JAKARTA, KOMPAS.com - Jika melipir ke area Pekojan, Jakarta Barat, terdapat sebuah masjid bersejarah yang konon berdiri sejak 1760 Masehi. Namanya Masjid Jami' An Nawier Pekojan.
Alamatnya di Jalan Pekojan Raya Nomor 71, Kelurahan Pekojan, Kecamatan Tambora, Jakarta Barat.
Baca juga:
Beberapa waktu lalu Kompas.com bersama Suku Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Jakarta Barat melakukan tur wisata religi di Jakarta Barat, dan salah satu tempat yang disinggahi yaitu Masjid Jami' An Nawier Pekojan.
"Nama An-Nawier ini bermakna 'cahaya', para pendirinya berharap agar masjid ini dapat memberikan cahaya bagi umat islam di Nusantara, khususnya di kawasan Pekojan," kata pengurus masjid Jami' An Nawier Pekojan, Diki di lokasi, Sabtu (30/3/2024).
Mengutip buku "Masjid & Majelis Bersejarah di Jakarta Barat" karya Firman Haris, Kartum Setiawan, Agus Wirawan, dan Usman (2023) terbitan oleh Suku Dinas Kebudayaan Jakarta Barat, masjid ini dibangun di atas tanah wakaf seluas 1.983 meter kubik.
Sementara itu, luas bangunannya sekitar 1.500 meter kubik, dan dapat menampung sebanyak 2.500 jemaah. Hal ini menjadikan Masjid Jami' An Nawier Pekojan sebagai masjid bersejarah terbesar di Jakarta Barat.
Keberadaan Masjid Jami' An Nawier Pekojan menjadi bukti bahwa komunitas Arab merupakan salah satu komunitas terbesar di Batavia pada saat itu.
"Isi Kampung Pekojan umumnya dihuni oleh bangsa Koja (sebutan untuk keturunan India yang beragama Islam di Indonesia) dan bangsa keturunan Arab," kata Diki.
Sebagai informasi, Pekojan ialah sebutan untuk tempat orang-orang Koja.
Baca juga:
Menurut penjelasan Diki, pada zaman kolonial Belanda, seluruh etnis di Batavia harus ditempatkan di satu daerah dan tempatnya tidak boleh menyatu dengan etnis yang lain.
Pada 1844 komunitas Arab di Pekojan begitu besar sehingga pemerintah Belanda mengharuskan adanya seorang pemimpin yang dikenal dengan sebutan kapitan.
Adapun kapitan bangsa Arab pertama di Pekojan yaitu Syekh Said bin Naum, ia menjabat sejak 1844 sampai 1864.
Mengingat daerah Pekojan didominasi oleh kalangan muslim, tentu dibutuhkan tempat ibadah. Maka dari itu dibangunlah Masjid Jami' An Nawier Pekojan.
Namun, seiring berjalannya waktu, komunitas Arab di Pekojan semakin menjadi minoritas, diperkirakan penyebabnya karena terjadi masalah pecah waris.
"Mungkin rasa kekeluargaannya kurang, mereka merasa ingin membagi warisan orang tua. Jadi mereka menjual rumah dan membagi uang warisan tersebut," kata Diki.
Ia menambahkan, belum lagi jika terjadi pertikaian ketika pembagian warisan yang semakin mendukung pecahnya silaturahmi keluarga bangsa Arab di tempat itu.
Baca juga: Mengenal Masjid Jami Luar Batang, Wisata Religi Sarat Sejarah di Jakarta Utara
View this post on Instagram
Masjid Jami' An Nawier Pekojan dibangun dengan perpaduan empat gaya arsitektur, di antaranya gaya Timur Tengah, China, Jawa, dan Eropa.
Konsep khas Timur Tengah bisa dilihat dari masjid yang tidak punya kubah layaknya masjid di Timur Tengah.
Konsep khas China bisa dilihat dari bentuk pintu masjid, kemudian konsep khas Jawa dapat dilihat dari bentuk daun jendela. Sementara itu, bentuk mihrab diadaptasi dari gaya Eropa dan Timur Tengah.
Setiap bagian masjid di sini punya makna tersendiri, seperti tiang di ruang serambi berjumlah 17 yang melambangkan jumlah rakaat salat lima waktu.
Kemudian terdapat 33 pilar di dalam masjid yang bermakna jumlah bacaan tasbih, tahmid, dan takbir.
Lima pintu masjid dari arah barat ke timur melambangkan rukun Islam, sedangkan enam jendela di bagian selatan melambangkan rukun iman.
Baca juga: 9 Desa Wisata Religi di Indonesia untuk Isi Libur Lebaran
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.View this post on Instagram