Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Namba-Dotombori yang Apik, Resik, dan bak Komik

Kompas.com - 08/09/2013, 09:00 WIB
Berjalan-jalan menikmati suasana di kawasan niaga sebuah kota metropolitan bisa memberikan kenikmatan tersendiri. Terlebih kalau kota itu baru pertama kali dikunjungi. Dari sanalah keunikan kota bisa terasa.

Di kawasan niaga, warga dari berbagai lapisan bisa saling bertemu. Di sana juga banyak berdatangan pendatang yang berlatar belakang budaya berbeda. Aktivitas ekonomi masyarakat juga terlihat, baik itu skala lokal, nasional, maupun global.

Itu pula yang dirasakan ketika mengunjungi Namba dan Dotombori, kawasan niaga paling populer di kota Osaka, Jepang, atas undangan Shigesato Yoshitaka, Presiden Direktur Sato Restaurant System Co Ltd, perusahaan rumah makan terbesar di Jepang yang memiliki 210 restoran.

Setiap wisatawan yang datang ke Osaka, selain tentunya menikmati kuliner di sana yang sangat terkenal kelezatannya, pasti tak akan melewatkan kunjungan ke kawasan wisata ini.

Kawasan Namba dan Dotombori memanjang dari selatan hingga utara. Papan nama perusahaan permen Glico yang bergambar orang berlari atau papan nama restoran berbentuk kepiting raksasa menjadi ciri kawasan Namba dan Dotombori.

Seperti halnya kawasan niaga di kota-kota lain di dunia, Namba dan Dotombori sekilas memang terlihat tidak jauh berbeda, yaitu terdiri dari deretan gedung, toko, dan restoran. Pada malam hari, lampu-lampu dari toko dan restoran itu juga menyala indah.

Hal yang membedakan, kawasan niaga ini ditata sangat apik. Kawasan ini memiliki ruang terbuka sangat luas dan nyaman sehingga menjadi sarana banyak orang, terutama anak muda, untuk berkumpul.

Kanal Dotombori yang membelah kawasan niaga ini membuat panoramanya menjadi semakin cantik. Airnya mengalir jernih. Suasana alami itu seakan menyeimbangkan kompleks pertokoan yang serba modern itu.

”Dulu, waktu saya kecil, sungai di sini kotor, tetapi kemudian dibersihkan. Sekarang menjadi sangat indah di sini,” cerita Nobuaki Nakahiro, General Manager Overseas Business Promotion Departemen Sato Restaurant.

Yang spesial dari kawasan niaga di Osaka ini kebersihannya. Sungguh resik. Jangankan lapak pedagang kaki lima kumuh, selembar sampah kertas pun tak terlihat di atas trotoar. Kebersihan memang sudah menjadi ”bisnis” serius di Jepang.

Kebersihan juga sudah membudaya bagi masyarakat Jepang. Sejak taman kanak-kanak, warga di sana sudah diajarkan menjaga kebersihan. Jangankan membuang kertas, membiarkan kotoran sisa penghapus berserakan di atas atau bawah meja pun sudah dilarang sang guru.

Hukum pun terus ditegakkan. Kendaraan tak boleh parkir sembarangan. Sepeda yang parkir sembarangan di jalur pedestrian langsung ditilang. Tanpa menunggu pengemudinya datang, petugas langsung menggantungkan kartu warna merah di kemudi. Tak lama kemudian, datang petugas memotret sepeda itu dan datang pula truk untuk mengangkut sepeda-sepeda itu.

Dendanya pun tak kepalang. Tertulis di kartu merah itu, denda pengangkutan dan penyimpanan sepeda 2.500 yen (Rp 275.000), sedangkan sepeda motor 4.000 yen (Rp 440.000).

Muda-mudi Jepang, yang nongkrong di sana, membuat kawasan ini menjadi lebih khas. Banyak yang pakaian dan gaya rambutnya unik.

