Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Puasa di Swiss, 16 Jam Tanpa Kumandang Azan Maghrib 

Kompas.com - 12/04/2022, 14:03 WIB
Ulfa Arieza ,
Anggara Wikan Prasetya

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Bulan Ramadhan di Indonesia identik dengan berbagai tradisi mulai dari ngabuburit, buka puasa bersama (bukber), membangunkan sahur dari masjid, hingga berburu menu khas Ramadhan. 

Namun, tidak semua tradisi tersebut bisa dirasakan oleh Warga Negara Indonesia (WNI) yang berada di luar negeri. Utamanya, jika muslim di negara tersebut merupakan minoritas, salah satunya di Swiss.

Destrianita Frick, atau akrab disapa Tita membagikan pengalamannya menjalani ibadah puasa di Frauenfeld, Swiss kepada Kompas.com. Perempuan yang sudah menetap di Swiss selama 4,5 tahun ini mengakui, puasa di sana lebih menantang dibandingkan di Indonesia. 

Baca juga:

“Hari pertama, hari kedua puasa itu rasanya berat banget, ya Allah aku bisa enggak ya puasa, mana buka puasanya lama. Tapi sekarang Alhamdulillah sudah menyesuaikan,” ujarnya saat dihubungi Kompas.com. 

Puasa 16 jam di Swiss

Tita mengungkapkan, durasi puasa di Swiss kurang lebih 16 jam. Imsak di Swiss adalah pukul 05.00 waktu setempat. Sementara, waktu azan Maghrib baru tiba pukul 20.00 waktu setempat. 

“Jadi, puasanya dari pukul 05.00 pagi sampai dengan 20.00 malam,” katanya. 

Menariknya, mendekati akhir bulan Ramadhan durasi puasa makin panjang. Sebab, waktu Imsak di Swiss semakin cepat, sebaliknya waktu Maghrib semakin lambat.

Baca juga: Ramadhan di Skotlandia, WNI Ceritakan Sulitnya Cari Makanan Halal

“Jadi, durasinya semakin panjang bukan semakin pendek. Aku awal puasa, Imsak pukul 05.00 dan bukanya pukul 20.00 malam. Sekarang itu, pukul 05.00 kurang sudah Imsak dan buka puasanya pukul 20.00 lebih, jadi semakin panjang,” ujarnya. 

Mau tidak mau, Tita harus mengatur siasat agar puasanya berjalan lancar. Ia mengungkapkan, kuncinya adalah melakukan aktivitas, mulai dari belanja, bermain dengan anak, memasak, membersihkan rumah, merajut, dan berjalan santai. 

“Kuncinya, dibuat untuk aktivitas saja. Sebab, kalau dipakai buat tidur itu puasanya justru terasa lebih lama, itu aku dapat rahasianya dari ibuku,” katanya. 

Swiss melonggarkan aturan perjalanan bagi orang yang akan masuk ke negaranya dan mencabut aturan pemakaian masker di sejumlah tempat publik.UNSPLASH/DANIEL COX Swiss melonggarkan aturan perjalanan bagi orang yang akan masuk ke negaranya dan mencabut aturan pemakaian masker di sejumlah tempat publik.

Meskipun puasa, Tita masih tetap melakoni usaha rumahannya yakni berjualan bakso Wonogiri. Kebetulan, ibu satu anak ini berasal dari Wonogiri, Jawa Tengah yang memang tersohor dengan kelezatannya baksonya. 

Mulanya, ia memasak bakso Wonogiri untuk sang suami yang merupakan warga Swiss. Usai merasakan kelezatan bakso Wonogiri buatan Tita, sang suami pun mendorong istrinya untuk berjualan.   

Kini, Tita menjajakan bakso Wonogirinya melalui online. Pelanggannya pun beragam mulai dari orang Indonesia yang menetap di Swiss hingga warga asli Swiss. 

Baca juga: Pengalaman Puasa WNI di Okinawa Jepang, Wajib Atur Waktu Istirahat

“Alhamdulillah, ini barusan ada SMS pesanan bakso masuk lagi,” soraknya di tengah obrolan. 

Tanpa kumandang azan Maghrib

Kumandang azan Maghrib dari masjid adalah hal yang dinantikan ketika Ramadhan di Indonesia. Namun, tidak begitu halnya dengan Tita. 

Tak ada kumandang azan Maghrib bersautan dari masjid di negeri yang terkenal dengan pegunungan Alpen tersebut. Tita menggantungkan informasi waktu berbuka dari aplikasi di smartphone.  

Bangunan masjid di Wil, SwissTangkapan layar https://www.swissinfo.ch/ Bangunan masjid di Wil, Swiss

“Aku dengar azan-nya dari aplikasi,” ujar dia sembari tertawa. 

Maklum saja, sangat sulit menemukan masjid di wilayah Frauenfeld. Masjid baru bisa ditemukan di daerah Zurich dan Wil yang harus ditempuh naik kereta. 

