Ternyata, rumah Walikota ini dulunya merupakan rumah asisten residen di zaman kolonial.

Sejak tahun 1965, kemudian beralih fungsi menjadi rumah dinas Walikota Sawahlunto.
Pada saat tiba di sini, peserta virtual tur disambut oleh Tari Tanun yang mana merupakan tarian asli Sawahlunto.

"Tari Tanun ini melambangkan aktivitas bertenun dari masyarakat Sawahlunto. Memadukan keterampilan tangan memakai peralatan tenun tradisional," ujar Gino.

Aktivitas menenun di Sawahlunto biasa dilakukan oleh wanita, mulai dari anak-anak hingga orangtua.

Bangunan Tua Bersejarah di Kota Sawahlunto.Shutterstock Bangunan Tua Bersejarah di Kota Sawahlunto.

Walikota Sawahlunto yang turut hadir dalam virtual tur juga menyambut para peserta dan mempersilakan untuk menjelajahi tempat-tempat wisata di Kota yang masuk dalam warisan dunia UNESCO ini.

"Semoga dapat menikmati keindahan alam Heritage Sawahlunto. Daerah ini juga sudah ditetapkan menjadi geopark nasional. Saya apresiasi acara ini karena menciptakan langkah maju bagaimana kita bisa melaksanakan tur Sawahlunto dan promosi wisata secara virtual," ujar Deri.

Bekas PLTU pertama di Sawahlunto

Tak jauh dari rumah dinas Walikota Sawahlunto, terdapat bekas bangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Kubang Sirakuk.

Saat ini, tanah tersebut telah berdiri Masjid Agung Nurul Islam yang dulunya merupakan kompleks PLTU pertama di Indonesia.

Tahun 1952, masyarakat sepakat mencari alternatif karena bangunan ditinggalkan. Hal tersebut kemudian dimanfaatkan masyarakat untuk mengubah bekas bangunan PLTU itu menjadi sebuah masjid.

Kendati demikian, peserta masih bisa melihat barang peninggalan bangunan seperti bunker, dan menara masjid.

"Kami yakin ini menara tertinggi yang pernah dibangun Belanda setinggi 80 meter. Ini dulunya merupakan cerobong asap PLTU Kubang Sirakuk yang saat ini dijadikan menara masjid. Dan ini terhubung ke bunker di bawah masjid," jelas Gino.

Foto dirilis Jumat (2/8/2019), memperlihatkan pengunjung mengamati koleksi Museum Kereta Api di Sawahlunto. Sejak ditetapkannya visi baru untuk membangun daerah, yakni mewujudkan Kota Wisata Tambang yang Berbudaya, Sawahlunto pun berbenah, dengan sejumlah cagar budaya, kereta api, termasuk lubang tambang di kota arang itu direvitalisasi.ANTARA FOTO/IGGOY EL FITRA Foto dirilis Jumat (2/8/2019), memperlihatkan pengunjung mengamati koleksi Museum Kereta Api di Sawahlunto. Sejak ditetapkannya visi baru untuk membangun daerah, yakni mewujudkan Kota Wisata Tambang yang Berbudaya, Sawahlunto pun berbenah, dengan sejumlah cagar budaya, kereta api, termasuk lubang tambang di kota arang itu direvitalisasi.

Museum Stasiun Kereta Api Sawahlunto

Kami juga mengunjungi kompleks museum Stasiun Sawahlunto. Sejak tahun 2005 sudah dimanfaatkan sebagai museum kedua kereta api di Indonesia, setelah yang pertama berada di Ambarawa.

Letak keunikan museum ini adalah adanya lokomotif uap tertua di Indonesia yaitu Mak Itam. Lokomotif ini terkenal karena masih beroperasi untuk wisata.

"Dulu Mak Itam pernah dibawa ke Ambarawa, tapi akhirnya tahun 2008 pulang kampung lagi ke Sawahlunto," ujar Gino.

Hal uniknya dari Mak Itam adalah suara klakson yang terdengar seperti orang menangis atau suara dagangan kue putu. Mak Itam juga hanya bisa dijalankan dengan rel bergigi.

Selain itu, ada juga koleksi peralatan perkeretaapian.

Kereta api wisata bertenaga batubara, Mak Itam, dipakai untuk membawa pebalap sepeda menuju ke lokasi start etape 6A Tour de Singkarak 2011 Sawahlunto menuju Istano Basa Pagaruyung, Sumatera Barat, Sabtu (11/6/2011).  KOMPAS IMAGES/RODERICK ADRIAN MOZES Kereta api wisata bertenaga batubara, Mak Itam, dipakai untuk membawa pebalap sepeda menuju ke lokasi start etape 6A Tour de Singkarak 2011 Sawahlunto menuju Istano Basa Pagaruyung, Sumatera Barat, Sabtu (11/6/2011).

