Kami turun dari rickshaw, masuk ke lorong gelap dan sempit. Rumah-rumah berbaris sepanjang lorong. Semua nampak seragam, sederhana. Daun pintunya terbuka. Kamar itu dipisahkan dari jalan umum hanya dengan selembar tirai. Jawad langsung masuk ke salah satu rumah tanpa basa-basi.
Seorang perempuan tua yang sedang tiduran di atas karpet, terloncat kaget dengan kedatangan kami. Tetapi ia tak marah. Ia merapikan dupatta, selendang, untuk menutupi rambutnya. Jawad dan perempuan tua bercakap-cakap dalam bahasa Punjabi yang tidak saya mengerti. Tetapi jelas sekali dari jarak yang memisahkan interaksi mereka, gerak-gerik dan kesopanan kedua orang ini, perempuan ini pasti bukan ibunya.
Saya duduk di atas karpet bersama dengan perempuan tua yang mengenakan baju panjang kamiz berwarna kuning dan celana kombor shalwar berwarna hijau.
“Kamu rileks aja, seperti di rumah sendiri,” tiba-tiba Jawad berganti bahasa dari Urdu ke Inggris, “dan mulai sekarang, only English, please. Jangan bicara bahasa Urdu lagi.”
Entah saya sekarang berada di mana. Semuanya terasa aneh. Wanita tua yang duduk di samping saya tak banyak bicara. Kikuk sekali rasanya. Tempat apa ini? Sebuah rumah tanpa pintu di kompleks prostitusi? Apakah Jawad menuntun saya ke jalan menuju nikmat dan dosa?
(Bersambung)
_______________
Ayo ngobrol langsung dengan Agustinus Wibowo di Kompas Forum. Buruan registrasi!