Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pelesir ke Muntok? Ini 5 Destinasi Wisata yang Wajib Dikunjungi...

Kompas.com - 07/05/2015, 23:08 WIB
KALAU Anda merencanakan liburan ke Pulau Bangka, Provinsi Bangka Belitung, masukkan agenda mengunjungi bagian barat Pulau Bangka yakni Kabupaten Bangka Barat, dengan ibu kota Muntok.

Kalau rajin membolak-balik buku pelajaran sejarah, Kota Muntok tercatat sebagai kota pengasingan para tokoh kemerdekaan pasca Agresi Militer Belanda di Yogyakarta tahun 1949. Bahkan Presiden Soekarno (Bung Karno) dan Wapres Mohammad Hatta (Bung Hatta) dan para tokoh lainnya diterbangkan ke Muntok dengan alasan supaya terisolir dari pergaulan dunia internasional.

Menuju Muntok dari Pangkalpinang, ibu kota Provinsi Bangka Belitung memerlukan waktu sekitar 3 jam dengan untuk jarak 138 kilometer. Apa yang dikemukakan Irwandi Azwar, Director Batamasya Travel, salah seorang peserta fam trip yang diadakan Disbuspar Provinsi Bangka Belitung, Sabtu (25/4/2015) lalu, layak menjadi renungan para stake holder sektor pariwisata di Provinsi Bangka Belitung.

KOMPAS.COM/I MADE ASDHIANA Bukit Menumbing di Muntok, Bangka Barat. Di sinilah berdiri Pesanggrahan Menumbing, tempat Belanda mengasingkan para tokoh kemerdekaan, Bung Karno dan Bung Hatta.
"Bayangkan kita menempuh jarak 138 kilometer dengan waktu sekitar 3 jam dari Pangkalpinang ke Muntok. Selama 3 jam kita tidak melihat apa-apa yang menarik di jalan. Mobil jalan terus. Kalau memungkinkan di tengah perjalanan, wisatawan diajak singgah di satu tempat, seperti tempat wisata yang unik, di mana dia bisa menyaksikan sesuatu yang menarik. Jadi sambil santai, wisatawan bisa istirahat sebentar diselingi minum atau makan. Saya rasa itu lebih bermanfaat," paparnya di hadapan Camat Muntok, Rahmad Dalu dan jajarannya pada acara santap siang di Rumah Keboen.
 
Asal Usul Nama Muntok

Sekitar tahun 1724-1725, Sultan Mahmud Badaruddin I memerintahkan kepada istri dan para petinggi kesultanan untuk berangkat dan melihat serta memastikan lokasi yang akan dipilih untuk tempat tinggal keluarga dari Siantan, salah satu negeri di bawah kekuasaan Kesultanan Johor.

Kemudian mereka berangkat dari Palembang menuju Pulau Bangka. Setelah pelayaran sampai di perairan luar Sungsang, dari kejauhan Ratu melihat sebuah daratan yang merupakan bagian dari Pulau Bangka. Semakin dekat daratan yang dituju, ternyata daratan tersebut adalah sebuah tanjung. Maka Ratu berujar dalam bahasa Melayu Siantan, "Daratan Entoklah" atau "A Muntok jadilah" (kalau itu jadi) sambil menunjuk ke arah daratan tersebut.

KOMPAS.COM/I MADE ASDHIANA Museum Timah di Muntok, Bangka Barat, Provinsi Bangka Belitung.
Maksud dari ucapan ini bahwa daratan yang di depan adalah tempat yang layak untuk kediaman keluarga dari Siantan. Ucapan Ratu tersebut selanjutnya menjadi cikal bakal pertama penamaan Muntok. Kata "entok" dalam dialek Melayu Siantan tersebut artinya "itulah". Setelah itu Sultan pun memerintahkan Wan Akub serta keluarga dari Siantan untuk mendirikan tempat tinggal di daerah tersebut.

Camat Muntok Rahmad Dalu menjelaskan, semboyan Kota Muntok adalah Kota "TIMAH" atau Tertib, Maju, Indah, Aman, dan Harmonis. Sebagai Kota Timah dan Kota 1.000 Kue, menurut Rahmad, wisata apa saja yang disukai wisatawan dalam dan luar negeri ada semua di Muntok. "Ada wisata sejarah, wisata alam, wisata pendidikan, wisata bahari. Semua ada di Muntok. Ada juga kelenteng dan masjid berdampingan. Toleransi di sini sangat tinggi," katanya.

Anda tertarik atau berencana melancong ke Bangka Barat? Berikut destinasi wisata yang wajib dikunjungi di Kota Timah ini.

KOMPAS.COM/I MADE ASDHIANA Kamar Bung Karno selama dalam masa pengasingan oleh Belanda di Pesanggrahan Menumbing, Muntok, Bangka Belitung.
1. Pesanggrahan Menumbing

Pesanggrahan Menumbing merupakan destinasi wajib dikunjungi para pelancong. Jaraknya 12 kilometer dari kota Muntok. Pasalnya, di tempat dengan ketinggian 445 meter di atas permukaan laut (mdpl) inilah para tokoh kemerdekaan, Bung Karno dan Bung Hatta diasingkan Belanda pasca Agresi Militer Belanda di Yogyakarta. Mereka diasingkan ke Muntok untuk membatasi pergaulan mereka berhubungan dengan dunia internasional. Selain Bung Karno dan Bung Hatta, para tokoh yang turut diasingkan ke Muntok adalah A Gafar Pringgodigdo, Ass'aat, Surya Darma, Ali Sastroamidjojo, Moh Roem, dan H Agus Salim.

Penjaga Pesanggrahan Menumbing, Mas Sutejo akan menunjukkan dan menjelaskan secara detil ruang-ruang bangunan yang dibangun tahun 1928 itu. Setelah memasuki ruang tamu, wisatawan akan melewati sebuah aula. Dulunya aula ini merupakan penjara untuk para tokoh republik sebelum dialihfungsikan sebagai tempat sidang tentara Belanda.

KOMPAS.COM/I MADE ASDHIANA Pesanggrahan Menumbing di Muntok, Bangka Barat, Provinsi Bangka Belitung.
Di pojok ruangan terdapat mobil Ford Deluxe 8 silinder berpelat BN 10 yang sering digunakan Bung Hatta bolak-balik Muntok-Menumbing. Kamar Bung Karno ada di pojok ruangan. Suasana masih dipertahankan sesuai aslinya. Bung Karno sempat diasingkan di Pesanggrahan Menumbing. Namun karena tidak tahan dengan udara dingin, Bung Karno minta dipindahkan ke Pesanggrahan Muntok atau Wisma Ranggam.

Setelah tanggal 5 Juli 1949 diumumkan pusat pemerintahan Republik Indonesia kembali ke Yogyakarta, maka tanggal 6 Juli 1949, Bung Karno dan Bung Hatta serta para tokoh nasional itu diterbangkan ke Yogyakarta.

2. Museum Timah

Banka Tin Winning (BTW) merupakan Kantor Pertambangan Timah Bangka pada zaman Belanda ini didirikan pada tahun 1915. Awalnya gedung ini bernama Hoofbureau Banka Tinwinning Bedriff yang juga sekaligus sebagai pusat pemerintahan (residen) Belanda di Pulau Bangka.

Museum Timah ada dua di Indonesia, yakni di Pangkalpinang dan di Muntok. Museum Timah di Jalan Jenderal Soedirman Muntok merupakan salah satu aset dari PT Timah ini terdiri dari dua lantai. Lantai pertama diisi dengan berbagai macam galeri pertimahan. Sedangkan lantai dua merupakan ruang perpustakaan, kantor, auditorium dan lain-lain.

