Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bandara Selaparang Lombok Dalam Kenangan

Kompas.com - 20/10/2011, 14:17 WIB
Khaerul Anwar

Penulis

oleh Khaerul Anwar

SEORANG rekan hakim yang bertugas di Pengadilan Negeri Mataram, Nusa Tenggara Barat, merasa GR (gede rasa) sebelum pesawat yang membawanya dari Bandara Ngurah Rai, Denpasar, mendarat di landasan pacu Bandara Selaparang. Katanya di atas udara dia menyaksikan seputar bandara itu penuh sesak oleh warga.

Di atas pesawat, sambil merapikan pakaian, menyisir rambut biar perlente, karena dalam benak sang Hakim , selain ada acara seremonial, juga warga yang menyemut itu bermaksud menyambut ked atangannya bertugas di Mataram.

Turun dari tangga pesawat, sampai pintu kedatangan, tidak ada prosesi penyambutan. Belakangan diketahuinya, Bandara Selaparang ramai pengunjung saat itu adalah penduduk dari seantero Pulau Lombok umumnya pengantar jemaah haji yang hendak berangkat ke Mekkah menunaikan rukun Islam ke lima !!!!

Ilustrasi di atas sekadar menggambarkan sejarah panjang perjalanan Bandara Selaparang, yang 31 September 2011 ditutup, menyusul beroperasinya Bandara Internasion al Lombok (BIL) di Tanak Awu, Lombok Tengah, 1 Oktober lalu.

Bandara Selaparang ini menjadi sangat fenomenal, sekaligus merekam jejak sejarah transportasi udara di NTB. Bandara Selaparang seluas 78,8 ha itu mulai difungsikan tahun 1950, terutama untuk keperlua n TNI AU, setelah Bandara Perintis di Desa Rambang, Lombok Timur, kurang representatif menunjang aktivitas TNI AU.

Lambat-laun bandara ini berkembang menjadi pelayanan jasa penerbangan domestik maupun luar negeri. Kemudian namanya yang akrab disebut Lapangan Terbang Rembiga (Rembiga adalah nama desa (kini Kelurahan), dimana Bandara itu berlokasi, diubah menjadi Bandara Selaparang mengambil nama sebuah kerajaan di Lombok , bernama Kerajaan Selaparang.

Ketika kemudian ditutup, masyarakat agaknya kehilangan suasana aktivitas bandara yang selama 50 tahun membalut keseharian mereka. Erna lewat face book melukiskan perasaannya yang mendalam tentang aktivitas Bandara Selaparang di Jalan Adisucipto Mataram itu. Aku sedih kehilangan keramaian itu. Kini t ak ada lagi suara desing mesin pesawat udara yang membangunkan ku dari tidur siang dan malam...aahh .

Tidak ada lagi taksi dan mobil pribadi yang hilir-mudik dari-ke Bandara Selaparang, yang mengisi suasana saat aku joging ria di pagi buta, ungkap Saeful, lewat facebook, yang biasa jalan pagi di Jalan Udayana Mataram jalur ke Bandara Selaparang.

Wali Kota Mataram, Ahyar Abduh juga mengatakan sedih kehilangan suasana Bandara Selaparang. Bukan saja hilangnya sumber pendapatan asli daerah sebesar Rp 700 juta per tahun, juga merupakan kali kedua Daerah itu kehilangan sumber PAD, setelah aktivitas pelayanan transportasi dipindahkan dari Pelabuhan Ampenan di Kota Mataram, ke Pelabuhan Lembar, Lombok Barat sekitar tahun 1976.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com