Bah! Dingin pun semakin menggigit tulang dan kulit. Jauh di depan, tampak rombongan pendaki lain terlihat kecil. Mereka berjalan seperti membentuk barisan, berbondong-bondong bak prajurit semut yang tengah bersiap menuju Low's Peak, puncak Gunung Kinabalu, Sabah, Malaysia, di ketinggian 4.095 meter di atas permukaan laut (mdpl).
Nyaris, saya putus asa ketika pertama melihat pemandangan "menyakitkan" itu; yaitu para pendaki lain yang sudah siap lebih dulu menggapai Low's Peak. Entah kapan giliran saya tiba di situ. Rasanya, jarak 800 meter ini enggan untuk dilanjutkan.
Tapi, motivasi dalam dalam hati terus-menerus terngiang. "Sudah jauh-jauh ke sini, kepalang badan sudah capek, kok tidak sampai puncak!" batin saya.
Suara dalam batin itu terdengar semakin kuat, terutama lantaran sehari sebelumnya, Eva Fitri atau Ivy, seorang rekan saya dari Indonesia, "tumbang". Ia mengaku gagal mendaki puncak akibat terkena serangan accute mountain sickness (AMS). Penyakit ketinggian gunung itu membuatnya muntah-muntah dan mengharuskannya mengurangi ketinggian atau turun untuk segera menghilangkan rasa sakit dan menghindari risiko AMS lebih parah.
Tak hanya Ivy, di tengah jalan tadi pun saya melihat seorang pendaki asal Singapura tergolek. Ditemani guide yang mengiringinya, pendaki itu tampak lemah dan menggeleng-gelengkan kepalanya lantaran merasa sakit. Si pemandunya sudah angkat bahu, sementara si pendaki hanya bisa tidur telentang. Akhirnya, pendaki itu juga menyerah, memilih tidak melanjutkan perjalanan sampai ke puncak.
Tekad saya sudah bulat. Meski jalan seperti keong yang amat lamban, langkah kaki saya lama-kelamaan terus bergerak maju. Prinsip saya, jalan perlahan lebih baik ketimbang terlalu cepat dan hanya mengakibatkan mudah terserang AMS. Ya, terlalu cepat meraih ketinggian bisa berakibat terkena serangan dini AMS yang banyak dialami pendaki mana pun.
Terbayar mahal
Boleh jadi, salah satu keberuntungan yang bisa membawa saya mendaki sampai ke puncak Gunung Kinabalu itu adalah cuaca cerah. Maklum, November adalah bulan penuh hujan, dan pendakian biasanya jadi semakin sulit. Terbukti, saat memulai pendakian ini sehari sebelumnya, hujan menyiram deras sejak rehat makan siang di shelter Layang-layang (2.702 meter).
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.