KOMPAS.COM/I MADE ASDHIANA Museum Timah di Muntok, Bangka Barat, Provinsi Bangka Belitung.
Di Museum Timah ini, wisatawan juga akan membaca pengakuan Suster Vivian Bullwinkel yang selamat dari pembantaian tentara Jepang. Kisahnya bermula tanggal 22 Februari 1942 ketika sekitar 65 perawat Angkatan Darat dari Rumah Sakit Umum Australia hendak kembali ke Australia menggunakan KM Vyner Brooke.

Saat berlayar tanggal 14 Februari 1942 kapal tersebut dibom pesawat tentara Jepang di perairan Selat Bangka yakni di Pantai Radji, kawasan Tanjung Kelian. Akibatnya 12 perawat hilang dan 22 lainnya berhasil mencapai pantai utara Pulau Bangka dengan naik sekoci dan sebagian lagi berenang. Saat mendarat di pantai, mereka ditawan tentara Jepang. Tanggal 16 Februari 1942 mereka dibawa ke pantai dan ditembak.

Suster Vivian selamat karena pura-pura tewas dengan menjatuhkan diri di antara teman-temannya yang telah tertembak. Dari 65 perawat tersebut, 24 perawat, termasuk Vivian yang selamat dan kembali ke Australia setelah Perang Dunia II usai. Tanggal 2 Maret 1993, Vivian mengunjungi Muntok untuk meresmikan monumen di Tanjung Kelian atas nama Pemerintah Australia.  

KOMPAS.COM/I MADE ASDHIANA Dermaga feri dilihat dari Mercusuar di Tanjung Kelian, Muntok, Bangka Barat, Provinsi Bangka Belitung.
3. Mercusuar Tanjung Kelian

Tanjung Kelian berjarak 7 kilometer dari kota Muntok. Ini merupakan destinasi wisata paling populer di ibu kota Kabupaten Bangka Barat. Di Tanjung Kelian terdapat mercusuar yang dibangun Belanda tahun 1862 dengan memperkerjakan arsitek dari Inggris.

Ketinggian mercusuar tersebut lebih kurang 56 meter dengan 192 anak tangga. Pancaran sinar lampunya mencapai radius 25 mil dan berputar ulang setiap 10 detik sekali untuk memandu kapal-kapal keluar masuk Selat Bangka. Agar tidak penasaran, silakan meniti satu demi satu anak tangga untuk mencapai puncak mercusuar. Disarankan naik mercusuar pada sore hari.

KOMPAS.COM/I MADE ASDHIANA Mercusuar di Tanjung Kelian, Muntok, Provinsi Bangka Belitung.
Awal berjalan meniti tangga lantai dasar memang agak gelap, tidak ada penerangan. Hati-hati saat naik tangga karena agak curam. Namun setengah perjalanan selanjutnya cahaya memasuki setiap lubang udara yang ada. Rasakan embusan angin yang memasuki mercusuar. Sampai di atas, pemandangan yang tersaji di depan mata sangat memesona. Dermaga feri yang menghubungkan Pulau Bangka dengan Pulau Sumatera terlihat cerah di sore hari.

Saat menoleh ke bawah, sebuah bangkai kapal tua Van der Parra yang tenggelam karena dihujani bom tentara Jepang masih tersisa di tepi pantai. Sebelum tenggelam, Van der Parra sengaja ditarik ke tepi pantai dan dibiarkan teronggok di sini.

Haus usai menuruni tangga mercusuar? Jangan khawatir, mampirlah di warung pak Indra dan bu Anisa. Cicipi kelezatan otak-otak dan segarnya meneguk air kelapa muda. Harga seporsi otak-otak, berisi 20 bungkus sebesar Rp 20.000. Kelapa muda Rp 10.000. Menikmati otak-otak dan kelapa muda sembari menyaksikan matahari terbenam merupakan pengalaman luar biasa di Tanjung Kelian.

