KEBUMEN, KOMPAS.com – Bersama dengan tim Merapah Trans-Jawa 2024, jurnalis Travel Kompas.com berkesempatan menjelajah berbagai kota di jalur selatan Jawa dari Jakarta sampai Banyuwangi.
Kali ini tim sudah sampai di Kebumen, Jawa Tengah. Di mana kami akan melepas penyu dan juga melakukan penanaman cemara laut di Konservasi Penyu Kali Ratu, Desa Jogosimo, Kecamatan Lirong, Kebumen, Jawa Tengah.
Di tempat konservasi ini, pengunjung bisa menyentuh dan berinteraksi langsung dengan penyu. Menurut Edia Setia Tamtama selaku Konservator Penyu Kali Ratu, aktivitas menyentuh penyu ini dilakukan untuk mengedukasi masyarakat secara langsung.
“Karena karakter masyarakat Indonesia itu kalau tidak melihat secara langsung, itu tidak puas,” ujar Edia saat ditemui Kompas.com, belum lama ini di Konservasi Penyu Kali Ratu, Desa Jogosimo, Kecamatan Lirong, Kebumen, Jawa Tengah.
Namun, Edia menegaskan bahwa menyentuh penyu ada aturannya, yakni harus melepas alas kaki, mencuci tangan sebelum masuk, tidak memberi makan penyu, serta tidak mengangkat tubuh penyu.
“Diizinkan hanya untuk menyentuh, tidak mengangkat,” kata Edia.
Konservasi Penyu Kali Ratu ini awalnya dibuat untuk mengatasi gangguan perkembangbiakan penyu karena ulah manusia. Untuk itu, Edia membuat konservasi ini demi memberikan edukasi pentingnya keberlangsungan hidup penyu untuk kelestarian alam.
“Terutama nelayan, wisatawan dan kemudian kepada anak-anak TK. Karena 20 tahun lagi mereka akan beraktifitas penuh dalam kehidupan laut kita,” katanya.
Kala itu, telur penyu dikonsumsi karena kurangnya produksi telur ayam nasional. Kini, setelah adanya edukasi dan juga undang-undang, Edia mengaku, masyarakat sudah tak lagi mengonsumsi olahan dan juga telur penyu.
“Mereka jawab sudah enggak boleh, karena itu melanggar undang-undang,” ujarnya.
Terlebih, mengkonsumsi daging dan telur penyu disebut berbahaya. Pasalnya, penyu diketahui bermigrasi sejauh 4.000 mill setiap tahun.
Dalam perjalanan migrasinya, penyu mengonsumsi banyak polutan seperti logam berat, logam beracun dan plastik.
“Yang pada masanya nanti akan jadi bumerang untuk yang mengkonsumsi penyu dan telurnya.” katanya.
Untuk kamu yang ingin berkunjung dan melihat langsung aktivitas penyu, Edia mengaku membuka konservasi ini untuk semua kalangan.
Hanya saja, sejauh ini mereka yang berkunjung adalah wisatawan yang memiliki minat khusus.
“Jadi yang ke sini sekolah untuk edukasi. pada jam-jam pelajaran sekolah aktif. Untuk penelitian umum, kami full selalu ada,” ujarnya.
Edia menambahkan, hal ini justru membuat nyaman penyu.
“Itulah kenapa penyu merasa nyaman karena minimnya aktivitas manusia,” kata Edia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.