Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Titik Nol (174): Mehfil-E-Naat

Kompas.com - 06/04/2009, 08:29 WIB
[Tayang:  Senin - Jumat]

 

          “Ya Rasulullah..... Ya Habibullah...” suara sendu melantun lambat, suara yang keluar dari hati yang paling dalam, bergetar dan bergema. Ribuan penonton duduk bersila, tenggelam dalam ketakziman, terhipnotis dalam histeria spiritual, terbasuh hatinya dalam puja dan puji bagi Sang Nabi.

Naat adalah barisan lantunan memuja kebesaran Nabi Muhammad S.A.W. Di Pakistan, Naat sangat populer bukan hanya sebagai dakwah tetapi juga bagian ibadah. Saya sering mendengarkan alunan Naat diputar di radio lokal, tape recorder, dan pementasan di masjid-masjid.

Walaupun punya segala macam unsur musik, mulai dari syair bersajak, irama, komposisi, iringan suara mulut berdentum-dentum layaknya akapela, panggung pementasan, penonton yang histeris, jangan sekali-sekali menyebut naat sebagai musik atau lagu di Pakistan. Barisan kata-kata dalam naat semuanya berisi tentang Nabi, suri tauladannya, puja-puji dan doa baginya. Bagi mereka yang sangat religius, kata ‘musik’ atau ‘lagu’ berkonotasi negatif dan tidak pantas untuk menyebut kesucian lantunan naat. Bahkan orang menyebutnya sebagai naat-e-sharif, naat yang suci.

Kawan saya, keluarga Syed dari Islamabad, adalah salah satu keluarga terpandang di kota ini. Bukan hanya karena Syed adalah keturunan langsung Nabi Muhammad, atau karena mereka aktif dalam kegiatan kemanusiaan menolong korban gempa di Kashmir, keluarga Syed Gilani yang satu ini juga dihormati masyakarat sebagai pemuka agama. Saya menginap di rumah Syed Asmat Gilani, yang khotbahnya sering muncul di televisi dan konon telah mengajak ribuan orang Eropa masuk Islam. Malam ini keluarga besar Syed Gilani ini menyelenggarakan acara mehfil-e-naat – pesta naat – di daerah Rawal Town, daerah kompleks perumahan di tengah-tengah Islamabad dan Rawalpindi.

          “Ini bukan pesta naat biasa,” kata Syed Rashid, “karena bintangnya adalah Owais Qadri. Kamu tahu, di Pakistan Owais Qadri populer sekali. Kalau di Amerika mereka punya Michal Jackson, maka di Pakistan Owais Qadri adalah superstarnya naat.”

Saya sendiri adalah penggemar Haji Muhammad Owais Raza Qadri. Saya punya beberapa MP3 lantunan naat pria dengan kualitas suara kelas tinggi ini. Tentu saja saya tak melewatkan kesempatan untuk berjumpa secara langsung dengan sang bintang dan larut dalam histeria keagamaan.

Pesta naat ini dimulai tepat tengah malam. Walaupun demikian, jumlah pengunjung membludak. Orang-orang berjenggot, memakai surban atau kopiah duduk dengan sabar bersila di depan panggung. Tak ada perempuan sama sekali. Saya tak tahu jumlah penonton yang datang, tetapi sejauh mata memandang yang ada hanya kepala manusia. Kalau bukan datang dengan keluarga Syed sudah pasti saya sudah tenggelam dalam lautan manusia ini. Acara ini pun diliput oleh QTV – televisi agama Pakistan yang isinya seputar dakwah, Quran, qawwali, dan naat. Bintang naat yang hadir malam ini memang bukan orang sembarangan.

Sebelum Owais Qadri muncul, yang tampil adalah para naatkhwan – pelantun naat – yang kurang terkenal. Walaupun demikian, histeria penonton sudah mulai meninggi. Lautan manusia itu, semua duduk bersila, terayun-ayun ke kiri dan kanan. Tangan melambai-lambai. Bendera hijau berkibar-kibar.

          “Mendengarkan naat harus penuh perhatian,” kata Syed Khalid Raza, kawan saya dari keluarga Syed Gillani, “kita akan hanyut dalam kontemplasi. Tubuh akan berayun-ayun sendiri, dan tangan pun ikut melambai dalam irama lantunan naat yang mengagungkan kebesaran Nabi.”

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com