Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Riwayat Pala di "Pulau Surga"

Kompas.com - 17/10/2013, 15:21 WIB
Wisnubrata

Penulis

Sumber KOMPAS

Oleh: Gregorius Magnus Finesso & M Clara Wresti

RIWAYAT pala di benak masyarakat Kepulauan Banda, Maluku, adalah prosa panjang kejayaan sekaligus kegetiran sepenggal peradaban suku bangsa. Pala telah mengangkat nama Banda menjadi kota internasional strategis dalam percaturan perdagangan rempah-rempah. Namun, pala pula yang membawa petaka bagi orang Banda hingga tercerabut dari tanah kelahiran mereka.

Tubuh legam Sudin Ongen (47) mengilap disengat terik matahari suatu siang di bulan Juni. Tanpa memedulikan lalu lalang turis, penduduk Pulau Ai, Kecamatan Banda, Kabupaten Maluku Tengah, itu terus membolak-balik biji pala berwarna hitam yang sedang dijemur dan memisahkannya menjadi beberapa bagian. Ikut dijemur dengan biji pala adalah fuli atau kulit biji pala berwarna merah menyala.

”Ini beta (saya) pisah tiga, kualitas paling baik, sedang, dan paling jelek,” ujar laki-laki yang mewarisi sebidang kebun pala dari ayahnya sejak lima tahun terakhir itu.

Panen kali ini bukanlah panen raya. Dari 200 pohon miliknya, hanya mampu dihasilkan rata-rata 2 kilogram (kg) per pohon. Pada saat panen raya, hasilnya bisa 5 kg per pohon. Panen raya hanya sekali setahun, sedangkan panen biasa sebanyak dua kali setahun.

Namun, sebagaimana petani-petani komoditas lain, posisi tawar Sudin dan ribuan petani pala lain dalam rantai perdagangan sangat lemah. Harga ditentukan pasar, terutama kondisi ekonomi Eropa.

Biji pala kering kualitas terbaik di Pulau Ai pernah dihargai hingga Rp 150.000 per kg, tetapi saat ini hanya Rp 90.000 per kg. ”Masih lumayan karena harganya pernah lebih jatuh lagi,” kata Sudin yang menjual pala ke Banda Neira.

Panen kali ini Sudin mendapatkan sekitar Rp 36 juta. Hasil yang sangat cukup untuk menghidupi istri dan kedua anaknya. Dari hasil itu, ia mampu membiayai sekolah anak sulungnya yang tahun ini masuk perguruan tinggi di Ambon.

Diincar petualang Eropa

Hampir seluruh bagian buah pala (Myristica fragrans) dapat menghasilkan uang. Daging buah bisa dibuat manisan dan sirup. Fuli untuk bumbu masak atau diekstrak sarinya menjadi bahan baku kosmetik dan parfum. Harga fuli lebih tinggi dibandingkan harga biji pala. Harga 1 kg fuli yang dihasilkan dari 6 kg biji pala Rp 120.000.

Bagian biji adalah yang paling banyak dimanfaatkan. Biji pala dihaluskan menjadi beragam bumbu masak, parfum, kosmetik, minyak atsiri yang harganya mencapai Rp 1 juta per kg, hingga bahan pengawet.

Kegunaan pala yang beragam itu membuat pala menjadi incaran pedagang Eropa sejak abad ke-15. Dalam buku Mutiara dari Timur (1996) yang ditulis Burhan Bungin disebutkan, rempah-rempah, termasuk pala dari pulau yang dijuluki ”Surga dari Timur” itu, merupakan primadona ekonomi di negara-negara Atlantik Utara.

Rempah-rempah Maluku dikenal sejak zaman Romawi, dibawa pedagang China yang melayari Kepulauan Maluku hingga daratan China. Rempah-rempah juga dibawa pedagang India melintasi Asia Tengah-Asia Barat hingga Beirut, Lebanon.