”Bagi saya, Namba cool banget,” kata Ugahary Riffung, konsultan Integrated Marketing Communication, Jumat (6/9/2013), mengingat kunjungannya ke Namba-Dotombori.

Riffung yang pencinta komik Jepang merasa bayangan komik yang ada di kepalanya menjelma menjadi nyata.

Pemandangan ini memang tak bisa ditemui jika berkunjung ke kawasan niaga lain yang juga tak kalah menarik dan unik, seperti Cheonggyecheon Stream di Seoul, Korea Selatan, yang juga dialiri sungai jernih, atau Times Square New York, Amerika Serikat, tempat bertemunya jalan Broadway dan Seventh Avenue.

Nyaman berbelanja

Penataan Namba dan Dotombori yang apik, resik, dan unik ini tentunya membuat rasa nyaman untuk berbelanja atau sekadar melihat-lihat. Dalam tempo singkat, pengunjung bisa melakukan scanning dari ujung ke ujung untuk memilih sasaran barang yang dibeli setelah itu baru menentukan pilihan.

Mulai dari produk bermerek sampai yang berharga murah untuk sekadar oleh-oleh bisa didapatkan di sini. Yang menyasar barang harga murah biasanya menyerbu Namba Daiso. Di toko ini semua barang yang dijual harganya 3 yen (Rp 33.000).

Jakarta bisa lebih baik

Kalau membandingkan kawasan niaga di Osaka dengan Jakarta, rasanya berbeda 180 derajat. Banyak kawasan niaga di Jakarta atau kota-kota metropolitan lain di Indonesia terasa sumpek karena dipenuhi kendaraan yang parkir semrawut atau lapak PKL.

KOMPAS/SUTTA DHARMASAPUTRA Tilang membuat kawasan niaga Namba-Dotombori di Osaka, Jepang, selalu tertib dan teratur sehingga pengunjung pun merasa nyaman dan aman berbelanja. Sepeda yang parkir sembarangan didenda Rp 275.000, sedangkan sepeda motor Rp 440.000.
Namun, menurut Sukirman, warga negara Indonesia yang ayah dan ibunya orang Jepang, kawasan niaga di Jakarta sesungguhnya bisa lebih baik daripada yang ada di Osaka, Jepang.

”Kawasan niaga di Jepang itu semuanya serba sama dan teratur. Dua minggu di sana bisa bosan,” ujar Sukirman, presiden direktur sebuah perusahaan asing yang bergerak di jasa konsultan bisnis.

Menurut dia, kawasan niaga di Indonesia justru sangat penuh warna. Namun, sayangnya, belum ditata dengan baik. Masyarakatnya juga sangat ramah dan mau peduli satu dengan lainnya sehingga membuat suasana menjadi hangat, tidak kering.

Apa yang dikatakan Sukirman bisa jadi memang benar. Jika kita melihat Pasar Baru di Jakarta Pusat memang menunjukkan keanekaragaman itu. Pasar yang dibuka Gubernur Jenderal Daendels sejak 1821 itu awalnya memang banyak disewakan ke kelompok pedagang China, India, dan Arab.

Kawasan niaga di Glodok, Jakarta Barat, jika ditata lebih baik tentunya tidak kalah dengan Namba dan Dotombori. Kawasan niaga ini juga dibelah dengan Kali Besar yang merupakan aliran anak Sungai Ciliwung. Konon, nama Glodok berasal dari kata grojok karena di masa lalu terdapat waduk penampungan air yang dikucurkan dengan pancuran yang terbuat dari kayu. Warga China totok di sana yang kesulitan menyebut grojok akhirnya menyebutnya menjadi glodok.

Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo dan Wakil Gubernur Basuki Tjahaja Purnama memang tengah menyadari potensi itu dan mulai menatanya. Semoga saja Jakarta bisa segera berbenah dan suatu Jakarta tak kalah apik, resik, dan unik dengan Osaka. (Sutta Dharmasaputra)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com