Gedung Pusat Kebudayaan Sawahlunto

Kami mengunjungi Gedung Pusat Kebudayaan Sawahlunto yang terletak di Jalan Ahmad Yani, Sawahlunto.

Dulunya, gedung ini merupakan pusat hiburan bagi orang-orang Eropa yang ada di Sawahlunto. Bahkan orang-orang Eropa bisa bermain bowling di sana pada kala itu.

Pasca kemerdekaan, gedung ini dimanfaatkan sebagai tempat pertemuan masyarakat Sawahlunto, Bank Dagang Negara, dan terakhir menjadi tempat Gedung Pusat Kebudayaan Sawahlunto.

Selain itu, di seberang gedung ini terdapat Tourism Information Center (TIC) di mana wisatawan dapat bertanya seputar informasi wisata di Sawahlunto.

Sawahlunto, Sumatera Barat.https://pesona.travel Sawahlunto, Sumatera Barat.

Hotel Ombilin Heritage

Kami pun diajak beristirahat di hotel Ombilin Heritage yang berlokasi di Jalan Ahmad Yani, Pasar, Kota Sawahlunto.

Hotel ini merupakan bangunan bersejarah dan berbentuk khas zaman kolonial. Sebelum menjadi hotel, bangunan ini dulunya sempat berfungsi sebagai asrama tentara, dan kantor polisi militer.

Hotel Ombilin dalam dua tahun belakangan tengah direnovasi fasilitasnya menjadi lebih baik bagi para tamu.

Terdapat kamar VVIP dari hotel Ombilin yang mana dulunya merupakan rumah pejabat tambang zaman kolonial.

 

Hari kedua

Lapangan Segitiga

Hari kedua, kami diajak mengunjungi Lapangan Segitiga yang letaknya di Saringan, Kota Sawahlunto. Gino mengatakan, dulunya lapangan ini merupakan kantor utama perusahaan tambang di zaman kolonial.

Oleh karena depan kantor tersebut terdapat lapangan berbentuk segitiga, maka penduduk setempat lebih sering menyebut kantor itu dengan nama Lapangan Segitiga.

Aktivitas masyarakat banyak dilakukan di lapangan tersebut sejak zaman Belanda misalnya tarian kuda kepang Sawahlunto.

Foto dirilis Jumat (2/8/2019), memperlihatkan pengunjung memegang bongkahan batubara yang ada di Museum Tambang Ombilin, Sawahlunto. Sejak ditetapkannya visi baru untuk membangun daerah, yakni mewujudkan Kota Wisata Tambang yang Berbudaya, Sawahlunto pun berbenah, dengan sejumlah cagar budaya, kereta api, termasuk lubang tambang di kota arang itu direvitalisasi.ANTARA FOTO/IGGOY EL FITRA Foto dirilis Jumat (2/8/2019), memperlihatkan pengunjung memegang bongkahan batubara yang ada di Museum Tambang Ombilin, Sawahlunto. Sejak ditetapkannya visi baru untuk membangun daerah, yakni mewujudkan Kota Wisata Tambang yang Berbudaya, Sawahlunto pun berbenah, dengan sejumlah cagar budaya, kereta api, termasuk lubang tambang di kota arang itu direvitalisasi.

Tarian tersebut mencerminkan Indonesia yang Bhinneka Tunggal Ika. Hal ini karena kuda kepang yang berasal dari Jawa justru dimainkan oleh masyarakat multi etnis.

"Jadi yang main tarian itu gak cuma orang Jawa, tapi orang Minang pun ada yang menjadi pemainnya," jelas Gino.

Tarian ini sudah ada di Sawahlunto sejak Indonesia belum merdeka.

Ilustrasi Tambang Kuno Batubara Ombilin Sawahlunto, Sumatera Barat.Dokumentasi Biro Komunikasi Kemenparekraf Ilustrasi Tambang Kuno Batubara Ombilin Sawahlunto, Sumatera Barat.

Museum Tambang Batubara Ombilin

Bergeser ke sisi kanan dari lapangan segitiga, kami melihat dan mengunjungi Museum Tambang Batubara Ombilin.

Museum ini dikelola oleh PT Bukit Asam dan didirikan pada 2014. Wisatawan dapat melihat seputar tambang batubara di sini.

Semula, bangunan ini merupakan tempat bagi para pejabat perusahaan tambang pada sekitar tahun 1916.

