Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Si Hitam yang Menyegarkan Saat Berbuka Puasa...

Salah satu pembuat cincau hitam adalah Sumarni (63), warga Dusun Jetak, Desa Tanjung Sari Kabupaten Magetan, Jawa Timur. Produksi janggelannya bahkan melanglang hingga ke Klaten dan Yogyakarta Jawa Tengah.

Tahap pertama pembuatan janggelan adalah memotong bahan baku janggelan (tanaman sejenis rumput) yang telah dikeringkan sepanjang kurang lebih 15 cm.

Tanaman janggelan dicampur dengan air dan direbus untuk diambil sarinya yang berwarna hitam.

Di tungku kedua, cairan janggelan kembali dimasak di dalam bejana yang lebih kecil dengan suhu yang lebih tinggi. Dari tungku kedua bahan janggelan yang sudah masak akan dipindah ke tungku ketiga dengan alat pemanas cairan janggelan seperti drum sebanyak 3 buah.

Di tungku ketiga, bahan janggelan akan di-mixer dengan mencampurkan tepung terigu sambil terus dipanasi hingga suhu mencapai 100 derajat celcius.

Setelah dipastikan bahan tercampur, cairan janggelan akan dicetak ke dalam ember seukuran 23 kilogram atau ember kecil dengan ukuran 10 kilogram.

Padahal hari biasa pabriknya memproduksi janggelan 3 hari sekali dengan bahan baku sebanyak 50 kilogram.

Dalam sehari, produksi janggelan di bulan puasa akan menghasilkan 400 ember janggelan untuk memenuhi permintaan pasar dari Magetan, Ponorogo, Madiun, Ngawi, Solo, Yogyakarta hingga Kabupaten Klaten.

Kompas.com mencoba melongok pabrik pembuatan janggelan milik Sumarni. Lagu langgam campur sari sayup terdengar dari pabrik janggelan yang terbuat dari anyaman bambu dengan luas kurang lebih 20 X 10 meter pada Rabu (22/5/2019) siang.

Sejumlah pekerja terlihat sibuk di 3 tungku yang digunakan memasak janggelan. Asap mengepul dari 3 bejana besar yang digunakan untuk memanaskan cairan janggelan.

Supardi, salah satu pekerja dengan cekatan menggantikan ember yang penuh dengan ember lainnya. Ember yang telah penuh dengan cairan janggelan (cincau berwarna hitam) dipindah ke tengah ruangan untuk didinginkan.

Supardi mengaku sudah 3 tahun terakhir bekerja sebagai pembuat janggelan di pabrik milik Sumarni. Selama memasuki bulan Ramadhan permintaan akan janggelan dipastikan meningkat drastis.

Pabrik janggelan milik Sumarni pada hari biasa mempekejakan 4 orang, namun memasuki bulan puasa akan menambah pekerja hingga 2 kali lipat. “Subuh itu sudah mulai manasin di tunggu pertama, selesainya kadang tengah malam,” ujarnya Rabu (22/5/2019).

Sumarni merintis usaha janggelan di Magetan sejak tahun 2001. Sebelumnya Sumari hanya memasok kebutuhan bahan baku pembuatan janggelan ke Palembang.

“Dulu satu rumah warga punya berton-ton janggelan kering, sekarang sudah nggak ada yang mau nanam, karena harga janggelan sempat murah. Dulu janggelan kering hanya Rp 2.500,” katanya.

Karena tak ada lagi warga Magetan yang menanam tanaman janggelan, Sumarni terpaksa mendatangkan janggelan dari Kabupaten Pacitan, Ponorogo, Wonogiri hingga Kota Trenggalek.

Kelangkaan bahan baku membuat harga bahan baku janggelan melonjak tajam. “Satu kilo sekarang Rp 45.000. Itu pun barangnya susah dicari,” keluhnya.

Untuk menyiasati hal tersebut, Sumarni mengaku akan mencoba memproduksi agar agar dari rumput laut. “Kita mau mencoba untuk membuat agar agar dari rumput laut selain memproduksi janggelan,” katanya.

Serat Tinggi hingga Sajian Menggiurkan Saat Berbuka

Janggelan yang telah menjadi beku banyak diburu masyarakat di bulan Ramadhan untuk campuran membuat minuman berbuka puasa.

Beragam minuman bisa dibuat dari campuran janggelan seperti cendol janggelan hingga minuman coklat yang dicampur dengan serutan janggelan.

Salah satu warga Magetan, Yeni mengaku membeli janggelan di pabrik Sumarni untuk bahan baku pembuatan minuman es campur yang dijualnya. “ Untuk jualan es campur di bazar Ramadhan, selain itu ada juga cendol janggelan,” ujarnya.

Janggelan juga bisa dimanfaatkan untuk menurunkan berat badan atau diet.

”Paling bagus yang saringan pertama yang paling pahit, disimpan di kulkas baru dikonsumsi. Khasiatnya banyak, kalau kita konsumsi kan rasanya langsung terasa di perut jadi adem,” ujarnya.

https://travel.kompas.com/read/2019/06/01/063200427/si-hitam-yang-menyegarkan-saat-berbuka-puasa-

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke