Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Surabi, Membuat Lidah Bergoyang

Kompas.com - 12/04/2014, 10:11 WIB
"WAKTU itu aku sebenarnya bingung, mau jual makanan apa. Tempat sudah ada, tetapi aku belum punya ide," kata Noverio (25), pemilik restoran Soerabi Bandung Kebayoran yang berlokasi di Jalan KH Ahmad Dahlan, Jakarta Selatan, Rabu (2/4/2014) malam.

Dalam kebingungan itu Rio, panggilannya, berkeliling Jakarta mencari ide. Kebetulan dia pernah mencicipi surabi di warung dekat rumahnya di Jakarta. Rasa gurih dan tampilan surabi membuat dia mencari tahu apakah di Jakarta sudah ada yang menjual surabi.

Dari informasi yang dia peroleh, belum ada penjual surabi yang dikenal sebagai makanan khas Bandung itu. Tanpa perlu melihat surabi di Bandung, Rio memutuskan membuka restoran surabi pada 2011.

Awalnya ia berkongsi dengan pihak lain. Belakangan kerja sama ini berakhir. Ia memakai label HNH, singkatan nama ibu, dia, dan sang ayah, Hani-Noverio-Heryanto. Lucunya, Rio baru mencoba surabi di Bandung setelah usahanya berjalan.

”Aku mencoba aneka surabi di sejumlah tempat di Bandung supaya tahu seperti apa rasanya, he-he-he,” kata Rio yang mengaku bantuan staf dan orangtua membuat surabi di restorannya disukai konsumen. ”Saya belajar dari pegawai yang berasal dari Bandung.”

Sejak dibuka, restoran dua lantai ini relatif ramai konsumen. Apalagi di lokasi itu ada sekolah dan kampus. Di sepanjang Jalan KH Ahmad Dahlan juga banyak restoran dengan berbagai jenis hidangan.

Dapur di depan

Meski Rio menyediakan berbagai makanan, seperti nasi bakar dan sate domba, surabi yang menjadi ikonnya. Untuk menarik konsumen, dia membuat dapur surabi di bagian depan restoran lengkap dengan perapian tempat memanggang surabi dengan arang menyala.

”Biaya memasak surabi dengan arang memang agak mahal, tetapi memberi aroma berbeda dibanding jika dimasak dengan gas,” kata Rio yang juga membuka cabang di kawasan Pamulang, Tangerang Selatan, dan di kantor Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Jalan Sudirman, Jakarta.

Lokasi dan suasana restoran berimplikasi pada harga makanan. Dibandingkan dengan surabi warungan, harga surabi di HNH lebih mahal. Kalau harga surabi warungan Rp 7.000-Rp 15.000, di tempat Rio bisa Rp 8.000-Rp 20.000 per buah, tergantung dari isi dan topping-nya.

Kaum muda yang datang ke restoran tak melulu mau makan surabi. Andi, siswa SMA Lab School Kebayoran, misalnya, menjadikan surabi sebagai makanan penutup.

”Kurang nendang di perut saya kalau enggak makan nasi dulu,” tutur dia sambil mengunyah surabi rasa cokelat dan keju.

Ramai

Di Jakarta dan sekitarnya, penjual surabi ada di sejumlah tempat. Salah satunya adalah Surabi Habibi di Jalan Mencong Raya, Ciledug, Kota Tangerang. Warung itu setiap sore sampai malam ramai pembeli. Papan nama Surabi Habibi terpampang besar di depan warung. Papan nama itu menarik mata pengguna jalan yang melintas.

KOMPAS/SOELASTRI SOEKIRNO Surabi
Tak heran walau tempatnya kecil dan orang relatif sulit mendapat tempat parkir, konsumen tak kecewa jika mencicipi produknya. Surabi aneka rasa, mulai rasa asli dengan kuah kinca (gula aren), cokelat durian dan keju atau telur, sampai oncom plus campuran mayones dan cabai yang agak pedas pun ada.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com