Baca juga: 8 Fakta Tambang Batubara Ombilin Sawahlunto yang Baru Jadi Warisan Dunia

Foto dirilis Jumat (2/8/2019), memperlihatkan patung diorama aktivitas penambangan batubara yang berada di depan Lubang Mbah Suro, terowongan bekas penambangan batubara di Sawahlunto. Sejak ditetapkannya visi baru untuk membangun daerah, yakni mewujudkan Kota Wisata Tambang yang Berbudaya, Sawahlunto pun berbenah, dengan sejumlah cagar budaya, kereta api, termasuk lubang tambang di kota arang itu direvitalisasi.ANTARA FOTO/IGGOY EL FITRA Foto dirilis Jumat (2/8/2019), memperlihatkan patung diorama aktivitas penambangan batubara yang berada di depan Lubang Mbah Suro, terowongan bekas penambangan batubara di Sawahlunto. Sejak ditetapkannya visi baru untuk membangun daerah, yakni mewujudkan Kota Wisata Tambang yang Berbudaya, Sawahlunto pun berbenah, dengan sejumlah cagar budaya, kereta api, termasuk lubang tambang di kota arang itu direvitalisasi.

Lubang Tambang Mbah Suro

Berikutnya, kami mengunjungi Lubang Tambang Mbah Suro yang terletak di Jalan Abdurahman Hakim, Tanah Lapang, Sawahlunto.

Sebelum menuju lubang tambang, peserta diajak melihat visualisasi dari Gedung Info Box yang dulunya berdiri gedung pertemuan para buruh.

Gedung ini dulunya sering dijadikan tempat hiburan para buruh.

"Jadi tempat ini sengaja didirikan Belanda untuk para buruh menghabiskan uangnya. Jadi habis mereka dapat upah, lalu mereka menghabiskan uangnya di tempat ini," ujar Gino.

Masuk ke lubang tambang, peserta virtual tur diajak melihat tontonan video cerita sejarah Lubang Tambang Mbah Suro yang konon mengambil nama salah seorang mandor sekaligus penasihat yaitu Mbah Suro.

Ada versi lain juga penamaan Mbah Suro karena pembukaan lubang tambang ini dilakukan pada saat malam satu Suro.

Baca juga: Mengapa Tambang Batubara Ombilin Sawahlunto Terpilih Jadi Warisan Dunia UNESCO?

Foto dirilis Jumat (2/8/2019), memperlihatkan pemadu wisata menjelaskan tentang sejarah Lubang Mbah Suro di bekas tambang batubara di Sawahlunto. Sejak ditetapkannya visi baru untuk membangun daerah, yakni mewujudkan Kota Wisata Tambang yang Berbudaya, Sawahlunto pun berbenah, dengan sejumlah cagar budaya, kereta api, termasuk lubang tambang di kota arang itu direvitalisasi.ANTARA FOTO/IGGOY EL FITRA Foto dirilis Jumat (2/8/2019), memperlihatkan pemadu wisata menjelaskan tentang sejarah Lubang Mbah Suro di bekas tambang batubara di Sawahlunto. Sejak ditetapkannya visi baru untuk membangun daerah, yakni mewujudkan Kota Wisata Tambang yang Berbudaya, Sawahlunto pun berbenah, dengan sejumlah cagar budaya, kereta api, termasuk lubang tambang di kota arang itu direvitalisasi.

Para tahanan politik dari berbagai daerah dipaksa bekerja pada lubang tambang tersebut pada kala itu.

"Ini dibuka lagi dan menjadi museum situs Lubang Tambang Mbah Suro tahun 2008. Kita bisa melihat batubara langsung yang ada di dinding lubang," jelasnya.

Jika berkunjung ke sini, wisatawan juga akan melihat patung Mbah Suro di depan lokasi.

Makan siang pical lontong Mbah Suro

Setelah setengah hari melakukan kunjungan, kami pun melihat visualisasi wisata kuliner tepatnya di warung Pical Lontong Mbah Suro. Lokasinya masih berada di Kompleks Lubang Tambang Mbah Suro.

Makanan khas di warung ini adalah pecel lontong dengan mi kuning dan kerupuk merah. Hal ini yang menjadikan pecel lontong Sawahlunto berbeda dengan di Jawa.

Harga satu porsinya Rp 10.000. Selain itu, wisatawan juga bisa membeli minuman khas lainnya yaitu Teh telur atau teh talua dalam bahasa Minang.

"Ini unik juga, telur mentah yang diaduk dengan gula lalu diseduh dengan teh pekat. Rasanya lezat sekali," kata Gino.

