Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wahai Manusia, Hargailah Proses Alam

Kompas.com - 26/12/2014, 11:08 WIB

Direktorat Jenderal Kelautan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Kementerian Kelautan dan Perikanan bersama dengan Pemerintah Kabupaten Sukabumi menjadikan Pangumbahan sebagai kawasan konservasi serta pusat penyu pada 2008-2009. Saat ini, konservasi Pangumbahan mencakup lahan seluas 2.600 hektar. Kebijakan ini tentu diharapkan dapat menjaga populasi penyu. Sebelum ditetapkan sebagai area konservasi, perburuan telur penyu sangat marak di situ. Bahkan, Pemkab Sukabumi pernah memasukkan pemanfaatan telur penyu sebagai sumber pendapatan asli daerah. Namun, mulai Agustus 2008, Pemkab Sukabumi sudah mulai menetaskan 100 persen telur penyu.

Konservasi Pangumbahan juga memberi kesempatan masyarakat untuk melihat kehidupan penyu dengan konsep ekowisata. Meski akses jalan sulit, kawasan ini tergolong paling mudah dijangkau, terutama bagi wisatawan asal Jakarta. Bandingkan dengan lokasi konservasi penyu lain yang berada di Berau (Kalimantan Timur) dan Raja Ampat (Papua Barat).

”Untuk ke Pangumbahan, cukup sediakan waktu Sabtu dan Minggu,” kata Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah Konservasi Penyu Pangumbahan Ahman.

Tarif kunjungan untuk wisata malam di sini juga cukup murah, yaitu Rp 150.000 per orang. Penyu muncul hampir setiap malam, terutama pada Desember. Berdasarkan data tahun 2013, ada sekitar 2.600 pendaratan penyu. ”Dengan asumsi satu penyu ke Pangumbahan lima kali, berarti 520 penyu bertelur di sini,” kata Ahman.

Konservasi dan ekowisata itu juga berpotensi memberikan manfaat ekonomi. Sayangnya, sebagaimana diungkapkan Sekretaris Desa Pangumbahan Musonip, warga lokal belum sepenuhnya menikmati keuntungan itu. Dari sekitar 30 penginapan di situ, hanya 12 unit yang dimiliki warga asli. Sebagian warga sedikit kecipratan rezeki dengan menjadi penjaga vila atau tukang ojek.

Perlidungan

Dalam konsep konservasi, perlindungan penyu tetap harus diprioritaskan. Wisatawan boleh mengejar hiburan, tetapi jangan sampai mengganggu kehidupan penyu. Ini butuh kedewasaan.

”Jika tidak, ya akan seperti malam saat kita melihat penyu itu,” ujar Agus. Rupanya dia juga menyaksikan penyu yang batal bertelur akibat ada pengunjung yang memotret.

Dia juga berharap, semua pihak mendukung upaya menjamin kenyamanan penyu. Menurut dia, jalan yang masih rusak dan berlubang menuju Taman Pesisir Pantai Penyu Pangumbahan malah berguna untuk mengendalikan jumlah wisatawan sehingga pemandu lebih bisa memantau ketertiban.

Kita bisa membayangkan, dengan akses yang sulit, kebandelan pengunjung bisa membuat seekor penyu batal bertelur. Jika akses dipermudah, pengunjung bisa membeludak dan pemandu sulit menjaga kenyamanan penyu. Penyu bisa sama sekali enggan bertelur lagi.

Ketidakpatuhan pengunjung yang menghambat regenerasi penyu menunjukkan bahwa manusia masih kerap lupa menghargai proses alam. Padahal, lewat sikap menghargai, alam akan membalas dengan kebaikan, tidak hanya dalam hal atraksi penyu bertelur. Banjir, tanah longsor, krisis air, dan berbagai bentuk bencana lain pun bisa dihindari.

Dengan perilakunya, penyu- penyu di Pangumbahan seakan ingin memperingatkan, ”Wahai manusia, tolong hargailah proses alam!” (J GALUH BIMANTARA)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com