Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Asal Usul Tengkleng, Bukti Kreativitas Orang Solo di Masa Penjajahan

Tidak cuma lezat untuk disantap, tengkleng punya asal usul yang terbilang unik. 

"Tengkleng lahir dari buah kreativitas wong Solo dalam menghadapi situasi yang mencekik, tepatnya masa penjajahan Jepang," jelas Heri Priyatmoko sejarawan asal Solo sekaligus Dosen Sejarah, Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma, saat dihubungi oleh Kompas.com, Selasa (26/11/2019).

Pada zaman penjajahan Jepang, Heri menjelaskan bahwa rakyat hidup seakan tercekik oleh kesengsaraan. Bahan pangan yang menipis bagi kaum kecil, terpaksa mengolah apapun agar bisa menjadi sebuah santapan yang mengenyangkan perut.

"Pakar hukum asal Solo, Mr. Soewidji (1973), menuturkan kehidupan sehari-hari bertambah sulit saat itu. Pangan dan sandang kian susah dicari. Sekadar untuk mengatasi kelaparan yang merajalela, bonggol pisang pun dipakai untuk bahan makanan," jelas Heri.

Untuk bertahan hidup, mengisi perut orang Solo pada masa penjajahan akhirnya memanfaatkan limbah termasuk limbah kambing seperti tulang belulang dan jeroan dari kambing.

Umumnya tulang dan jeroan hewan tidak dimanfaatkan oleh orang dari ekonomi tinggi pada masa itu. 

"Mereka tak kehilangan akal. Tulang dan jeroan kambing diolah dengan bumbu yang berbeda. Resepnya juga tidak terlampau sulit dicari alias tersedia di pasar tradisional. Secara umum daftar resepnya adalah kelapa, jahe, kunyit, serai, daun jeruk segar, lengkuas, kayu manis, daun salam, cengkeh kering, bawang putih, bawang merah, garam dapur, kemiri, pala, dan kecap," ujarnya.

Biasanya tengkleng dinikmati dengan cara dibrakoti atau dikrikiti bahasa Solonya, yang atinya digigit dengan jumlah kecil. Terkadang cara makan ini dipandang dengan tidak etis namun itulah  letak kenikmatannya.

Filosofi di semangkuk tengkleng...


Tak sampai di sana didalam tulang kambing, Heri menyebutkan bisa ditemukan sumsum tulang yang memiliki rasa yang khas. Sumsum tulung ini biasanya disesepi, yang terarti dihisap secara berlahan agar menemukan letak kenikmatannya.

Menurut Heri menikmati tengkleng bukan hanya untuk mencari kenikmatan atau sekadar kenyang. Namun juga meresapi filosofi tidak mudah takluk oleh penderitaan hidup.

"Keragaman makanan itu bermula dari kreativitas orang Jawa yang dipicu welingan (nasihat) leluhur: Jangan membuang nasi. Itu adalah upaya menghormati Dewi Sri," jelas Heri.

"Tak hanya soal pemilihan sisa daging kambing, takaran santan dan bumbu, namun tidak pula menyia-nyiakan bahan pemberian Gusti Allah sekalipun berwujud tulang dan jeroan," jelas Heri.

Kreativitas orang Solo dalam mengolah makanan saat masa penjajahan bukan cuma tengkleng.

Masih ada sate kere, timlo dan bakmi Jawa yang lahir dari keterbatasan. Uniknya makanan-makanan ini yang menjadi ciri khas kuliner Solo sampai sekarang. 

"Mengenai panjang akal ( kreativitas) di bidang makanan, orang Solo memang terlatih dan hasilnya sukar diremehkan. Timlo, misalnya. Masakan yang kondang mirasa itu digarap masyarakat pribumi lantaran terinspirasi semangkuk kimlo, hidangan asli komunitas etnis Tionghoa yang dibawa dari daratan Tiongkok," jelas Heri.

https://travel.kompas.com/read/2019/11/27/082900027/asal-usul-tengkleng-bukti-kreativitas-orang-solo-di-masa-penjajahan-

Terkini Lainnya

Ada Rencana Kenaikan Biaya Visa Schengen 12 Persen per 11 Juni

Ada Rencana Kenaikan Biaya Visa Schengen 12 Persen per 11 Juni

Travel Update
Kasus Covid-19 di Singapura Naik, Tidak ada Larangan Wisata ke Indonesia

Kasus Covid-19 di Singapura Naik, Tidak ada Larangan Wisata ke Indonesia

Travel Update
Museum Kebangkitan Nasional, Saksi Bisu Semangat Pelajar STOVIA

Museum Kebangkitan Nasional, Saksi Bisu Semangat Pelajar STOVIA

Travel Update
World Water Forum 2024 Diharapkan Dorong Percepatan Target Wisatawan 2024

World Water Forum 2024 Diharapkan Dorong Percepatan Target Wisatawan 2024

Travel Update
Tebing di Bali Dikeruk untuk Bangun Hotel, Sandiaga: Dihentikan Sementara

Tebing di Bali Dikeruk untuk Bangun Hotel, Sandiaga: Dihentikan Sementara

Travel Update
Garuda Indonesia dan Singapore Airlines Kerja Sama untuk Program Frequent Flyer

Garuda Indonesia dan Singapore Airlines Kerja Sama untuk Program Frequent Flyer

Travel Update
5 Alasan Pantai Sanglen di Gunungkidul Wajib Dikunjungi

5 Alasan Pantai Sanglen di Gunungkidul Wajib Dikunjungi

Jalan Jalan
Pantai Lakey, Surga Wisata Terbengkalai di Kabupaten Dompu

Pantai Lakey, Surga Wisata Terbengkalai di Kabupaten Dompu

Travel Update
Bali yang Pas untuk Pencinta Liburan Slow Travel

Bali yang Pas untuk Pencinta Liburan Slow Travel

Travel Tips
Turis Asing Beri Ulasan Negatif Palsu ke Restoran di Thailand, Berakhir Ditangkap

Turis Asing Beri Ulasan Negatif Palsu ke Restoran di Thailand, Berakhir Ditangkap

Travel Update
19 Larangan dalam Pendakian Gunung Lawu via Cemara Kandang, Patuhi demi Keselamatan

19 Larangan dalam Pendakian Gunung Lawu via Cemara Kandang, Patuhi demi Keselamatan

Travel Update
Harga Tiket Camping di Silancur Highland, Alternatif Penginapan Murah

Harga Tiket Camping di Silancur Highland, Alternatif Penginapan Murah

Travel Update
Harga Tiket dan Jam Buka Terkini Silancur Highland di Magelang

Harga Tiket dan Jam Buka Terkini Silancur Highland di Magelang

Travel Update
Awas Celaka! Ini Larangan di Waterpark...

Awas Celaka! Ini Larangan di Waterpark...

Travel Tips
BOB Downhill 2024, Perpaduan Adrenalin dan Pesona Borobudur Highland

BOB Downhill 2024, Perpaduan Adrenalin dan Pesona Borobudur Highland

Travel Update
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke