Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Warisan Kolonial dan Sejarah Sosial Kereta Api

Kompas.com - 20/12/2013, 12:37 WIB

Buruh kereta api merupakan pecahan fragmen sejarah kereta yang nyaris tak tercatat, padahal kehadirannya jelas pasti hidup bersama para kolonialis. Tahun 1920-an, apabila tulisan ini menengok sejarah sosial para buruh kereta api ini, bisa disebut inilah periode awal kelembagaan sosial modern bagi pribumi Jawa di tengah kemunculan modernisasi di tanah jajahan Hindia Belanda ini. Yakni, para pekerja buruh kereta api.

Sebab, di lingkungan industri transportasi kereta api inilah, di antara komunitas pribumi yang sudah berhasil membentuk organisasi serikat pekerja permanen. Kelak, ini merupakan yang pertama dalam sejarah lembaga sosial modern di tanah Jawa di luar birokrasi.

Pada tahun 1948, dalam buku sejarah tentang gerakan militer di Madiun, ada catatan yang menyebutkan para anggota Serikat Buruh Kereta Api (SBKA) di Madiun bisa mengirimkan delegasinya dalam konferensi di Yogyakarta.

Inilah serikat buruh yang amat berdaya, bahkan di masa penjajahan, karena SBKA pada masa itu bisa mengirim delegasi untuk konferensi di luar kota. Peristiwa yang bahkan tak akan terjadi di masa kini. Madiun bahkan masih jadi pusat berdirinya Industri Kereta Api atau PT INKA hingga sekarang.

Buku kecil Railway Heritage Trail: Bandung-Pangandaran yang disusun Unit Konservasi Warisan dan Desain Arsitektur PT KAI (2013) tak sepotong pun menulis soal heritage (warisan) tentang kepesertaan kaum pribumi dalam pembahasannya. Pribumi hanya kaum liyan (the other) yang tak pernah dimasukkan dalam bingkai analisis.

Padahal, di kota sekecil Cibatu ini pernah ada hampir 1.000 pegawai/buruh kereta api saja (700 orang pegawai depo, dan ratusan lainnya pegawai Stasiun KA Cibatu), yang niscaya memberikan dampak ekonomi tidak sepele.

Kalaupun ada catatan tentang sejarah sosial di buku itu adalah catatan perusakan aset PT KA oleh masyarakat saat era reformasi, yang disebut ”penjarahan rel besi”. Tidak ada counter balance tulisan tentang bagaimana perusahaan kereta api Belanda pada zaman dulu tidak hanya menjarah tanah-tanah penduduk untuk pembuatan bangunan stasiun dan jalur kereta api, tetapi juga mengorbankan kaum pribumi untuk kerja paksa.

Cibatu masa kini seperti sebuah desa kecil. Blog pribadi ada yang membahas tentang Stasiun Cibatu. Blog di Kompasiana itu menyebutkan, pada tahun 1980-an, saat penulis blog masih remaja, Stasiun Cibatu seperti sebuah pasar rakyat.

Pada saat itu, stasiun berperan ganda dalam komunitasnya. Tidak sekadar titik jumpa dalam jalur transportasi. Stasiun bukan sekadar moda transportasi belaka, melainkan juga berkembang sebagai pusat peradaban, khususnya ekonomi, pastilah juga titik pertemuan antarkerabat jauh yang kini bertemu.

”Suasana malam di Stasiun Cibatu waktu itu sungguh hidup. Bajigur hangat, bandrek panas dan pedas, ketimus, leupeut, dan tahu merupakan menu yang menemani mereka yang menunggu si Gombar (kereta api lokomotif uap Bandung-Cibatu) menjelang subuh. Sebuah pengalaman yang tak terlupakan,” kisah Iskandar Zulkarnain, penulis kisah nostalgia di Kompasiana (2013).

Ada bangunan besar yang sama besarnya dengan Stasiun Cibatu berada di sisi timur. Di situlah dipo perawatan lokomotif uap berada dan kini sepenuhnya menganggur. Di sebuah ruangan tampak sejumlah peralatan bubut untuk membuat baut, drat, dan aneka komponen mesin kereta api. Masih tampak jelas pada salah satu mesin ada label berukir logam tertulis angka tahun 1931.