Dari sana, rempah-rempah disebar pedagang Arab di seputar Mediterania. Pusat perdagangan bagi Eropa berpusat di Venezia dan Genoa, Italia. Berbagai catatan perjalanan para petualang Eropa menyebutkan, nilai segenggam biji pala saat itu setara dengan segenggam emas.

Akhirnya, saat Kesultanan Wangsa Utsmaniyah menguasai Konstantinopel (Istanbul), bangsa-bangsa Eropa pun mencari jalan menuju Maluku. Dengan jalur lintas niaga laut hasil rintisan para pelaut Arab yang mahir ilmu falak, musafir Portugis, Spanyol, Belanda, dan Inggris berhasil mendarat di Kepulauan Maluku.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

WSL Nias Pro 2024 Digelar, Targetkan Gaet 30.000 Wisatawan Domestik

WSL Nias Pro 2024 Digelar, Targetkan Gaet 30.000 Wisatawan Domestik

Hotel Story
Pengalaman ke Pasar Kreatif Jawa Barat, Tempat Nongkrong di Bandung

Pengalaman ke Pasar Kreatif Jawa Barat, Tempat Nongkrong di Bandung

Jalan Jalan
Libur Panjang Waisak 2024, KAI Operasikan 20 Kereta Api Tambahan

Libur Panjang Waisak 2024, KAI Operasikan 20 Kereta Api Tambahan

Travel Update
Pasar Kreatif Jawa Barat: Daya Tarik, Jam Buka, dan Tiket Masuk

Pasar Kreatif Jawa Barat: Daya Tarik, Jam Buka, dan Tiket Masuk

Travel Update
Berkunjung ke Pantai Nangasule di Sikka, NTT, Ada Taman Baca Mini

Berkunjung ke Pantai Nangasule di Sikka, NTT, Ada Taman Baca Mini

Jalan Jalan
10 Wisata Malam di Semarang, Ada yang 24 Jam

10 Wisata Malam di Semarang, Ada yang 24 Jam

Jalan Jalan
Tanggapi Larangan 'Study Tour', Menparekraf: Boleh asal Tersertifikasi

Tanggapi Larangan "Study Tour", Menparekraf: Boleh asal Tersertifikasi

Travel Update
Ada Rencana Kenaikan Biaya Visa Schengen 12 Persen per 11 Juni

Ada Rencana Kenaikan Biaya Visa Schengen 12 Persen per 11 Juni

Travel Update
Kasus Covid-19 di Singapura Naik, Tidak ada Larangan Wisata ke Indonesia

Kasus Covid-19 di Singapura Naik, Tidak ada Larangan Wisata ke Indonesia

Travel Update
Museum Kebangkitan Nasional, Saksi Bisu Semangat Pelajar STOVIA

Museum Kebangkitan Nasional, Saksi Bisu Semangat Pelajar STOVIA

Travel Update
World Water Forum 2024 Diharapkan Dorong Percepatan Target Wisatawan 2024

World Water Forum 2024 Diharapkan Dorong Percepatan Target Wisatawan 2024

Travel Update
Tebing di Bali Dikeruk untuk Bangun Hotel, Sandiaga: Dihentikan Sementara

Tebing di Bali Dikeruk untuk Bangun Hotel, Sandiaga: Dihentikan Sementara

Travel Update
Garuda Indonesia dan Singapore Airlines Kerja Sama untuk Program Frequent Flyer

Garuda Indonesia dan Singapore Airlines Kerja Sama untuk Program Frequent Flyer

Travel Update
5 Alasan Pantai Sanglen di Gunungkidul Wajib Dikunjungi

5 Alasan Pantai Sanglen di Gunungkidul Wajib Dikunjungi

Jalan Jalan
Pantai Lakey, Surga Wisata Terbengkalai di Kabupaten Dompu

Pantai Lakey, Surga Wisata Terbengkalai di Kabupaten Dompu

Travel Update
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com