KOMPAS.COM/I MADE ASDHIANA Kelenteng Kong Fuk Miau di Muntok, Bangka Barat, Provinsi Bangka Belitung.
4. Masjid Jamik dan Kelenteng Kong Fuk Miau

Mampirlah ke Pasar Muntok. Di sini wisatawan akan menemukan dua buah tempat ibadah berdiri berdampingan, Masjid Jamik dan Kelenteng Kong Fuk Miau. Masjid Jamik merupakan masjid tertua di Pulau Bangka yang dibangun tahun 1883. Pembangunan masjid dilakukan pada masa pemerintahan H Abang Muhammad Ali dengan gelar Tumenggung Karta Negara II dengan dibantu tokoh masyarakat Muntok saat itu yakni H Nuh dan H Yakub.

Sementara Kelenteng Kong Fuk Miau diperkirakan dibangun tahun 1800-an dan merupakan kelenteng tertua di Kepulauan Bangka Belitung. Pembangunan kelenteng ini merupakan hasil urunan dari para pekerja penambangan timah keturunan Tiongkok yang berada di kota Muntok.

Kedatangan etnis Tionghoa dimulai sejak zaman permulaan kota Muntok berdiri, di mana ketika itu Sultan Mahmud Badaruddin I mendatangkan orang-orang dari Siam dan Kuching serta ditambah orang-orang Tiongkok peranakan Palembang untuk bekerja di penambangan timah. Kelenteng ini masih aktif dan menjadi tempat ibadah kebanggaan etnis Tionghoa di Muntok. Sayang keberadaan Masjid Jamik dan Kelenteng Kong Fuk Miau tertutup oleh keberadaan Pasar Muntok.

KOMPAS.COM/I MADE ASDHIANA Pesanggrahan Muntok atau Wisma Ranggam di Kota Muntok, Bangka Barat, Provinsi Bangka Belitung.
5. Pesanggrahan Muntok

Pesanggrahan Muntok dikenal dengan Wisma Ranggam. Pesanggrahan Muntok dibangun  tahun 1827 oleh Banka Tin Winning (BTW), sebuah perusahaan tambang timah pada masa kolonial Belanda yang dijadikan sebagai tempat peristirahatan karyawan perusahaan timah tersebut.

Bung Karno menempati Pesanggrahan Muntok karena tak tahan dengan hawa dingin Pesanggrahan Menumbing. Bersama Agus Salim, Bung Karno menempati Pesanggrahan Muntok pada tanggal 6 Februari 1949 hingga 6 Juli 1949.

Tempat ini merupakan lokasi serah terima Surat Kuasa Kembalinya Pemerintahan RI ke Yogyakarta dari Ir Soekarno kepada Sri Sultan Hamengku Buwono IX pada Juni 1949. Surat kuasa tersebut di konsep oleh Bung Hatta di Pesanggrahan Menumbing dan diketik oleh Abdul Gafar Pringgodigdo.

Jauh sebelum masa itu, pesanggrahan ini adalah tempat pengasingan seorang bangsawan dari tanah Jawa yaitu Pangeran Ario Pakuningprang oleh Belanda pada bulan Februari 1897. Pangeran Ario adalah cucu dari Sri Pangeran Paku Alam II dari Kesultanan Yogyakarta yang diasingkan Belanda karena menolak memerangi Aceh dan malah berbalik menyerang pasukan Belanda.

KOMPAS.COM/I MADE ASDHIANA Menyantap Otak-Otak dan minum air kelapa muda di Tanjung Kelian, Bangka Barat, Provinsi Bangka Belitung.
KOMPAS.COM/I MADE ASDHIANA Galeri Suster Vivian Bullwinkel di Museum Timah, Muntok, Bangka Barat, Provinsi Bangka Belitung.
KOMPAS.COM/I MADE ASDHIANA Pengunjung Pesanggrahan Menumbing di Muntok, Bangka Barat, Provinsi Bangka Belitung.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com