Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cirebon, Pelarian Baru bagi Warga Jakarta

Kompas.com - 08/01/2016, 10:16 WIB
JENUH dengan kehidupan riuh kota Jakarta? Sesekali Anda bisa mencoba melarikan diri ke Cirebon. Dalam satu hari, banyak hal bisa dijelajahi. Ingin wisata sejarah, wisata budaya, hingga kuliner yang memanjakan lidah, semua tersedia di sana.

Cirebon menawarkan ”pelarian” baru bagi warga Jakarta ketika kawasan Bandung, Puncak, dan Bogor tidak lagi menarik didatangi untuk melewatkan akhir pekan.

Akses yang sudah begitu padat menuju kawasan tersebut membuat Anda harus berlelah-lelah menembus kemacetan. Belum lagi kepadatan pengunjung di tempat tujuan membuat liburan menjadi kurang nyaman.

Jika Anda mencari tempat yang relatif masih belum terlalu padat, Cirebon bisa menjadi pilihan. Kota di pesisir utara perbatasan Jawa Barat-Jawa Tengah ini juga mudah diakses menggunakan kereta api. Jadi tidak perlu berlama-lama macet di tol jika ingin ke sana.

Produk kebudayaan masa lalu mudah ditemukan di Cirebon mengingat kota tersebut merupakan kota pelabuhan yang pernah berjaya pada abad ke-15. Namun tentu saja, jejak kebudayaan Islam yang paling mudah dijumpai di kota ini.

Jejak Islam identik dengan Sunan Gunung Jati. Sunan yang memiliki nama asli Syarif Hidayatullah ini merupakan satu dari walisongo yang menyebarkan Islam di tanah Cirebon.

Sebelum Gunung Jati menyebarkan Islam di sana, Cirebon merupakan salah satu wilayah milik Kerajaan Pajajaran yang berpusat di Bogor, Jawa Barat.

Anak Prabu Siliwangi, penguasa Pajajaran, yakni Sri Mangana Cakrabuana, ingin menyebarkan Islam, lepas dari kerajaan Hindu ayahnya. Maka, Cakrabuana membabat hutan di wilayah Caruban yang kini dikenal sebagai Cirebon.

Syarif Hidayatullah tidak lain adalah keponakan Cakrabuana yang kemudian menikah dengan putri Cakrabuana bernama Ratu Ayu Pangkuwati. Setelah Cakrabuana meninggal, Syarif Hidayatullah memimpin wilayah Caruban dengan gelar Sunan Gunung Jati (1478-1568).

Maka tidak heran jika segala hal selalu dikaitkan dengan Sunan Gunung Jati, salah satu dari sembilan wali yang menyebarkan Islam di tanah Cirebon. Docang misalnya. Masakan tradisional khas Cirebon ini konon merupakan masakan olahan sang wali.

KOMPAS/ABDULLAH FIKRI ASHRI Pengunjung berpose di tengah taman sari Gua Sunyaragi di Cirebon, Jawa Barat, Rabu (30/12/2015). Kawasan yang dibangun sekitar 500 tahun silam tersebut menjadi salah satu tempat perayaan pergantian tahun 2015.
Melalui docang, wali mengajarkan agar masyarakat tidak mudah membuang makanan. Docang ini bermula ketika Sunan Gunung Jati melihat banyak warga begitu mudah membuang makanan, salah satunya adalah makanan sisa syukuran sang wali. Agar tidak sia-sia, sunan pun mengolah kembali sisa makanan yang belum tersentuh itu menjadi masakan baru.

Dengan campuran bumbu santan dan tempe oncom, docang menjadi makanan yang rasanya unik di lidah. Bumbu docang ini diguyurkan pada sayuran berupa daun singkong dan taoge. Ada juga parutan kelapa muda yang dicampurkan pada bumbu.

Di Cirebon masih banyak ditemukan para penjual docang meski jenis masakan yang dijual ini tidak sebanyak empal gentong. Di warung depan stasiun besar Kejaksaan, docang dijual sejak pukul 02.00.

Setelah mencicipi docang, perjalanan menjelajahi Cirebon bisa dilanjutkan untuk mengunjungi kampung batik trusmi.

Kampung pembatik yang kini semakin menggeliat kegiatan ekonominya ini berada di daerah Plered, sekitar 4 kilometer di sebelah barat kota Cirebon.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com