Hampir semua warga Pulau Adonara, Flores Timur, dan warga Lembata, Nusa Tenggara Timur (NTT), paham mengenai pantai itu. Pasalnya, di tepi pantai dibangun belasan pondok berbentuk kerucut beratapkan ilalang dengan tempat duduk melingkar.
Setiap kapal motor yang melintas dari Lewoleba (Lembata) ke Waiwerang (Adonara), atau Larantuka (Flores), atau sebaliknya, pasti menyaksikan keindahan pantai pasir putih ini. Sekitar 12 rumah kerucut bertengger di atas setiap tumpukan batu karang. Batu batu karang itu berbentuk perahu dan sebagian mirip bunga.
Ketika matahari menyinari pantai itu, tampak hamparan pasir putih memecahkan sinar berkilau, dipadu kebeningan air laut di tepi pantai. Air laut meliuk mirip cermin. Dasar pantai yang menyimpan batu-batu berwarna biru dan hijau itu menyempurnakan pemandangan dan semakin memesona pengunjung.
Masih asli
Pantai Nerewatutena masih asli belum tercemar. Hanya sebuah sumur yang digali persis di bibir pantai tampak dipenuhi sampah pengunjung berupa botol bekas air mineral dan minuman kaleng.
Di situ terdapat sebuah pelataran berukuran sekitar 50 meter x 50 meter persegi. Bagian depan pelataran dibangun panggung yang dicor. Di situ sering digelar sejumlah pentas musik, arisan kelompok, pesta ulang tahun masyarakat, kegiatan tamasya siswa sekolah, dan pertemuan kaum muda Katolik dari sejumlah paroki di Adonara.
Rimbunan pohon yang menjulur sampai ke bibir pantai seakan menjamah ombak pantai yang tengah memecah di pelataran batu karang. Keanekaragaman pohon dengan ciri khas tersendiri itu semakin memadukan keserasian pantai itu.
Ketua Pariwisata Nerewatutena, Desa Bedalewun, Paulus Karolus Ge, di Desa Bedalewun, Kamis (25/7/2013), mengatakan, pantai ini mulai ramai dikunjungi pada 1997. Setiap hari terdapat 20-50 pengunjung. Kebanyakan kaum muda.
Tarif masuk pantai ini Rp 5.000 per orang dan Rp 50.000-Rp 500.000 per kelompok, tergantung jumlah. Pemberlakuan karcis hanya hari Minggu, Sabtu, dan hari-hari libur. Di luar hari-hari itu, pengunjung tidak dipungut sama sekali karena tidak ada petugas jaga di pintu masuk pantai.
Sayangnya, deretan pantai pasir putih sepanjang hampir 5 kilometer itu tidak dilengkapi kamar kecil dan air bersih. Akses menuju pantai sepanjang 4 kilometer dari ruas jalan utama, jalur Ile Boleng-Tobilota (40 kilometer), itu pun dibangun secara swadaya oleh masyarakat Desa Bedalewun.
Gotong royong
Ketika Kompas mengunjungi pantai itu tampak sekitar 100 warga Dusun I, Desa Bedalewun, Kecamatan Ile Boleng, Flores Timur, sedang bergotong royong membangun jalan itu. Kaum wanita mencari batu di tepi jalan, lalu menimbun di badan jalan, sementara kaum pria mencampur semen, pasir, dan batu kerikil lalu mengecor jalan itu.
Menurut Karolus, jalan sepanjang 4 kilometer ini dikerjakan secara swadaya oleh tiga dusun. Dusun I mengerjakan setiap hari Kamis, Dusun II hari Jumat, dan Dusun III setiap hari Sabtu. Masing-masing dusun beranggotakan 100-120 warga. Setiap dusun mengerjakan jalan 100 meter per pekan.
Mereka membawa bekal sendiri dari rumah. Bekal berupa pisang, ubi rebus, nasi, ikan, dan daging ayam itu digabungkan untuk dimakan bersama-sama.