KOMPAS.com - Siapa yang tidak kenal dengan Yogyakarta? Daerah ini memang punya banyak peninggalan sejarah.
Itu karena di Yogyakarta-lah, dulu pernah berdiri Kerajaan Mataram Islam pada abad ke-16, hingga Ngayogyakarta Hadiningrat pada 1755.
Peninggalan sejarah pun tidak hanya keraton. Di sebelah selatan Keraton Yogyakarta, terdapat gapura putih, yakni Plengkung Gading.
Baca juga: Sarkem Fest 2024 di Kota Yogyakarta Akan Digelar Dua Hari
Gapura ini berbentuk melengkung. Itulah kenapa bangunan ini disebut Plengkung Gading, karena plengkung adalah kata dalam bahasa Jawa yang dalam bahasa Indonesia mempunyai arti melengkung.
Lihat postingan ini di Instagram
Selanjutnya, nama “Gading” berasal dari warna gerbang yang berwarna putih atau gading. Jika disatukan, Plengkung Gading berarti gerbang melengkung berwarna putih.
Bangunan ini adalah salah satu dari gapura yang berfungsi sebagai pintu masuk ke bagian dalam benteng Keraton Jogja.
Baca juga: Stasiun Yogyakarta Direnovasi, Pintu Masuk Sisi Timur Digeser Sementara
Di antara kelima Plengkung yang menghubungkan dengan keraton, yang paling terkenal adalah Plengkung Gading dan Plengkung Tarunasura.
Kedua plengkung tersebut masih mempertahankan bentuk aslinya hingga sekarang dan sangat terkenal di masyarakat.
Adapun nama asli Plengkung Gading adalah Plengkung Nirbaya. Lokasinya berada di selatan Alun-alun Kidul Keraton Yogyakarta.
Bangunan ini digunakan sebagai pintu keluar jenazah sultan yang telah meninggal menuju Makam Raja di Imogiri.
Baca juga: Deretan Tempat Wisata Yogyakarta Nol Biaya, Mana Saja?
Kabarnya, sultan Yogyakarta yang masih hidup tidak diizinkan melewati plengkung di bagian selatan benteng tersebut.
Plengkung Gading ini direnovasi pada 1986. Meski begitu, bentuk bangunannya tetap dijaga seperti aslinya
Menurut Badan Pelestarian Cagar Budaya DIY, sebenarnya ada parit pertahanan selebar sepuluh meter dan kedalaman tiga meter di sekitar keraton.
Namun pada 1935, parit itu hilang dan kini menjadi jalan. Tidak diketahui dengan pasti kapan parit tersebut diubah menjadi jalan.
Setiap Plengkung dilengkapi dengan jembatan gantung yang berfungsi sebagai akses masuk ke dalam benteng melintasi parit. Jika ada ancaman musuh, jembatan akan ditarik ke atas sebagai pintu penutup Plengkung.