Tak dioperasikan

Stasiun lama dan tua yang sebagian sudah tak dioperasikan inilah yang kini tengah jadi sasaran Unit Konservasi Warisan dan Desain Arsitektur (UKWD) di bawah manajemen Direktur Komersial PT KAI. Jumlahnya ratusan, bangunan dan benda. PT KAI menggolongkannya dalam dua kategori, bangunan dan nonbangunan.

”Unit ini mengumpulkan rekaman sejarah sebisa mungkin dan berusaha merawatnya, dan jika mungkin dimanfaatkan untuk tujuan komersial sebagai daya tarik wisata,” kata Tranggono Adi dari UKWD PT KAI Pusat di Jakarta yang menemani kami di Bandung.

Semoga UKWD tidak hanya terjebak ”merayakan” warisan kolonial, tetapi juga merekam pengorbanan dan derita pribumi. Sebab, mustahil tidak ada pribumi yang telah ikut menggerakkan industri kereta api sebagai ”sejarah sosial” yang nyata ada, meski catatannya mungkin tak ada, tersingkirkan, dibuang, atau diabaikan. Sebab, merekalah para kakek nenek generasi masa kini pewaris republik yang sebenarnya. (Dody Wisnu Pribadi)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pendakian Rinjani 3 Hari 2 Malam via Sembalun – Torean, Perjuangan Menggapai Atap NTB

Pendakian Rinjani 3 Hari 2 Malam via Sembalun – Torean, Perjuangan Menggapai Atap NTB

Jalan Jalan
Rekomendasi 5 Waterpark di Tangerang, Harga Mulai Rp 20.000

Rekomendasi 5 Waterpark di Tangerang, Harga Mulai Rp 20.000

Jalan Jalan
Tips Pilih Kursi dan Cara Hindari Mual di Pesawat

Tips Pilih Kursi dan Cara Hindari Mual di Pesawat

Travel Tips
4 Playground di Tangerang, Bisa Pilih Indoor atau Outdoor

4 Playground di Tangerang, Bisa Pilih Indoor atau Outdoor

Jalan Jalan
Tradisi Syawalan di Klaten, Silaturahim Sekaligus Melestarikan Budaya dan Tradisi

Tradisi Syawalan di Klaten, Silaturahim Sekaligus Melestarikan Budaya dan Tradisi

Jalan Jalan
Aktivitas Seru di World of Wonders Tangerang, Bisa Nonton 4D

Aktivitas Seru di World of Wonders Tangerang, Bisa Nonton 4D

Jalan Jalan
Cara ke Pasar Senen Naik KRL dan Transjakarta, buat yang Mau Thrifting

Cara ke Pasar Senen Naik KRL dan Transjakarta, buat yang Mau Thrifting

Travel Tips
8 Tips Kemah, dari Barang Wajib DIbawa hingga Cegah Badan Capek

8 Tips Kemah, dari Barang Wajib DIbawa hingga Cegah Badan Capek

Travel Tips
Harga Tiket Candi Borobudur April 2024 dan Cara Belinya

Harga Tiket Candi Borobudur April 2024 dan Cara Belinya

Travel Update
8 Tips Hindari Barang Bawaan Tertinggal, Gunakan Label yang Mencolok

8 Tips Hindari Barang Bawaan Tertinggal, Gunakan Label yang Mencolok

Travel Tips
Sandiaga Harap Labuan Bajo Jadi Destinasi Wisata Hijau

Sandiaga Harap Labuan Bajo Jadi Destinasi Wisata Hijau

Travel Update
10 Tips Bermain Trampolin yang Aman dan Nyaman, Pakai Kaus Kaki Khusus

10 Tips Bermain Trampolin yang Aman dan Nyaman, Pakai Kaus Kaki Khusus

Travel Tips
Ekspedisi Pertama Penjelajah Indonesia ke Kutub Utara Batal, Kenapa?

Ekspedisi Pertama Penjelajah Indonesia ke Kutub Utara Batal, Kenapa?

Travel Update
Lebaran 2024, Kereta Cepat Whoosh Angkut Lebih dari 200.000 Penumpang

Lebaran 2024, Kereta Cepat Whoosh Angkut Lebih dari 200.000 Penumpang

Travel Update
Milan di Italia Larang Masyarakat Pesan Makanan Malam Hari

Milan di Italia Larang Masyarakat Pesan Makanan Malam Hari

Travel Update
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com