Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kadispar Bali Minta Spa Tidak Dimasukkan Kategori Hiburan

Kompas.com - 22/01/2024, 20:46 WIB
Krisda Tiofani,
Silvita Agmasari

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Dinas Pariwisata Bali Tjok Bagus Pemayun menyampaikan keluhan pelaku usaha masyarakat di Bali terkait kenaikan pajak hiburan.

"Teman-teman di daerah keberatan spa dinyatakan sebagai hiburan karena definisi spa sudah masuk Undang-undang (UU) Nomor 10 Tahun 2009," kata Tjok saat bergabung online dalam Weekly Brief with Sandiuno, Senin (22/1/2024).

Sebab, menurut dia, spa ditujukan sebagai kegiatan yang mengembalikan kebugaran, seperti tercantum dalam Peraturan Daerah Bali Nomor 5 Tahun 2020.

Tjok mengatakan, pelaku usaha spa di Bali juga sudah mengtahui adanya perkembangan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri No. 900.1.13.1/403/SJ terkait keringan pajak hibdari pemerintah daerah.

Sementara itu, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Uno, menyampaikan bahwa spa bukanlah hiburan.

"Spa ini masuk ke dalam Wellness and Health Tourism yang sedang kita kembangkan," ujar Sandiaga.

Sebelumnya, Tjok menyampaikan, bila spa dikategorikan sebagai hiburan, maka pelaku usaha spa bisa dibilang penghibur.

"(Kalau) dikategorikan sebagai usaha hiburan juga mempengaruhi persepsi publik terhadap bisnis spa, " kata Tjok, dikutip dari berita Kompas.com, Kamis (11/1/2024).

Baca juga:

Pajak spa yang tinggi

Ilustrasi perawatan wajah.Dok. Unsplash/engin akyurt Ilustrasi perawatan wajah.

Ni Luh Putu Ary Pertami Djelantik, Founder Niluh Djelantik dan Aktivis sosial asal Bali, juga menyampaikan keberatannya akan naiknya pajak hiburan spa.

"Spa itu kalau misalnya kita massage dengan pekerja pariwisata di jalanan Seminyak, Legian, dan Kuta itu tarifnya hanya Rp 150.000," ujar Ni Luh.

Menurutnya, bila ditetapkan pajak sebesar 40-75 persen untuk spa, tarif ini sangat memberatkan masyarakat.

Ia menambahkan, spa dan hiburan tertentu yang dikenakan kenaikan pajak, justru akan membuat wisatawan beralih ke luar negeri.

"Otomatis mereka akan mengalihkan uang yang mereka mampu ke negara lain, contohnya Thailand," tambahnya.

Baca juga:

 
 
 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

A post shared by Kompas Travel (@kompas.travel)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com