Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenal Peresean di Lombok, Tradisi Unik Perayaan 17 Agustus 

Kompas.com - 27/07/2023, 10:40 WIB
Ulfa Arieza

Penulis

KOMPAS.com - Masyarakat Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB) memilki tradisi unik untuk merayakan Hari Ulang Tahun (HUT) kemerdekaan RI pada 17 Agustus. Tradisi unik perayaan 17 Agustus di Lombok tersebut adalah peresean.

Tradisi turun temurun tersebut, menjadi salah satu daya tarik wisata budaya di Lombok. Banyak wisatawan nusantara maupun mancanegara yang menyaksikan pertunjukkan peresean di Lombok.

Baca juga:

Lantas, apa yang dimaksud dengan tradisi peresean? Simak ulasannya berikut ini.

Apa yang dimaksud dengan peresean?

Para pepadu saat pertunjukan peresean di Desa Wisata Bonjeruk, Lombok Tengah, NTB, Jumat (2/8/2019). Berbagai atraksi budaya serta agrowisata menjadi daya tarik tempat ini.KOMPAS.COM/KRISTIANTO PURNOMO Para pepadu saat pertunjukan peresean di Desa Wisata Bonjeruk, Lombok Tengah, NTB, Jumat (2/8/2019). Berbagai atraksi budaya serta agrowisata menjadi daya tarik tempat ini.

Tradisi peresean adalah tradisi turun temurun masyarakat Suku Sasak di Lombok, NTB yang masih dilestarikan hingga saat ini.

Peresean adalah pertarungan antara dua pria, yang biasa disebut sebagai pepadu. Pertarungan dua pepadu tersebut  menggunakan senjata tongkat rotan atau penjalin dan perisai dari kulit kerbau tebal dan keras atau ende, berdasarkan informasi dari website Dinas Pariwisata NTB.

Tongkat rotan itu berfungsi untuk menyerang lawan, sementara perisai untuk melindungi tubuh dari serangan. Para pepadu, mengenakan celana yang dibalut dengan penutup kain khas Lombok dan ikat kepala.

Sementara, bagian atas badan mereka tidak mengenakan baju alias bertelanjang dada. Tradisi ini memang cukup ekstrem, lantaran para petarung bisa saja terluka hingga berdarah.

Baca juga:

Apa tujuan dari peresean?

Meskipun termasuk dalam kesenian tradisional yang ekstrem, peresean memiliki sejumlah pesan moral.

Bukan sekadar adu ketangkasan semata, peresean bermakna persaudaraan dan sikap ksatria seorang laki-laki yang diuji melalui permainan, seperti dikutip dari Wonderful Indonesia.

Peresean juga menguji sportivitas para petarung karena harus menghindari perbuatan curang. Selain itu, terdapat nilai patriotisme yang berkaitan dengan sejarah Suku Sasak

Sumber lain menyatakan bahwa masyarakat Suku Sasak meyakini bahwa peresean merupakan sarana permohonan kepada Tuhan agar menurunkan hujan, seperti dikutip dari Kompas.com (16/1/2023). Masyarakat Suku Sasak mempercayai bahwa semakin banyak darah tumpah, maka kemungkinan hujan turun akan semakin nyata.

Kepercayaan ini diwariskan secara turun temurun dari nenek moyang Suku Sasak.

 
 
 
 
 
Lihat postingan ini di Instagram
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

Sebuah kiriman dibagikan oleh Kompas Travel (@kompas.travel)

 

Suasana saat dua pemuda menampilkan seni adu ketangkasan bernama tarian peresean di Desa Wisata Sasak Ende di Sengkol, Pujut, Kabupaten Lombok Tengah, Selasa (6/12/2022).KOMPAS.com/MUHAMMAD NAUFAL Suasana saat dua pemuda menampilkan seni adu ketangkasan bernama tarian peresean di Desa Wisata Sasak Ende di Sengkol, Pujut, Kabupaten Lombok Tengah, Selasa (6/12/2022).

Sejarah peresean

Sejarah tradisi peresean ternyata diilhami dari legenda Putri Mandalika, seperti dikutip dari Kompas.com (16/1/2023). Pertarungan ini menggambarkan perselisihan antara pangeran-pangeran yang memperebutkan sang putri.

Oleh sebab itu, peresean mengingatkan agar umat manusia tidak saling bertikai. Karenanya, saat pertarungan usai, para pepadu saling berangkulan meskipun sebelumnya saling serang.

Baca juga:

Aturan peresean

Para pepadu saat pertunjukan peresean di Desa Wisata Bonjeruk, Lombok Tengah, NTB, Jumat (2/8/2019). Berbagai atraksi budaya serta agrowisata menjadi daya tarik tempat ini.KOMPAS.COM/KRISTIANTO PURNOMO Para pepadu saat pertunjukan peresean di Desa Wisata Bonjeruk, Lombok Tengah, NTB, Jumat (2/8/2019). Berbagai atraksi budaya serta agrowisata menjadi daya tarik tempat ini.

Selama bertanding, para pepadu wajib mematuhi aturan peresean yang sudah dilestarikan turun temurun. Berikut sejumlah aturan peresean seperti dikutip dari Kompas.com (16/1/2023).

1. Pepadu hanya boleh menggunakan perlengkapan perang cambuk rotan (penjalin) dan tameng atau perisai yang terbuat dari kulit lembu (ende). Dengan bertelanjang dada, pepadu memegang tongkat rotan di tangan kanan dan sebuah perisai di tangan kiri.

2. Petarung tidak dipersiapkan sebelumnya, karena mereka dipilih dari penonton yang hadir ketika acara pertarungan dimulai. Selain itu, pepadu yang berada di arena juga menunjuk salah satu peserta yang hadir untuk menjadi lawannya.

3. Setiap pepadu hanya boleh memukul bagian atas tubuh lawannya. Mereka dilarang memukul bagian bawah tubuh dari pinggang hingga kaki.

4. Nilai tertinggi akan didapat jika mampu memukul kepala lawannya.

5. Pertarungan peresean dilakukan dalam lima ronde. Pertarungan akan dianggap selesai jika salah satu dari pepadu mengeluarkan darah. Pemenangnya adalah pepadu yang tidak terluka.

6. Selama pertarungan berlangsung, pepadu akan diawasi oleh wasit atau disebut pekembar. Ada dua pekembar yang mengawasi jalannya pertarungan, yaitu pekembar sedi yang mengawasi jalannya pertarungan dari luar arena, dan pekembar tengah yang mengawasi jalannya Peresean di tengah arena.

7. Pepadu yang menang dan kalah akan mendapat hadiah yang merupakan penghargaan bagi keberanian mereka. Hadiah itu disebut peris.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com