Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mendaki Kinabalu, Benar-benar Benci tetapi Rindu...

Kompas.com - 18/11/2013, 09:27 WIB
Latief

Penulis

Dengan waktu pendakian dua hari, Laban Rata akan menjadi akhir etape pertama perjalanan. Namun, untuk menggapainya selepas pos Layang-layang, para pendaki tak akan putus-putusnya disuguhi tanjakan. Tak heran, Dedy Abdullah, seorang rekan pendaki dari Indonesia sempat komplain.

"Ini kapan selesainya sih tanjakan?" sungut Dedy.

Tapi, tenang saja, lelahnya menghadapi ujian mental dan fisik tanjakan-tanjakan itu akan terbayar dengan sangat mahal. Pasalnya, Laban Rata adalah resthouse atau hotel mini di atas gunung yang hangat dan nyaman.

Dengan waktu tempuh normal sekitar 7 sampai 8 jam sejak meninggalkan pos pertama Timpohon Gate, pendaki yang tiba di Laban Rata berhak mendapatkan suguhan kenikmatan teh hangat, kopi yang harum, serta makanan bergizi untuk mengembalikan kondisi bugar seperti sedia kala. Karena dari Laban Rata inilah, semua pendaki akan memulai etape pendakian kedua atau tahap akhir menuju Low's Peak pada keesokan harinya (dini hari).

Tak hanya urusan perut. Pihak Taman Nasional Kinabalu juga menyediakan kamar yang nyaman, ranjang nan empuk, lengkap dengan selimut hangat. Praktis, kebencian hati terhadap tanjakan-tanjakan curam di rute pendakian ini sirna. Kekesalan dan patah semangat berganti dengan kerinduan untuk terus melanjutkan pendakian hingga tuntas ke puncaknya.

Mual-mual

Tepat pukul 02.00 dini hari, cuaca di luar resthouse Laban Rata tampak cerah. Suhu pun cukup bersahabat. Serta-merta, keriuhan hotel ini berubah riuh. Mata memang terasa masih mengantuk, tetapi inilah saatnya para pendaki bersiap melanjutkan pendakian menuju Low's Peak, puncak tertinggi Gunung Kinabalu.

Mahendratta Sambodho/MAPALA UI Dengan waktu pendakian dua hari, Laban Rata akan menjadi akhir etape pertama perjalanan. Namun, untuk menggapainya selepas pos Layang-layang, para pendaki tak akan putus-putusnya disuguhi tanjakan.
Setelah pakaian dan perbekalan siap, didahului sarapan pagi, saya pun berangkat mendaki. Long john, sweater, dibalut wind breaker cukup hangat untuk membalut tubuh. Tak lupa, penutup kepala dan telinga, serta lampu senter kepala (head lamp).

Di keremangan dan angin dingin, sekitar 100 lebih pendaki terlihat mulai merayap.
Seperti kunang-kunang, hanya head lamp mereka yang terlihat di kegelapan. Pelan tapi pasti,
semua bergerak menanjak menuju shelter Sayat-sayat.

Lepas satu jam perjalanan, poin tersulit dari pendakian etape kedua ini adalah meniti tebing.
Di gelapnya malam dan hantaman angin dingin, semua pendaki harus berpegangan pada seutas tali. Perlu waspada tinggi karena kondisi tebing licin oleh embun sisa semalam. Celaka sedikit saja, jurang di belakang tubuh siap menunggu.

Lepas dari titian tebing itu, napas mulai tersengal-sengal. Biasanya, jika terlalu cepat melangkah atau menambah ketinggian, napas di dada mudah sesak. Perut pun terasa mual. Jika makin parah, kondisi itu bisa berubah fatal. Kepala akan terasa sakit, sekonyong-konyong seperti dihantam godam.

Beruntung, langkah kaki saya tergolong lambat. Hanya mual-mual yang sempat mendera saat tergopoh-gopoh mengikuti jalur menanjak selepas pos Sayat-sayat.

Jalur selepas Sayat-sayat ini berupa batuan andesit yang sepertinya tidak memberi ampun. Tak ada pohon untuk berlindung dari angin. Di kiri dan kanan jalur pendakian hanya tebing, sementara di depan terbuka lebar arah rute menuju Low's Peak. Otomatis, angin sebebas-bebasnya menghantam dari depan atau samping!

Beruntungnya, hingga dua jam perjalanan, cuaca benar-benar cerah. Tak ada gerimis, apalagi hujan deras seperti sehari sebelumnya. Hanya angin yang sesekali kuat menerpa badan.

Mahendratta Sambodho/MAPALA UI Dengan waktu tempuh normal sekitar 7 sampai 8 jam sejak meninggalkan pos pertama Timpohon Gate, pendaki yang tiba di Laban Rata ini berhak mendapatkan suguhan kenikmatan teh hangat, kopi yang harum, serta makanan bergizi untuk mengembalikan kondisi bugar seperti sedia kala.
Perlahan, matahari menyembulkan sinarnya. Rute pendakian Low's Peak semakin jelas, dan tentu saja, menantang. Makin tinggi hingga 3.900 meter di atas permukaan laut, deru angin semakin kuat. Jemari yang terlindung sarung tangan pun sedikit kebas.

"Masih 800 meter lagi. Diperkirakan kita sampai sebelum jam 9," kata Francis, pemandu pendakian.

Benar saja. Perlahan-lahan tapi pasti, saya tiba di Low's Peak, 4.095 meter, puncak tertinggi
di Gunung Kinabalu. Dicungkupi langit biru, hangat sinar matahari pagi saat berdiri di puncak gunung ini terasa benar-benar membayar tuntas semua kelelahan. Sirna sudah semua kebencian, berganti kerinduan untuk selalu pergi mendaki puncak-puncak gunung lainnya kelak.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com