Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kubur Batu Nuabari yang Terisolasi

Kompas.com - 03/08/2015, 19:37 WIB
Batu yang telah berisi jenazah dapat diletakkan di permukaan tanah atau ditanam, tergantung kesepakatan para mosalaki, tetua adat. Posisi jenazah diletakkan seperti posisi di kandungan (rahim) ibunya, dengan kaki menghadap ke Gunung Lena Ndareta. Posisi itu bermakna orang bersangkutan kembali ke ”rahim ibunya”. Mereka yakin bahwa arwah orang itu akan berangkat menuju Gunung Lena Ndareta, setelah dianggap layak atau menjadi orang suci melanjutkan perjalanan ke Danau Kelimutu sebagai tempat peristirahatan terakhir.

Penguburan dilakukan di dalam batu sebagai simbol kebesaran. Orang dikuburkan di dalam batu dianggap lebih terhormat daripada di dalam tanah. Tradisi menguburkan jenazah dalam batu alam sudah berlangsung lama. Pada awalnya, hanya mosalaki, riabewa, dan bupu muwa atau orang terpandang, karena biayanya yang mahal. Namun, sejak tahun 1970-an, semua warga Nuabari dimakamkan di dalam kubur batu karena semua manusia dianggap sama atas kesepakatan adat.

Tetap hidup

Ketua Adat Nuabari Bartolomeus Lepah, selaku Riabewa atau Presiden Nuabari, mengatakan, masyarakat Nuabari yakin semua anggota keluarga yang meninggal hanya berubah wujud dan berpindah tempat. Mereka sesungguhnya tetap hidup, dan selalu memiliki hubungan khusus dengan anggota keluarga yang masih hidup.

Setiap mengadakan satu batu kubur selalu melibatkan hampir seluruh warga kampung itu. Mereka bergotong royong mencari batu, menggali, memahat, dan memikul sampai ke Kampung Nuabari. Pihak keluarga menyediakan makanan dan minuman (kopi, teh, dan lainnya). Pada hari itu, semua pekerjaan lain di kampung itu ditiadakan. Semua anggota keluarga dan warga kampung hanya fokus pada pekerjaan kubur batu itu.

”Kalau kegiatan ini dilakukan keluarga saja, menghabiskan biaya banyak. Jika dikerjakan secara gotong royong dengan melibatkan seluruh warga, maka beban yang berat itu pun menjadi ringan. Ini demi tradisi,” ujar Bartolomeus seraya menyebutkan biaya pemakaman menggunakan batu alam menghabiskan minimal Rp 20 juta.

Bagi keluarga yang kurang mampu, pemakaman adat ini bisa ditunda hingga mereka memiliki modal cukup. Untuk sementara jenazah dimasukkan ke peti kayu, lalu dimakamkan ke dalam tanah. Setelah keluarga itu memiliki uang cukup, mereka menggali kembali makam, dan memindahkan jenazah ke dalam batu alam. Pemindahan jenazah ini pun dilakukan dengan ritual adat. Tengkorak kepala, jari kaki, dan tangan tetap mengarah ke gunung.

Dalam setiap kubur batu alam dibolehkan memasukkan dua jenazah, tetapi harus suami dan istri yang meninggal bersamaan. Jika mereka meninggal dalam waktu yang berbeda, jenazah kedua baru bisa dimasukkan dalam kubur batu itu setelah empat tahun. Sebelum itu, jenazah dimakamkan menggunakan peti di tempat lain.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com