KOMPAS.com - Seorang bule asal Australia nekat memanjat pohon beringin yang disakralkan di Pura Dalem Prajapati Banjar Dadakan, Desa Adat Kelaci Kelod, Desa Abiantuwung, Kecamatan Kediri, Kabupaten Tabanan, Bali, pada Sabtu (11/06/2022).
Orang yang bersangkutan diduga memiliki hobi memanjat pohon. Menurut pengakuannya, ia tidak mengetahui jika kawasan tersebut adalah area sakral bagi umat Hindu.
Namun menurut keterangan, warga yang memergoki aksi bule bernama Samuel itu sudah memintanya turun, tetapi diabaikan.
Baca juga: WNA Australia Disanksi Usai Naik Pohon Sakral di Bali, Polisi: Dia Punya Hobi Memanjat
Setelah dilaporkan ke Babinkamtibmas, Samuel diimbau aparat dan dibawa ke Polsek kediri untuk diperiksa.
Belakangan, ia meminta maaf dan menyesali perbuatannya kepada pihak Desa Adat. Lalu, dikenakan sanksi Rp 500.000 untuk membayar upacara guru piduka, dan saat ini sedang menunggu tindak lanjut dari imigrasi.
Baca juga: 10 Fakta WNA Berpose Telanjang di Bali, demi Konten dan Kena Deportasi
Adapun kejadian tersebut bukanlah kali pertama yang terjadi di Bali. Sebelumnya, sempat ramai kasus turis perempuan asal Rusia yang bugil di pohon keramat demi konten, dan masih banyak lagi.
Mengapa kejadian serupa masih terus berulang?
Sosiolog UGM Sunyoto Usman menjelaskan, ada beberapa hal yang mungkin mendasari perbuatan tidak senonoh sejumlah warga negara asing (WNA) yang banyak berkunjung ke Bali:
Pertama, karena motivasi dorongan untuk membuat konten demi kebutuhan komersial, sehingga harus menunjukkan keunikan atau sensasi.
"Motivasinya dorongan buat konten, jadi komersialisasi konten. Karena komersial, perlu menonjolkan keunikan dan sensasi. Itu kan ciri konten yang (biasanya) laku," ujar Sunyoto saat dihubungi Kompas.com, Senin.
Kedua, menurutnya, sikap tidak senonoh salah satunya seperti bule yang bugil muncul karena adanya kecenderungan kebebasan pergaulan dan pakaian di destinasi wisata.
Baca juga: Video Viral Turis Berpose Telanjang di Pohon Keramat, Kadispar Bali: Akan Ditindak Tegas
Meski hal ini tidak dibenarkan, ia menilai bahwa seringkali para turis asing tidak menyadari tempat-tempat yang seharusnya boleh dan tidak boleh.
"Sudah lama bugil itu, kan di pantai juga setengah bugil. Jadi destinasi wisata punya karakteristik kebebasan pergaulan dan pakaian. Disebutnya itu sudah sejak dulu 3S Sun, Sex, Sea, (Seharusnya Sun, Sea, Sand) banyak diwarnai itu di sana," jelas dia.
Alasan terakhir, ia mengatakan bahwa kemungkinan karena ketidaktahuan para turis asing terhadap batas-batas pemisah antara area yang sakral dan tidak sakral. Atau sekalipun tahu, mereka tidak menyadari atau memperhatikan dengan detail.
"Sakral di Bali itu titik suci. Nah, disucikan oleh masyarakat, bisa pohon, mata air, dan lainnya. Inilah yang kemudian tidak dibuat pemisahan antara sakral dan tidak sakral. Nah seperti itu bagi orang-orang asing tidak memperhatikan," tutur Sunyoto.