JAKARTA, KOMPAS.com - Pernahkah Anda menyaksikan unggahan foto cahaya vertikal di sebuah gua dengan siluet pria tengah berdiri di atas batu granit?
Penggemar fotografi menyebut sinar terang berwarna putih kelabu itu dengan istilah "cahaya ilahi". Cahaya yang indah seolah turun langsung dari surga ke perut bumi. Sementara, dalam istilah fisika, cahaya itu disebut ray of light.
Salah satu destinasi wisata yang menyuguhkan pemandangan apik tersebut adalah Gua Jomblang di Jetis Wetan, Pacarejo, Semanu, Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta.
Gua Jomblang merupakan salah satu dari sekian banyak gua yang terdapat di kawasan batuan kapur Gunung Sewu. Gua vertikal bertipe collapse doline (cekungan) ini memiliki kedalaman 60 meter.
Baca juga: Dari Sabang sampai Ende, Berikut 9 Destinasi Wisata yang Bisa Dipotret saat Gelap dengan Smartphone
Pesona cahaya di Gua Jomblang berhasil diabadikan realme Indonesia dan National Geographic Indonesia dalam program bertajuk Nawa Cahaya: Capture The Unique Lights in Indonesia. Nawa Cahaya berasal dari bahasa Sanskerta yang bermakna sembilan cahaya.
Fotografer National Geographic Indonesia, Dwi Oblo, memotret fenomena “cahaya ilahi” dari Gua Jomblang dalam kondisi minim cahaya atau low-light berbekal kamera smartphone teranyar realme, yakni realme 9 Pro+.
Berikut tiga fakta menarik dan unik dari Gua Jomblang.
Gua Jomblang terbentuk akibat tanah dan vegetasi yang amblas ke dasar bumi pada ribuan tahun lalu.
Baca juga: Danau Semayang, Habitat Pesut Mahakam yang Nyaris Punah
Reruntuhan tersebut membentuk sinkhole atau sumuran yang dalam bahasa Jawa dikenal dengan istilah luweng.
Pembentukan secara alami itu membuat unik Gua Jomblang. Pasalnya, di dalam gua terdapat mulut gua seluas mencapai 50 meter. Tak heran, warga sekitar menyebutnya dengan nama Luweng Jomblang.
Penampakan cahaya ilahi di Gua Jomblang hanya muncul sekali pada pukul 11.00-12.00 WIB. Di luar waktu tersebut, pengunjung tidak bisa mendapatkan cahaya ilahi.
Saat berbincang dengan Kompas.com secara virtual, Senin (7/2/2022), Dwi mengatakan bahwa setiap pengunjung hanya diberi waktu antara 1-1,5 jam oleh pihak pengelola untuk menyusuri gua.
Baca juga: Dua Ponsel Misterius Realme Siap Masuk Indonesia, Realme 9 Pro?
Oleh karena itu, pilih waktu yang pas sesuai dengan momen penampakan cahaya ilahi yang hanya satu jam
Dwi menambahkan, untuk mendapatkan hasil jepretan ray of light yang apik dengan menggunakan smartphone realme 9 Pro+, ia menggunakan mode night shoot.
"Dengan mode night shoot saja, hasilnya sangat bagus. Dalam memotret ray of light, saya menerapkan dua cara, yaitu disokong tripod dan tidak. Namun, hasil keduanya sama-sama bagus. Tanpa tripod pun hasilnya tidak goyang atau ngeblur," terangnya.
Selain itu, untuk memaksimalkan waktu yang terbatas, Dwi menyarankan wisatawan yang ingn memotret untuk memanfaatkan selfie stick alias tongkat narsis (tongsis). Alat ini penting untuk merekam diri dalam bentuk video ketika pengunjung dikerek ke dasar gua menggunakan tali.
Baca juga: Bosan ke Malioboro? Coba Petualangan ke Gua Jomblang
“Ketika turun ke bawah, (kita) bisa merekam video diri yang sedang diulur ke dasar gua. Momen seperti ini juga wajib diabadikan,” kata Dwi.
Untuk diketahui, Gua Jomblang merupakan akses penghubung dengan Gua Grubug. Adapun Gua Jomblang dan Gua Grubug dihubungkan sebuah lorong sepanjang 300 meter (m).
Pemandangan di dasar gua tersebut pun memanjakan wisatawan. Pasalnya, di dalamnya terdapat ornamen-ornamen alami berupa batu kristal, stalaktit, dan stalakmit yang menghiasi sepanjang dinding gua.
Pengunjung pun bisa menyusuri lorong tersebut. Bahkan, bisa mendengar secara langsung gemuruh aliran sungai bawah tanah di dasar gua.
Baca juga: Beredar, Bocoran Harga dan Spesifikasi Lengkap Realme 9 Pro
"Cahaya ilahi tersebut terbentuk karena di bagian gua ada sungai bawah tanah. Ketika air sungai tersebut mengalir, uap air akan keluar sehingga membentuk ray of light," papar Dwi.
Itulah tiga fakta unik Gua Jomblang yang menjadi daya tarik wisatawan untuk mengeksplorasi keindahan geopark di Gunung Kidul.
Sebagai informasi, pada program Nawa Cahaya: Capture The Unique Lights in Indonesia, fotografer profesional dari National Geographic Indonesia ditantang untuk berburu foto lanskap alam dalam kondisi low-light di sembilan destinasi unik Indonesia.
Total, ada delapan fotografer yang terlibat dalam perjalanan mengabadikan momen low-light di sembilan destinasi tersebut. Mereka adalah Palson Yi, Didi Kaspi Kasim, Rendra Kurnia, R Berto Wedhatama, Josua Marunduh, Azwar Ipank, Valentino Luis, Dwi Oblo, Budiono.
Karya fotografi yang dihasilkan lewat Nawa Cahaya: Capture The Unique Lights in Indonesia dapat dilihat di https://realme9lights.kompas.com/.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.