Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kemenpar Dukung Bila KLHK Ingin Kembangkan Ekowisata

Kompas.com - 30/09/2017, 13:16 WIB
Wahyu Adityo Prodjo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Pariwisata siap menjadi leading sector bila Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan ingin mengembangkan ekowisata desa-desa penyangga di daerah pinggiran atau di dalam kawasan konservasi.

Hal itu ditegaskan oleh Menteri Pariwisata Arief Yahya menanggapi keinginan sinergi lintas kementerian untuk mengembangkan ekowisata berbasis masyarakat di daerah-daerah konservasi.

(BACA: Ekowisata Tangkahan Raup Pendapatan Rp 12 Miliar Per Tahun)

"Kami dengan senang hati (sinergi). Kami sudah punya (kerja sama) dari Kementerian Desa. Itu saya total bulatkan sudah ada 2.000 desa interseksi (yang akan dikembangkan) antara Kementerian Desa dan Kementerian Pariwisata. Saya harapkan ini 2.000 ini masuk juga di KLHK. Kalau gotong royong ini sangat bagus. Kemenpar menyatakan diri menjadi leading sector kalau mau bangun desa wisata," kata Arief saat berbincang dengan KompasTravel di sela-sela Rapat Koordinasi Nasional ke-3 di Jakarta, Rabu (27/2017).

(BACA: Desa Wisata Edelweis Tengah Disiapkan di Kawasan Gunung Bromo)

Ia mengatakan kementerian-kementerian lain yang ingin mengembangkan ekowisata tak perlu bekerja dua kali. Menurutnya, Kementerian Pariwisata sudah melakukan penilaian terhadap desa-desa yang bisa dikembangkan.

Ekowisata Mangrove Blok Bedul di Banyuwangi, Jawa Timur.
KOMPAS.COM/I MADE ASDHIANA Ekowisata Mangrove Blok Bedul di Banyuwangi, Jawa Timur.
"Kita sudah babak belur di pariwisata, tinggal kopi (rencana) saja. Juga demikian di KLHK. Juga sebaliknya kita tak urus menajemen desa. Sekali Kemenpar sudah bilang leading sector-nya akan mudah karena semua (kementerian) harus mendukung ke situ. Kita sudah buat tim posko malah antara tim Kemendes dan Kemenpar. Rekan-rekan KLHK dan BKSDA silakan gabung. Kalau plotnya (desa) bareng akan lebih sempurna dan terinterseksi. Sinergi itu bagus banget," jelasnya.

(BACA: Mantehage, Destinasi Ekowisata di Dekat Manado)

Menpar mencontohkan di sektor infrastruktur akan dimudahkan dengan pembangunan jalan desa yang mendukung ke destinasi wisata. Menurutnya, saat ini kelemahan Indonesia adalah membangun jalan tanpa ada leading sector-nya.

"Nanti akan konfirm bahwa pariwisata itu leading sector-nya. Buat teman-teman KLHK, saya ingatkan juga bahwa pariwisata adalah industri yang paling ramah lingkungan. Kita harus relatif dengan industri lain," katanya.

(BACA: Apa Istimewanya Wisata ke Taman Nasional Sebangau? Ini Panduan Lengkapnya...)

Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (Dirjen KSDAE) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Wiratno mengatakan pengembangan ekowisata berbasis masyarakat akan disinergikan lintas kementerian.

Orangutan di Taman Nasional Tanjung Puting, Kalimantan Tengah.BARRY KUSUMA Orangutan di Taman Nasional Tanjung Puting, Kalimantan Tengah.
KLHK akan bersinergi dengan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi; Kementerian Komunikasi dan Informatika; Kementerian Dalam Negeri; dan Kementerian Pariwisata.

"Dengan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, itu kita ingin program dana desa itu bisa disinergikan mendukung kegiatan interaksi desa dengan kawasan konservasi. Kan sekarang belum ya," kata Wiratno saat ditemui di sela-sela acara Rapat Koordinasi Teknis (Rakornis) Bidang KSDAE di Jakarta, Rabu (27/9/2017).

Dengan Kementerian Pariwisata, Wiratno mengatakan akan bekerja sama terkait penetapan pengembangan ekowisata. Ia menyebut akan berkoordinasi tentang penyelesaian masalah-masalah sampah dan vandalisme akibat pariwisata massal.

"Kami punya program dengan Kementerian Pariwisata. Kami juga ingin mempertanyakan dan memprioritaskan masyarakat dapat apa. Tetap itu posisi (ekowisata berbasis) masyarakat dan pembangunan itu buat masyarakat. Saya kira tahun 2018 itu ingin contoh di mana desa yang bisa dikembangkan," ujarnya.

Desa wisata Tangkeno, di Kecamatan Kabaena Tengah, Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara dijuluki Negeri di Awan karena berada di ketinggian 700 mdpl.KOMPAS.COM/I MADE ASDHIANA Desa wisata Tangkeno, di Kecamatan Kabaena Tengah, Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara dijuluki Negeri di Awan karena berada di ketinggian 700 mdpl.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mendorong Cara Baru Kelola Kawasan Konservasi dengan pelibatan kurang lebih 5.680 desa yang berada di pinggir atau di dalam kawasan konservasi.

Masyarakat diposisikan sebagai subyek atau pelaku utama dalam berbagai model pengelolaan kawasan, pengembangan daerah penyangga melalui ekowisata, penjagaan kawasan, pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK), jasa lingkungan, patroli kawasan, restoran kawasan, pengendalian kebakaran, budidaya, dan penangkaran satwa.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com