Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Keliling Desa Liya Togo di Wakatobi, Cicip Kasuami hingga Terapi Ikan

Kompas.com - 29/06/2023, 07:08 WIB
Nabilla Tashandra

Editor

KOMPAS.com - Belajar budaya menjadi aktivitas menarik ketika kita berkunjung ke berbagai wilayah di Indonesia, termasuk salah satunya ke Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara.

Salah satu desa wisata yang dapat dikunjungi untuk belajar budaya adalah Desa Liya Togo yang berlokasi di Pulau Wangi-wangi, Wakatobi.

Baca juga: Desa Wisata Liya Togo di Wakatobi, Punya Kekayaan Wisata Bahari sampai Seni Budaya

Desa ini pernah meraih juara 2 umum kategori Toilet Terbaik pada Anugerah Desa Wisata Indonesia (ADWI) 2021 Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf), dan saat itu menjadi satu-satunya wakil Sulawesi Tenggara di 50 besar.

Dikutip dari situs resminya, Desa Liya Togo terletak di pesisir Selatan Pulau Wangi-Wangi. Jaraknya lebih-kurang 15 kilometer dari Pusat Kota Wanci dan 8 kilometer dari Bandara Matahora.

Desa ini dapat dengan mudah ditempuh menggunakan kendaraan bermotor.

Desa Liya Togo memiliki benteng seluas 52 hektar, yang merupakan benteng terbesar di Wakatobi.

Benteng ini disebut juga dengan Benteng Liya atau Benteng Keraton, seperti dikutip dari Kompas.com (26/11/2021).

Keliling Desa Liya Togo

Kompas.com sempat singgah sejenak di Desa Liya Togo pada Minggu (18/6/2023) pagi.

Rombongan disambut oleh Mursida, Kordinator Tim Kelompok Pengelola Pariwisata Desa Liya Togo bersama sejumlah warga.

Baca juga: 5 Tempat Wisata di Sulawesi Tenggara Selain Wakatobi, Ada Benteng

Sebelum memulai perjalanan keliling desa, setiap orang diminta untuk menggunakan sarung. Disediakan sarung dengan pola motif berbeda untuk perempuan dan laki-laki.

Koordinator Tim Kelompok Pengelola Pariwisata Desa Liya Togo, Mursida (paling kanan) saat menyambut tamu, Minggu (18/6/2023).KOMPAS.com/NABILLA TASHANDRA Koordinator Tim Kelompok Pengelola Pariwisata Desa Liya Togo, Mursida (paling kanan) saat menyambut tamu, Minggu (18/6/2023).

"Setiap orang yang datang ke Benteng Liya selalu menggunakan sarung untuk menghormati kegiatan adat," ujar Mursida.

Bagi perempuan yang sudah menikah, ikatan sarung diletakkan di bahu kanan, sementara yang belum menikah di bahu kiri.

Baca juga: Sulawesi Tenggara Sasar 6,6 Juta Kunjungan Wisatawan pada 2023

Ketilka memasuki area benteng, kami diperkenalkan dengan beberapa spot menarik. Di dekat area parkir, misalnya, terdapat beruga atau rumah panggung yang menjadi tempat musyawarah adat Liya.

Di seberang rumah panggung tersebut ada Masjid Mubarok yang dibangun sejak tahun 1546. Kendati demikian, sudah dilakukan beberapa kali perbaikan terhadap masjid  sehingga kini menjadi lebih baik. Dulu, masjid tersebut bahkan masih beratapkan rumbia dan papan.

"Sekarang sudah bagus," kata Mursida.

Baik masjid maupun benteng merupakan peninggalan Kerajaan Buton.

@kompastravel Kompas Travel berkesempatan mampir ke perkebunan pala yang menjadi saksi bisu peralihan zaman dari masa penjajahan Belanda, Jepang, hingga saat ini Indonesia sudah merdeka. Saat ini, perkebunan pala milik klan Van Den Broeke hanya memiliki lahan seluas 12,5 hektar dengan delapan pekerja. Perkebunan pala itu kini diolah menjadi manisan, lalu diambil minyaknya dan dijual ke sejumlah negara. Kalau ke Maluku Tengah, jangan lupa untuk mampir ke perkebunan pala di Pulau Banda Besar ini ya ???? Hayo, jangan lupa ajak temennya.. tag di kolom komentar yaa.. #exploreindonesia #exploremaluku #tripmaluku #malukuindonesia ? Vlog

Halaman:


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com