Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Benteng Vastenburg, Awal Mula Permukiman Eropa di Solo

Kompas.com - 21/11/2023, 16:20 WIB
Yuharrani Aisyah,
Ni Nyoman Wira Widyanti

Tim Redaksi

SOLO, KOMPAS.com - Tembok Benteng Vastenburg di Solo, Jawa Tengah, terlihat masih berdiri kokoh, dengan pagar selalu tertutup. Tak sembarang orang dapat masuk.

Bagian dalam benteng saat ini rata dengan tanah, padahal dulunya ini merupakan tempat tinggal orang Eropa.

Walau tak bisa lagi menyaksikan bangunan khas Belanda di dalam benteng, Kompas.com masih bisa mengetahui kisah tentang Benteng Vastenburg.

Cerita itu Kompas.com dapatkan ketika menyusuri area Benteng Vastenburg sampai Loji Wetan bersama Soerakarta Walking Tour pada Minggu (12/11/2023) pukul 07.00 WIB.

Titik kumpul berada di halaman Benteng Vastenburg yang dibangun pada 1745.

Kala itu area benteng ramai karena sedang berlangsung Car Free Day (CFD). Peserta tur sekitar 20 orang melipir bersama dua pemandu dan satu kru dokumentasi ke depan gerbang benteng.

"Dulu di dalam benteng ini berdiri permukiman orang Eropa khususnya Belanda," ujar pemandu Soerakarta Walking Tour, Hasna Okta Mufida (24), mengawali cerita pagi itu.

Menurut Hasna, orang Belanda tinggal di dalam benteng demi menjaga keselamatan mereka terutama di kota yang pemerintah lokal atau kerajaannya kuat, seperti Solo, Yogyakarta, dan Semarang.

Seluruh kegiatan orang Eropa dilakukan di dalam benteng karena terdapat rumah dan fasilitas penunjangnya lengkap, sebut saja kantor pemerintah dan klinik kesehatan.

Baca juga:

Dinding tebal yang masih kokoh mengelilingi Benteng Vastenburg, Solo.KOMPAS.com/YUHARRANI AISYAH Dinding tebal yang masih kokoh mengelilingi Benteng Vastenburg, Solo.

Benteng ini letaknya terbilang strategis karena dekat dengan kampung orang China, kampung orang Arab, kampung orang Jawa, dan Keraton Surakarta.

"Jarak benteng ini dengan keraton itu satu tembakan meriam atau sekitar 400 hingga 600 meter," ucap Hasna.

Walau penasaran dengan bagian dalam benteng, kami hanya dapat melihat dari luar pagar. 

Kini, tinggal tembok tinggi kokoh mengelilingi benteng. 

Terlihat dengan jelas, tidak ada bangunan apa pun lagi di dalam benteng. Semua sudah rata dengan tanah. 

"Tembok benteng ini milik pemkot (Pemerintah Kota Surakarta) tetapi bagian dalamnya milik swasta," kata pemandu wisata lain, Fathan Yughadaru (23) menutup kisah Vastenburg sebelum lanjut ke lokasi selanjutnya.

Puas memandangi benteng yang fasadnya masih bertahan sampai sekarang, kami berjalan sekitar 500 meter melewati depan Pusat Grosir Solo dan Beteng Trade Center, dua pusat kulak baju di Solo.

Gedung Djoeang 45 dulu merupakan asrama anak Eropa lalu beralih fungsi menjadi barak tentara pada zaman penjajahan Belanda.KOMPAS.com/YUHARRANI AISYAH Gedung Djoeang 45 dulu merupakan asrama anak Eropa lalu beralih fungsi menjadi barak tentara pada zaman penjajahan Belanda.

Tujuan kedua ialah Gedung Djoeang 45. Kami hanya bisa melihat dari luar pagar karena saat itu belum masuk waktu operasionalnya.

Tampak gedung megah bergaya Eropa dengan banyak jendela yang rupanya sudah termakan usia, cat jendelanya mengelupas.

Namun, itu tidak membuat identitas bangunan Eropa ini surut. Tetap terlihat berdiri kokoh dengan tembok dominan warna putih.

"Bangunan ini dulunya asrama untuk anak-anak Eropa usia enam sampai 12 tahun. Muat 120 hingga 130 anak," penjelasan Hasna menghapus rasa penasaran saya akan banyaknya jendela di gedung ini.

Menurut Hasna, banyak orang Eropa yang tinggal di luar kota atau tempat dinasnya tidak di satu tempat. Tidak memungkinkan membawa serta anak mereka.

Baca juga:

Monumen Laskar Putri Indonesia Surakarta di dalam area Gedung Djoeang 45.KOMPAS.com/YUHARRANI AISYAH Monumen Laskar Putri Indonesia Surakarta di dalam area Gedung Djoeang 45.

Asrama anak ini beralih fungsi menjadi barak tentara Belanda pada akhir 1800-an. Alih fungsi ini sebagai penunjang kekuatan Benteng Vastenburg. 

Di area ini juga dikenal sebagai Cantinestraat, merujuk pada pedagang makanan di tempat ini yang berfungsi sebagai kantin untuk para tentara.

"Fasad gedung ini tidak banyak berubah hanya ada penambahan monumen Laskar Putri Indonesia Surakarta," terang Fathan sembari menunjukkan foto lawas gedung ini pada sekitar 1800-an.

Menurut Fathan, laskar itu berisi sekumpulan pemudi yang ikut berjuang melawan Belanda di Solo dan sekitarnya pada Oktober 1945.

Menambahkan dari laman Surakarta.go.id, monumen itu diresmikan pada 1 Maret 1989 oleh Prof. DR. Haryati Soebadio, menteri sosial semasa pemerintahan Soeharto.

Saat ini, gedung tersebut menjadi tempat makan beberapa kuliner, seperti gelato, boba, dan makanan barat lainnya. Tentunya dapat dikunjungi oleh publik.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com