”Setelah diteliti, pembuatan batu gerabah ini ternyata berlangsung jauh sebelum munculnya batu-batu megalitik di Lembah Bada. Pada masa itu, terjadi revolusi besar-besaran pembuatan alat penutup tubuh manusia dari kulit kayu,” kata Rim, museolog sekaligus kurator Museum Provinsi Sulawesi Tengah.
Dengan demikian, tradisi ini diperkirakan lebih tua daripada pembuatan patung-patung megalitik di kawasan Lembah Bada, seperti arca menhir Palindo, batu kubur kalamba, dan lumpang batu. Para wisatawan bisa menyaksikan benda-benda peninggalan zaman prasejarah ini di sekitar Padang Sepe, Desa Bewa, Kecamatan Lore Selatan, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah.
Selama ini, Lembah Bada memang lebih dikenal dengan peninggalan batu-batu megalitiknya. Selain peninggalan megalitik, ternyata masyarakat Bada juga masih menjalani tradisi yang lebih tua, yaitu pembuatan kain dari kulit kayu. Fenomena ini sangat istimewa karena kebiasaan itu masih dijalankan oleh masyarakat setempat.
Tergusur zaman
Seiring perkembangan zaman, tradisi pembuatan kain kulit kayu mau tidak mau harus berhadapan langsung dengan munculnya produk-produk kain modern. Karena itu, sejak periode tahun 1990-an, permintaan pasar terhadap kain kulit kayu terus-menerus menyusut.
”Sejak tahun 1990-an, kami terkendala persoalan pemasaran. Padahal, sebelumnya rata-rata dalam sebulan kami mendapat pesanan 2.000 lembar kain kulit kayu berukuran 60 sentimeter x 95 sentimeter seharga Rp 9.900 per lembar. Sekarang kalaupun ada pesanan tinggal satu atau dua lembar kain per bulan,” ujar Hendrik Pesoba (39), Kepala Desa Tuare.
Untuk membuat diversifikasi produk berbahan kain kulit kayu, beberapa tokoh warga Bada pernah mendatangkan perajin dari Bali. Akan tetapi, pemasaran dan distribusi masih tetap menjadi persoalan utama di kawasan terpelosok ini.
Terlepas dari problematik di sekelilingnya, tradisi pembuatan kain kulit kayu di Lembah Bada menjadi pengingat tentang warisan peninggalan zaman Neolitikum yang masih terpelihara. Warisan yang ikut menjadikan bangsa ini ada. (Aloysius B Kurniawan)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.