Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mimpi Trans-Mentawai

Kompas.com - 02/08/2012, 02:44 WIB

Oleh INGKI RINALDI dan ST SULARTO

Kabupaten Kepulauan Mentawai, daerah pemekaran dari Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat, 11 tahun lalu, masih tertatih-tatih. Diperparah oleh gempa bumi tahun 2007 dan tsunami tahun 2010, kabupaten berpenduduk sekitar 78.000 jiwa dengan letak geografis sebagai gugusan kepulauan terdepan Indonesia tersebut semakin tertinggal.

Kondisinya ibarat ironi bahari. Sebagai kabupaten kepulauan yang memiliki sekitar 60 pulau dengan Pulau Siberut, Sipora, Pagai Utara, dan Pagai Selatan sebagai pulau utama, kendala terbesar kawasan ini adalah sarana transportasi. Laut dengan segala kekayaan dan tantangannya tampil lebih berkuasa.

Salah satu tantangan adalah jadwal kedatangan dan keberangkatan kapal yang tidak pernah bisa tepat karena badai laut yang muncul tiba-tiba. Misalnya, feri Ambu-ambu Telukbayur, Padang-Sikakap, Pagai Selatan, batal berlayar, Selasa (24/7) sore, karena badai laut. Padahal, feri itu segala-galanya bagi penduduk Sikakap, salah satu kota kecamatan di Mentawai. Tidak hanya setiap Rabu dini hari, penduduk bisa berkerumun di dermaga memperoleh hiburan, tetapi juga datangnya harapan hidup. Segala keperluan rumah tangga tiba, sebaliknya sore harinya, hasil bumi dan ternak terangkut ke Padang. Rabu pekan lalu, harapan itu pupus. Feri tak masuk, batal berangkat dari Telukbayur karena badai melanda.

Menurut Alimudin, warga Sikakap, waktu tenang Kepulauan Mentawai hanya satu bulan, sekitar bulan Mei-Juni. Pada bulan lainnya, badai sewaktu-waktu datang. Pada Juli-Agustus ini, Kepulauan Mentawai rawan badai. Feri penyeberangan, apalagi kapal nelayan, perlu jeli melihat kesempatan. Begitu laut terlihat tenang, melautlah. Begitu ada tanda badai, jangan melaut. Ikan pun, salah satu kekayaan Mentawai, sulit ditangkap.

”Dua minggu melaut hingga perairan Sibolga hanya dapat beberapa ekor,” kata seorang nelayan yang pagi itu kebetulan merapat di dermaga Sikakap. Menghadapi ketidakpastian laut, jargon romantis laut itu bukan kendala, tidak berlaku. Di Mentawai, laut memang menyediakan segalanya, tetapi juga kendala mobilitas, terutama menyangkut biaya transportasi.

Mempertimbangkan kelebihan dan kekurangannya, Bupati Kepulauan Mentawai Yudas Sabaggalet punya mimpi trans- Mentawai. Ya, trans-Mentawai! Sebuah sarana transportasi darat yang menghubungkan empat pulau utama. Tentu di antara keempat pulau itu ada sarana dermaga untuk penghubung. ”Jalan tembus niscaya membuka banyak hal. Distribusi hasil bumi, mobilitas manusia, sosialisasi budaya. Pendeknya, laut tak merupakan satu-satunya sarana transportasi,” kata Yudas, pekan lalu. Biaya proyek itu sekitar Rp 600 miliar dari APBN melalui program Pembangunan Percepatan Mentawai sudah disetujui.

Penasaran dengan mimpi Yudas, sengaja Kompas menempuh jalan darat, mungkin embrio trans-Mentawai, dua rute memakai sepeda motor. Rute pertama pada 23 Juli 2012, jalur Pinairuk-Sikakap. Rute kedua tanggal 24 Juli 2012, jalur Metudonga-Sikakap. Keduanya memakan waktu sekitar 2,5 jam dengan kecepatan 40 kilometer per jam pada sore hari. Dua rute itu bisa ditempuh dalam waktu hampir bersamaan dengan motor boat, mengarungi laut lepas Samudra Hindia.

Jalan selebar 1,5 meter pernah diperkeras dengan semen mengelupas di sana-sini. Jalan yang menerobos hutan itu tak hanya menampakkan keeksotisan bekas hutan primer yang lebat, tetapi juga keterpencilan dari hiruk pikuk manusia. Jalur Betumonga-Sikakap putus karena berlumpur di ruas Km 5 dan Km 10 sekitar setengah kilometer. Pinairuk-Sikakap relatif nyaman. Jalan setapak selebar 1,5 meter ini barangkali embrio dari trans-Mentawai.

Alternatif kemajuan

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com