Baca juga: Tambang Batubara Ombilin Sawahlunto Resmi Jadi Warisan Dunia UNESCO

Foto dirilis Jumat (2/8/2019), memperlihatkan pengunjung melintas di depan bangunan cagar budaya di kawasan gudang ransoem Sawahlunto. Sejak ditetapkannya visi baru untuk membangun daerah, yakni mewujudkan Kota Wisata Tambang yang Berbudaya, Sawahlunto pun berbenah, dengan sejumlah cagar budaya, kereta api, termasuk lubang tambang di kota arang itu direvitalisasi.ANTARA FOTO/IGGOY EL FITRA Foto dirilis Jumat (2/8/2019), memperlihatkan pengunjung melintas di depan bangunan cagar budaya di kawasan gudang ransoem Sawahlunto. Sejak ditetapkannya visi baru untuk membangun daerah, yakni mewujudkan Kota Wisata Tambang yang Berbudaya, Sawahlunto pun berbenah, dengan sejumlah cagar budaya, kereta api, termasuk lubang tambang di kota arang itu direvitalisasi.

Museum Goedang Ransoem

Tempat wisata berikutnya masih seputar sejarah yaitu di Museum Goedang Ransoem. Lokasinya berada di Jalan Abdurahman Hakim, Tanah Lapang, Sawahlunto.

Dulunya museum ini merupakan dapur umum zaman kolonial. Selesai dibangun pada tahun 1918 dan dimanfaatkan Belanda sebagai dapur umum dan rumah potong hewan.

Uniknya, di tempat ini terdapat mesin masak menggunakan tenaga uap yang sudah dilakukan sejak zaman Belanda. Adapun mesin tungku uap peninggalan bersejarah itu dapat memberi makan diperkirakan sekitar 7.000 orang.

Selain itu ada juga ketel uap yang unik dengan diameter 1,3 meter dan tinggi sekitar 60 cm.

"Ini juga unik, bagaimana sistem memasak dulu bisa memasak untuk 1.000-7.000 pekerja saat itu," ujar Gino.

Tahun 2005 diresmikan menjadi museum oleh Wakil Presiden saat itu Jusuf Kalla.

Museum ini menyajikan gambaran proses memasak pada masa kolonial di Sawahlunto.
IPTEK Centre

Bergeser sedikit dari Museum Goedang Ransoeum, ada bangunan unik lainnya yaitu IPTEK Centre. Bangunan ini dulunya merupakan gudang padi.

Baca juga: Virtual Tour Lawang Sewu saat Malam Hari, Tertarik Coba?

Saat ini bangunan telah dialihfungsikan sebagai pusat wisata edukasi tentang teknologi. Wisatawan akan diinformasikan dan belajar tentang proses teknologi zaman dulu hingga sekarang, mulai dari uap hingga teknologi baru.

Cendana Homestay

Usai seharian berwisata, peserta pun diajak beristirahat di penginapan berbeda yaitu Cendana Homestay yang letaknya di Tanah Lapang, Kota Sawahlunto.

Sawahlunto sendiri memiliki beragam penginapan mulai dari homestay hingga hotel.
Harganyapun beragam mulai dari kisaran Rp 150.000. Semua tarif penginapan sudah tersedia di beberapa online travel agent.

 

Hari ketiga

Foto dirilis Jumat (2/8/2019), memperlihatkan bangunan silo, bekas penyimpanan batubara yang kini menjadi cagar budaya dan dimanfaatkan sebagai arena panjat tebing di Sawahlunto. Sejak ditetapkannya visi baru untuk membangun daerah, yakni mewujudkan Kota Wisata Tambang yang Berbudaya, Sawahlunto pun berbenah, dengan sejumlah cagar budaya, kereta api, termasuk lubang tambang di kota arang itu direvitalisasi.ANTARA FOTO/IGGOY EL FITRA Foto dirilis Jumat (2/8/2019), memperlihatkan bangunan silo, bekas penyimpanan batubara yang kini menjadi cagar budaya dan dimanfaatkan sebagai arena panjat tebing di Sawahlunto. Sejak ditetapkannya visi baru untuk membangun daerah, yakni mewujudkan Kota Wisata Tambang yang Berbudaya, Sawahlunto pun berbenah, dengan sejumlah cagar budaya, kereta api, termasuk lubang tambang di kota arang itu direvitalisasi.

Kawasan Silo Sawahlunto

Hari ketiga dimulai dengan mengunjungi kawasan Silo Sawahlunto yang berlokasi di Jalan Ahmad Yani, Kota Sawahlunto.

