Pasangan H Husen Gofur (80) dan Euis Sofiah (76) menjadi orang pertama di Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, yang mengangkat derajat peuyeum. Peuyeum dengan label Sentral Peuyeum tetap dikemas sederhana dalam wadah besek bambu, tanpa gula, tanpa pengawet tetapi tahan hingga satu pekan, dan unggul dalam citarasa.
Terletak di tepi jalan utama Kecamatan Jamanis, Tasikmalaya, Sentral Peuyeum menjadi satu-satunya rujukan bagi mereka yang ingin mencicipi manis segarnya peuyeum tasikmalaya. ”Peuyeum berfungsi untuk penyetop. Orang pasti nanya peuyeum dulu, baru beli oleh-oleh yang lain,” kata Popon Fatmawati (48), putri Husen yang kini mengelola Sentral Peuyeum.
Di Tasikmalaya saja, Sentral Peuyeum memiliki dua cabang yang selalu ramai diserbu pembeli. Peuyeum tasikmalaya ini juga bisa dijumpai di Rumah Makan Pananjung milik Popon di Limbangan, Garut, Jawa Barat.
Peuyeum awalnya biasa dijual keliling desa dengan pikulan untuk masyarakat menengah ke bawah. Husen lantas mencoba membuat terobosan dengan menjual peuyeum sebagai oleh-oleh di toko kelontong miliknya pada tahun 1964. Dari produk sampingan, peuyeum bergerak menjadi dagangan utama sejak tahun 1972.
Hingga sekarang, Husen terus memproduksi peuyeum ketan di rumahnya yang terletak di belakang warung Sentral Peuyeum. Meski sudah sepuh, ia rutin mengawasi proses pembuatan peuyeum ketan mulai dari pencucian ketan, pengukusan, penaburan ragi, hingga peuyeum ketan matang setelah pemeraman di bak fermentasi selama tiga hari.
Peuyeum sampeu atau peuyeum singkong sengaja tidak diproduksi di Sentral Peuyeum, tetapi dibeli langsung dari petani untuk mendekati bahan baku. Begitu diterima dari petani, peuyeum singkong segera disimpan dalam wadah besek sehingga tidak terpapar debu. Pembeli bisa memilih peuyeum singkong biasa berwarna putih bersih atau singkong mentega berwarna kekuningan dengan beragam tingkat kematangan.
Diproduksi langsung oleh petani dengan kesegaran bahan baku, peuyeum singkong benar-benar terasa pulen. Tekstur peuyeum singkong begitu kering di permukaan luar, tetapi terasa lumer dan lembut begitu digigit. Rasanya yang manis membuat peuyeum singkong tak hanya digemari urang Sunda, tetapi juga lintas provinsi.
Sarat kenangan
Peuyeum selalu punya tempat tersendiri di hati warga Jawa Barat. Tiap kali menyantap peuyeum, mereka akan terkenang suasana rumah di pedesaan. Peuyeum singkong biasa dimakan sebagai camilan, sedangkan peuyeum ketan baru akan dibuat menjelang Lebaran atau pada saat menggelar pesta hajatan. ”Waktu kecil, camilan saya, ya, peuyeum itu,” kata Popon.
Jika sedang jauh dari rumah, Popon sering kali merasa rindu untuk kembali mencicipi peuyeum. Nostalgia pada peuyeum yang sarat kenangan itu pula yang menjadi salah satu alasan kenapa Sentral Peuyeum tak pernah sepi pelanggan. Dalam sehari, Sentral Peuyeum memproduksi lebih kurang 1 kuintal peuyeum singkong dan 50 kilogram peuyeum ketan. Jumlah itu berlipat hingga tiga kali pada akhir pekan.
Dicocol enak
Peuyeum singkong juga bermetamorfosis menjadi salah satu oleh-oleh khas Bandung. Tak hanya dinikmati utuh (singkong yang diberi ragi hingga matang), peuyeum juga bisa dinikmati setelah diolah menjadi penganan lain. Colenak salah satunya.