Karya ini berbentuk sebuah parabola raksasa yang terbuat dari kardus. Pengunjung bisa masuk dengan hati-hati ke pusat parabola.
Dalam karya interaktif ini, tampak lanskap yang dipadati perumahan menyebar dari pusat ke pinggir.
Lanskap ini menggambarkan hierarki sejumlah wilayah, mulai dari rumah-rumah petani, daerah pedesaan, perumahan dan perkotaan, hingga kawasan permukiman padat.
"Di Filipina, banyak orang menggunakan kotak balikbayan yang terbuat dari kardus untuk membawa benda-benda pribadi mereka saat meninggalkan kampung halaman," ujar Lingga.
Bagi pasangan Aquilizan, kardus adalah bahan penting yang melambangkan pengalaman sehari-hart dan kerinduan kita akan kampung halaman.
Baca juga: Rute ke Museum MACAN Jakarta Barat, Bisa Naik Transjakarta
Kain piña di karya ini dibuat oleh penenun asal Aklan dan penyulam asal Lumban di Filipina. Karya ini menjadi lambang yang berkaitan dengan penjajahan, perkebunan, dan perburuhan.
Teksturnya yang ringan dan lembut, serta proses produksinya yang rumit dan memakan waktu, membuat kain piña menjadi komoditas langka dan eksklusif.
"Saat penjajahan Amerika Serikat, popularitas tenun piña redup karena perubahan sosial-politik. Namun setelah Filipina merdeka, kain ini dihidupkan kembali sebagai simbol kemerdekaan, kemandirian ekonomi, dan pembebasan dari kolonialisme," terang Lingga.
Baca juga: 10 Mal Dekat Museum MACAN Jakarta, Ada Mall Taman Anggrek
Selimut, yang biasanya dikaitkan dengan kehangatan, kenyamanan, dan keamanan, menjadi
simbol yang kuat dari pengalaman-pengalaman dan kisah-kisah dari sang pemiliknya.
Bersama selimut-selimut tersebut, kata Lingga, terdapat rekaman suara dari para pemiliknya yang menceritakan mimpi dan cita-cita mereka.
"Kami juga open call (terbuka) untuk masyarakat Indonesia yang ingin mendonasikan selimut bekas pakai. Uniknya, tiap negara ternyata memiliki kisah mimpi yang sangat bervariasi," ujar Lingga.
Adapun Project Be-longing terdiri dari serangkaian cetakan gipsum bagian dalam sepatu yang dikumpulkan dari para partisipan.
Menurut Isabel dan Alfredo Aquilizan, cetakan ini mengungkapkan lekukan dan karakter unik dari sang pemilik sepatu, yang biasanya tidak terlihat.