Pantai Londo Lima dikelola oleh Pemkab Sumba Timur. Pantai Londo Empat dibiarkan terbuka. Karcis masuk ke pantai itu Rp 5.000 per orang, ditambah biaya parkir kendaraan roda empat Rp 10.000 atau roda dua Rp 3.000 per unit. Di kawasan pantai dengan luas sekitar 1.000 meter persegi itu sudah disiapkan air bersih dan toilet oleh pengelola. Namun, pengunjung lebih banyak ke Pantai Londo Empat yang masih bebas dimasuki. Pengunjung cenderung tak peduli, biaya masuk itu sebenarnya untuk pengembangan obyek wisata tersebut.
Pada pintu masuk kawasan Pantai Londo Lima terdapat tiga rumah penduduk dengan dua kios di sampingnya. Di kios itu disediakan air minum dan makanan ringan. Di lokasi Londo Lima terdapat pula air bersih dan kamar mandi bagi pengunjung pantai, tetapi tidak ada rumah penginapan.
John Tanga Hama (45), penjaga retribusi di Pantai Londo Lima, mengatakan, pengunjung saat ini masih bebas menentukan pilihan, masuk ke obyek wisata pantai yang mana. Namun, suatu ketika nanti, semua bibir pantai yang indah dan memiliki daya tarik pengunjung akan dikelola oleh pengusaha.
”Sebagian pesisir pantai di Sumba sudah dikuasai pengusaha dari luar. Misalnya, Pantai Rua di Sumba Barat saat ini dikelola oleh warga Amerika Serikat (AS). Sekitar 40 hektar kawasan pantai itu dikuasainya. Sementara sejumlah pantai di wilayah Lamboya dan sekitarnya di Sumba Barat juga sudah dikuasai pengusaha dari Jakarta,” kata Tanga Hama.
Sebagian besar pantai di Sumba menyimpan keindahan dengan hamparan pasir putih dan sejumlah keunikan. Pantai Ratunggare di Umbu Ngedho, Kecamatan Bondokodi, dan Pantai Kita di Kabupaten Sumba Barat Daya juga tidak kalah menariknya dibandingkan Puru Kambera. Pantai Ratunggare yang bersebelahan dengan Lapangan Pasolla Sumba sudah dikontrak pengusaha asal AS, tetapi belum dibangun.
Sekitar 100 meter ke arah barat dari pantai itu terdapat deretan rumah adat khas Sumba dengan kubur batu yang mengelilingi rumah adat itu. Kubur batu itu milik raja dan leluhur masyarakat Umbu Ngedho. Menjelang pergelaran Pasolla, kubur batu dan rumah adat itu didatangi dan dijadikan tempat menggelar upacara sebelum peserta turun ke gelanggang pertandingan. (Kornelis Kewa Ama)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.