Baca juga: 7 Tips Traveling Aman Saat Puasa, Buat Daftar Perjalanan

“Di Frauenfeld enggak ada masjid, jadi aku harus ke Zurich. Ada masjid tapi di kota lain namanya Kota Wil, dan itu harus naik kereta ke sana,” jelasnya. 

Oleh sebab itu, Tita dan keluarga menjalankan ibadah shalat tarawih dari rumah. Kondisi ini tentunya berbeda dengan Indonesia yang umat Islam biasanya menjalankan shalat tarawih berjemaah di masjid. 

Ilustrasi Swiss.UNSPLASH/TIM TRAD Ilustrasi Swiss.

Namun demikian, ia bersyukur sebab masih dapat mendengarkan siraman rohani menjelang Maghrib bersama WNI muslim lainnya.

Meskipun hanya melalui online, ia menuturkan pengajian tersebut sedikit mengobati kerinduannya dengan suasana Ramadhan di Indonesia. 

Baca juga: 15 Ucapan Selamat Berbuka Puasa yang Islami, Sederhana dan Bermakna

Mengikuti pengajian tersebut menjadi kegiatan ngabuburit Tita sembari mempersiapkan hidangan buka puasa. Biasanya, siraman rohani digelar secara rutin pada Senin dan Kamis. 

“Ada orang-orang Indonesia yang tinggal di Swiss, Prancis, dan lainnya. Tinggal gabung saja siapa yang mau, ada sekitar 90 orang Alhamdulillah biarpun tinggal jauh di negeri orang tapi tetap dapat siraman rohani,” ujarnya. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

8 Tips Hindari Barang Bawaan Tertinggal, Gunakan Label yang Mencolok

8 Tips Hindari Barang Bawaan Tertinggal, Gunakan Label yang Mencolok

Travel Tips
Sandiaga Harap Labuan Bajo Jadi Destinasi Wisata Hijau

Sandiaga Harap Labuan Bajo Jadi Destinasi Wisata Hijau

Travel Update
10 Tips Bermain Trampolin yang Aman dan Nyaman, Pakai Kaus Kaki Khusus

10 Tips Bermain Trampolin yang Aman dan Nyaman, Pakai Kaus Kaki Khusus

Travel Tips
Ekspedisi Pertama Penjelajah Indonesia ke Kutub Utara Batal, Kenapa?

Ekspedisi Pertama Penjelajah Indonesia ke Kutub Utara Batal, Kenapa?

Travel Update
Lebaran 2024, Kereta Cepat Whoosh Angkut Lebih dari 200.000 Penumpang

Lebaran 2024, Kereta Cepat Whoosh Angkut Lebih dari 200.000 Penumpang

Travel Update
Milan di Italia Larang Masyarakat Pesan Makanan Malam Hari

Milan di Italia Larang Masyarakat Pesan Makanan Malam Hari

Travel Update
6 Hotel Dekat Beach City International Stadium Ancol, mulai Rp 250.000

6 Hotel Dekat Beach City International Stadium Ancol, mulai Rp 250.000

Hotel Story
4 Hotel Dekat Pantai di Cilacap, Tarif Rp 250.000-an

4 Hotel Dekat Pantai di Cilacap, Tarif Rp 250.000-an

Hotel Story
5 Wisata Air Terjun di Karanganyar, Ada Ngargoyoso dan Jumog

5 Wisata Air Terjun di Karanganyar, Ada Ngargoyoso dan Jumog

Jalan Jalan
Pengalaman ke Desa Wisata Koto Kaciak, Coba Panen Madu Lebah Galo-Galo

Pengalaman ke Desa Wisata Koto Kaciak, Coba Panen Madu Lebah Galo-Galo

Jalan Jalan
BaliSpirit Festival 2024 Targetkan Partisipasi 3.000 Turis Asing

BaliSpirit Festival 2024 Targetkan Partisipasi 3.000 Turis Asing

Travel Update
Sertifikasi Halal di 3.000 Desa Wisata Dipercepat hingga Oktober 2024

Sertifikasi Halal di 3.000 Desa Wisata Dipercepat hingga Oktober 2024

Travel Update
5 Pantai di Cilacap, Cocok Jadi Lokasi Healing dan Surfing

5 Pantai di Cilacap, Cocok Jadi Lokasi Healing dan Surfing

Jalan Jalan
Panduan Lengkap ke Desa Wisata Koto Kaciak, Simak Sebelum Datang

Panduan Lengkap ke Desa Wisata Koto Kaciak, Simak Sebelum Datang

Travel Tips
Traveloka Resmikan Wahana Baru di Kidzania Jakarta, Ada Diskon 25 Persen

Traveloka Resmikan Wahana Baru di Kidzania Jakarta, Ada Diskon 25 Persen

Travel Update
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com