Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Menjelajahi Bukit Tuwit di Manggarai Timur NTT, Kawasan Penghasil Kopi

TUWIT, KOMPAS.com - Kawasan Bukit Tuwit di Kecamatan Elar Raya (Elar dan Elar Selatan) mungkin lebih dikenal sebagai kampung adat tua yang memancarkan nuansa sakral dan mistis.

Namun, mungkin belum banyak yang tahu bahwa warga di kampung ini memiliki kawasan perkebunan kopi seluas sekitar 2 hektare yang menarik untuk dieksplorasi.

Kebun kopi di kampung adat tua di Kabupaten Manggarai Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT) itu ditanami tanaman kopi dari berbagai suku di wilayah tersebut.

Selain menghasilkan kopi robusta dan arabika, Kampung Tuwit diketahui juga menghasilkan kopi langka Yellow Caturra.

Warganya, baik laki-laki maupun perempuan, sama-sama menjadikan kebun kopi sebagai sumber ekonomi. Adapun warga di Manggarai Timur memang kebanyakan merupakan masyarakat petani.

Umumnya, kaum laki-laki memetik kopi, sementara kaum perempuan yang menanam.

Hasil penjualan kopi dapat digunakan untuk membiayai hidup sehari-hari, termasuk sekolah.

"Kecamatan Elar Selatan sudah terkenal dengan kawasan perkebunan kopi. Setiap tahun masyarakat memetik kopi sebagai sumber pendapatan ekonomi keluarga," kata warga Elar Selatan, Marselus Ekung, kepada Kompas.com, Sabtu (07/05/2022).

Adapun kawasan perkebunan kopi terletak di Lenggor, Kota Tunda-Sopang Rajong, dan Runus.

Minum kopi sendiri sudah menjadi tradisi bagi orang Manggarai Timur dan dianggap sebagai warisan budaya. Sehari-hari, mereka biasa menikmati kopi pahit.

Dalam sehari, sebagian warga Manggarai Timur yang gemar ngopi bisa minum sebanyak tiga hingga empat gelas kopi hitam setiap harinya.

Kompas.com sempat mencicipi kopi khas Kampung Tuwit. Rasa kopinya sangat khas daerah pegunungan, dengan rasa pahit berpadu asam. Aromanya juga begitu menggugah semangat dan membuat kita rasanya ingin menambah lagi.

Dikenal mistis

Kampung adat tua tersebut juga dikenal memancarkan nuansa sakral dan mistis. Kampung Tuwit dengan ada mesbah atau Compang.

Saat itu, Kompas.com bersama beberapa rekan mengunjungi kampung didampingi Tobias, penerus tua adat Suku Ngujul.

Kami mendaki sebuah bukit dan menjelajahi kawasan perkebunan kopi siap panen, yang sebelumnya telah dijelaskan. Kopi yang sudah masak terlihat memiliki warna merah.

Ketika tiba di watu Compang, batu mesbah Tuwit, Tobias menjelaskan bahwa tamu hanya bisa berkunjung jika didampingi dirinya atau kakaknya. Jadi, tidak ada warga lain yang bisa berkunjung ke Bukit Tuwit sendirian.

Jika ada warga yang melanggar, maka harus menanggung risikonya.

"Banyak kisah orang tersesat di Bukit Tuwit saat mengantar tamu tanpa seizin mereka atau Suku Ngujul," jelasnya.

Tobias menjelaskan, bukit Tuwit dengan berbagai kisah mistisnya sudah diketahui secara luas oleh masyarakat Desa Langgasai dan Kecamatan Elar Selatan.

Selain mengenai kunjungan, orang yang berkunjung juga dilarang mengambil sesuatu dari sana.

Di lokasi juga terdapat sebuah pohon mistis yang dilarang untuk digoyang. Konon, menggoyang pohon itu bisa mendatangkan hujan secara tiba-tiba.

Di sekitar kampung ada Betong Ndiwal, bambu Ndiwal yang sangat mistis.

Bambu atau Betong Ndiwal dilarang keras untuk dipotong dan warga juga dilarang mengambil bambu keringnya.

Menurut Tobias, memotong bambu kering dan membawanya pulang bisa membuat seseorang sakit dan terkena malapetaka kematian.

Oleh karena itu, ia juga tak berani memotong Betong Ndiwal tersebut karena dianggap sebagAi pesan dari leluhurnya.

"Kisah Ndiwal merupakan manusia dengan kekuatan mistis di wilayah Elar Selatan. Bahkan ada jejak telapak kakinya. Biasa disebut Repa Ndiwal. Ripa Ndiwal adalah jejak telapak kakinya. Telapak kaki raksasa," kata Tobias.

https://travel.kompas.com/read/2022/05/12/152513827/menjelajahi-bukit-tuwit-di-manggarai-timur-ntt-kawasan-penghasil-kopi

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke