Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tempe, Makanan Ajaib Itu Menembus Dunia

Kompas.com - 15/07/2014, 09:43 WIB

Ketika disodori tempe yang kala itu masih menjadi makanan asing, pemilik restoran atau hotel biasanya akan menyilangkan tangan yang berarti ”tidak, tidak”. Meski menolak, Rustono nekat meninggalkan contoh produk tempenya. ”Saya ketuk pintunya lalu menawarkan tempe. Saya orang Indonesia, saya punya cita-cita membesarkan warisan leluhur, ” tambah Rustono.

Titik cerah produksi tempe mulai tampak setelah Rustono diwawancarai seorang wartawan Jepang. Wartawan itu tertarik ketika melihat Rustono bersemangat membangun impian dengan memperbaiki pabrik tempe pada saat salju turun. Begitu artikel dimuat satu halaman penuh, sehari kemudian, seorang pemilik restoran yang sempat menolak tempe Rustono segera memesan dan menjadi pelanggan pertama.

”Magic food”

Menjual tempe dalam kondisi mentah, Rustono membebaskan pelanggannya untuk berkreasi dengan tempe. Para koki restoran dan hotel mengolah tempe menjadi lebih dari 60 menu tempe berbeda, seperti teriyaki tempe, sandwich tempe, tempe rumput laut, ataupun dicampur dengan salad. ”Mereka menyebut tempe sebagai magic food, makanan ajaib,” kata Rustono.

Di Australia, ada pula warga lokal, Amita Buissink, yang jatuh cinta kepada tempe. Ia bahkan memproklamasikan diri sebagai duta tempe. Tak hanya memproduksi tempe di Margaret River Tempeh, Australia Barat, tetapi Amita juga menularkan ilmu fermentasi tempe kepada anak-anak sekolah. Ia pun sering diundang menjadi pembicara tempe seperti yang dilakukannya di Bogor, Jawa Barat, beberapa pekan lalu.

Tujuh tahun memproduksi tempe, rasa tempe buatan Amita sama persis seperti tempe tradisional produksi perajin Indonesia. Namun, Amita membuat inovasi baru dengan keragaman tempe nonkedelai. Ia, antara lain, membuat tempe dari beras merah, biji bunga matahari, kacang hijau, dan kacang hitam. Kedelai yang dipakai pun hanya kedelai organik.

Harga jual tempe di Australia delapan kali lebih tinggi daripada di Indonesia. Bahan baku kedelai organik cukup melimpah, tetapi Amita harus mengimpor ragi dari Indonesia. Setiap dua hari sekali Amita memproduksi 50 kilogram tempe.

KOMPAS/LASTI KURNIA Made Astawan, dosen di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor berpose di Rumah Tempe Indonesia, Selasa (30/6/2014).
Tingginya minat warga asing untuk belajar memproduksi tempe, antara lain, bisa disaksikan di Rumah Tempe Indonesia di Bogor. September mendatang, misalnya, ada 10 orang asal Vietnam yang menimba ilmu membuat tempe di Rumah Tempe. Mereka belajar membuat tempe dengan cara higienis dengan teknologi modern.

Menurut Ketua Forum Tempe Indonesia yang juga mengelola Rumah Tempe, Made Astawan, tempe menjadi unik karena proses produksinya. ”Kami bermimpi ingin jadi trend setter produksi tempe tingkat dunia,” kata Made.

Jika tempe begitu digandrungi di tingkat dunia, banyak orang yang akan bangga sebagai bangsa tempe. Salam tempe! (Mawar Kusuma)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jakarta Tetap Jadi Pusat MICE Meski Tak Lagi Jadi Ibu Kota

Jakarta Tetap Jadi Pusat MICE Meski Tak Lagi Jadi Ibu Kota

Travel Update
Ketua PHRI Sebut Perkembangan MICE di IKN Masih Butuh Waktu Lama

Ketua PHRI Sebut Perkembangan MICE di IKN Masih Butuh Waktu Lama

Travel Update
Astindo Nilai Pariwisata di Daerah Masih Terkendala Bahasa Asing

Astindo Nilai Pariwisata di Daerah Masih Terkendala Bahasa Asing

Travel Update
Kereta Api Lodaya Gunakan Kereta Eksekutif dan Ekonomi Stainless Steel New Generation Mulai 1 Mei 2024

Kereta Api Lodaya Gunakan Kereta Eksekutif dan Ekonomi Stainless Steel New Generation Mulai 1 Mei 2024

Travel Update
Deal With Ascott 2024 Digelar Hari Ini, Ada Lebih dari 60 Properti Hotel

Deal With Ascott 2024 Digelar Hari Ini, Ada Lebih dari 60 Properti Hotel

Travel Update
4 Tempat Wisata Indoor di Kota Malang, Alternatif Berlibur Saat Hujan

4 Tempat Wisata Indoor di Kota Malang, Alternatif Berlibur Saat Hujan

Jalan Jalan
3 Penginapan di Rumpin Bogor, Dekat Wisata Favorit Keluarga

3 Penginapan di Rumpin Bogor, Dekat Wisata Favorit Keluarga

Hotel Story
Pendakian Rinjani 3 Hari 2 Malam via Sembalun – Torean, Perjuangan Menggapai Atap NTB

Pendakian Rinjani 3 Hari 2 Malam via Sembalun – Torean, Perjuangan Menggapai Atap NTB

Jalan Jalan
Rekomendasi 5 Waterpark di Tangerang, Harga mulai Rp 20.000

Rekomendasi 5 Waterpark di Tangerang, Harga mulai Rp 20.000

Jalan Jalan
Tips Pilih Kursi dan Cara Hindari Mual di Pesawat

Tips Pilih Kursi dan Cara Hindari Mual di Pesawat

Travel Tips
4 Playground di Tangerang, Bisa Pilih Indoor atau Outdoor

4 Playground di Tangerang, Bisa Pilih Indoor atau Outdoor

Jalan Jalan
Tradisi Syawalan di Klaten, Silaturahmi Sekaligus Melestarikan Budaya dan Tradisi

Tradisi Syawalan di Klaten, Silaturahmi Sekaligus Melestarikan Budaya dan Tradisi

Jalan Jalan
Aktivitas Seru di World of Wonders Tangerang, Bisa Nonton 4D

Aktivitas Seru di World of Wonders Tangerang, Bisa Nonton 4D

Jalan Jalan
Cara ke Pasar Senen Naik KRL dan Transjakarta, buat yang Mau Thrifting

Cara ke Pasar Senen Naik KRL dan Transjakarta, buat yang Mau Thrifting

Travel Tips
8 Tips Kemah, dari Barang Wajib DIbawa hingga Cegah Badan Capek

8 Tips Kemah, dari Barang Wajib DIbawa hingga Cegah Badan Capek

Travel Tips
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com