Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Munggahan" Tumbuhkan Pariwisata

Kompas.com - 17/06/2015, 16:17 WIB
BANDUNG, KOMPAS - Sejumlah obyek wisata di berbagai daerah di Jawa Barat diserbu pengunjung yang menggelar tradisi munggahan, yakni makan-makan pada siang hari menjelang bulan puasa. Tradisi itu biasanya berlangsung sejak seminggu sebelum puasa hingga sehari sebelum puasa, yang dilaksanakan secara berkelompok, baik keluarga, teman, maupun kerabat.

Obyek wisata Situ Gede, Kota Tasikmalaya, misalnya, Selasa (16/6/2015), dikunjungi ratusan orang. Mereka datang terutama untuk makan bersama, sehingga warung-warung makan menjadi ramai. ”Pada masa munggahan ini pendapatan warung makan dan perahu pesiar bisa 2-3 kali lipat dari hari Sabtu-Minggu,” ujar Mansur (55), pemilik perahu di Situ Gede.

Hal senada disampaikan kuncen Situ Gede, Herman, yang juga mengemudikan perahu. Jika pada Sabtu dan Minggu satu perahu rata-rata menghasilkan Rp 300.000, pada musim munggahan ini bisa mencapai Rp 600.000 hingga Rp 900.000. Selain juru parkir, puluhan warung makan yang menjajakan ikan bakar khas Situ Gede, kebanjiran rezeki.

Situ Gede merupakan wisata alam danau yang terletak 5 kilometer dari pusat Kota Tasikmalaya. Selain memiliki panorama alam, danau seluas 47 hektar ini memiliki jogging track mengelilingi danau. Namun, debit air danau ini tidak terjaga karena mengandalkan musim hujan.

”Kalau irigasi kering seperti pada kemarau ini, debit air Situ Gede juga berkurang. Padahal kalau Sungai Cikunir dari Gunung Galunggung dibendung dan airnya dialirkan ke Situ Gede, danau ini akan menjadi obyek wisata air potensial,” ucap Herman.

Sementara itu Pemerintah Kabupaten Ciamis, tetangga Tasikmalaya, memanfaatkan keramaian munggahan itu dengan memperkuat tradisi ritual ngikis di situs dan obyek wisata Karangkamulyan, yang terletak 15 kilometer timur Kota Ciamis.

”Sebenarnya tradisi ngikis biasa dilaksanakan Senin atau Kamis terakhir menjelang bulan puasa. Namun kali ini digelar bersamaan dengan pertunjukan kesenian tradisional dari seluruh Jawa Barat,” ujar Ketua Panitia ngikis Karangkamulyan, Sodikin (45).

Kepala Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Kabupaten Ciamis, Yusuf SA, menyatakan, atraksi wisata tradisional itu semuanya diserahkan kepada pemangku adat setempat. Pemerintah daerah hanya memfasilitasi, dan masyarakatlah yang harus aktif sehingga memunculkan perguliran ekonomi lokal.

Gali potensi

Setelah dimekarkan menjadi Kabupaten Ciamis dan Pangandaran, dua tahun lalu, Ciamis sebagai kabupaten induk kehilangan 80 persen pendapatan asli daerah (PAD) Rp 5 miliar-Rp 6 miliar dari pariwisata. Selain tidak lagi memiliki pantai, Ciamis kini harus menggali potensi wisata yang selama ini tidak dikembangkan, karena dulu terfokus ke pantai wisata internasional, Pangandaran.

”Orientasi kami sekarang harus berubah, tidak lagi mengandalkan wisata alam, tapi ekonomi kreatif yang sebetulnya telah tumbuh di masyarakat. Perkuatan tradisi ngikis ini adalah salah satunya,” kata Yusuf SA.

Potensi lain yang selama ini belum tergali adalah arung jeram di Sungai Citanduy, sungai sepanjang 150 kilometer yang bermuara di Laguna Segara Anakan. Arung jeram itu bisa berakhir di Karangkamulyan, karena situs ini terletak di pertemuan Sungai Citanduy-Cimuntur. (dmu)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com