Kawasan Silo merupakan kompleks pengolahan batubara. Terdapat gedung Silo di mana tempat penyimpanan sementara batubara sebelum dibawa dengan kereta api menuju Teluk Bayur.

Seiring perkembangan zaman, beberapa bangunan di kawasan ini dimanfaatkan dengan beragam fungsi.

Wisatawan juga bisa melihat taman edukasi kawasan Silo, dan taman ini sering digunakan untuk bermain anak-anak maupun rekreasi keluarga.

Pemakaman Belanda

Berlanjut ke daerah Lubang Panjang, kami mengunjungi pemakaman Belanda. Dibangun pada tahun 1902, makam ini berisi jenazah orang-orang Belanda yang pernah tinggal di Sawahlunto.

Makamnya ada sekitar 94. Kendati demikian tak semua makam di sini berisikan jenazah orang Belanda.

"Ada juga satu makam orang Jepang di sini," kata Gino.

Luas pemakaman Belanda ini sekitar 7.000 meter persegi. Hingga kini, tempat ini telah dilakukan beberapa kali pemugaran.

Foto dirilis Jumat (2/8/2019), memperlihatkan suasana lansekap Kota Sawahlunto, terlihat dari Puncak Cemara. Sejak ditetapkannya visi baru untuk membangun daerah, yakni mewujudkan Kota Wisata Tambang yang Berbudaya, Sawahlunto pun berbenah, dengan sejumlah cagar budaya, kereta api, termasuk lubang tambang di kota arang itu direvitalisasi.ANTARA FOTO/IGGOY EL FITRA Foto dirilis Jumat (2/8/2019), memperlihatkan suasana lansekap Kota Sawahlunto, terlihat dari Puncak Cemara. Sejak ditetapkannya visi baru untuk membangun daerah, yakni mewujudkan Kota Wisata Tambang yang Berbudaya, Sawahlunto pun berbenah, dengan sejumlah cagar budaya, kereta api, termasuk lubang tambang di kota arang itu direvitalisasi.

Puncak Cemara

Setelah setengah hari berada di pusat kota, peserta tur diajak naik ke puncak bukit yaitu puncak Cemara, Saringan, Sawahlunto.

Dari sini, kita dapat melihat seluruh kota Sawahlunto yang tampak kecil.

"Kita dapat melihat secara rinci bentang alam di kota ini dari ketinggian puncak Cemara," kata Gino.

Selain puncak Cemara, ada puncak lain yang menarik untuk dikunjungi yaitu puncak Sati yang baru dibuka oleh kelompok sadar wisata.

Puncak Cemara dapat dikunjungi setiap hari dan dikelola oleh Dinas Pariwisata.

Tambang Batubara Ombilin Sawahlunto jadi Warisan Dunia UNESCO. Dok. Sekretariat Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO Tambang Batubara Ombilin Sawahlunto jadi Warisan Dunia UNESCO.

Kawasan Kandi

Berikutnya, kami diajak ke kawasan Kandi yang dulunya merupakan bekas area tambang batubara PT Bukit Asam.

Terdapat arena bermain dan rekreasi wisata seperti pacuan kuda, outbound, taman satwa, wisata air, roadrace, dan motocross.

Baca juga: Pengalaman Ikut Virtual Tour Lawang Sewu, Seru Sekali!

"Kawasan ini dulunya tambang, lalu sudah kembali hijau dan direklamasi pasca tambang. Dulu sempat diproyeksikan sebagai kota baru Sawahlunto. Ada banyak fasilitas olahraga di sana," kata Gino.

Wisatawan memasuki Lubang Mbah Suro yang merupakan salah satu peninggalan kegiatan tambang batubara di Sawahlunto, Sumatera Barat, Sabtu (30/5).KOMPAS/ISMAIL ZAKARIA Wisatawan memasuki Lubang Mbah Suro yang merupakan salah satu peninggalan kegiatan tambang batubara di Sawahlunto, Sumatera Barat, Sabtu (30/5).

Danau Biru

Tempat wisata terakhir yang dikunjungi adalah Danau Biru, Tumpuak Tangah, Sawahlunto. Nama danau biru diambil berdasarkan warna biru yang ada pada air danau.

"Danau biru jadi daya tarik sendiri dari warna biru airnya, dan landskap hijau dari hutan di sekelilingnya," kata Gino.

Gino mengatakan, banyak sekali danau bekas aktivitas tambang di Sawahlunto. Selain Danau Biru, danau semacam ini juga terdapat di Kawasan Kandi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com