Lain lagi di Nusa Tanah Terjanji Flores, Nusa Tenggara Timur beraneka makanan khas yang diwariskan leluhurnya. Gencarnya promosi pariwisata di wilayah Pulau Flores memberikan dampak positif bagi masyarakat di kampung-kampung.
Sekarang Nusa Tenggara Timur disebut 'Nusa Tanah Terjanji'. Pengakuan itu disampaikan oleh wisatawan asing dan domestik yang menikmati keindahan alam Pulau Flores, baik yang dilihat dari udara maupun saat berpetualangan melihat langsung binatang Komodo serta kawah bekas letusan gunung berapi yang setiap tahun berganti warna. Kawah itu disebut Kawah Kelimutu.
Wisatawan yang berkunjung ke pulau Flores bukan hanya menikmati keindahan alamnya, melainkan juga ingin menikmati makanan unik yang dimiliki masyarakat di sembilan Kabupaten yang diapit oleh laut Flores dan Laut Sawu itu.
Salah satu daya tarik wisatawan asing dan Nusantara saat berkunjung ke Pulau Flores adalah menikmati aneka makanan khas orang Flores pada umumnya dan Manggarai Raya pada khususnya.
Tapa Kolo merupakan cara memasak nasi orang Manggarai Timur di kampung-kampung. Diceritakan warga masyarakat Kampung Sambikoe bahwa orang Manggarai Timur di zaman dulu belum mengenal masak umbi-umbian serta nasi dengan menggunakan kompor melainkan memasak umbi-umbian dan nasi dengan cara membakar.
Mengapa demikian? Orang Manggarai Raya pada umumnya memasak sesuatu dengan cara membakar. Bahkan umbi-umbian juga dibakar, seperti ubi kayu, ubi tatas, ubi keladi, serta Uwi. Ini merupakan kearifan lokal yang diwariskan leluhur orang Manggarai Raya pada umumnya dan juga orang Manggarai Timur pada khususnya.
Alat-alat modern itu seperti periuk, Kuali dan lain-lainnya hasil dari olahan pabrik. Salah satu yang masih dipertahankan hingga di era digital ini adalah cara memasak dengan ‘Tapa Kolo’.
Ritual dan ‘Tapa Kolo’
Cara memasak ini dipertahankan karena apabila ada ritual adat di kampung-kampung di wilayah Manggarai Timur selalu ada ‘Tapa Kolo’. Bahkan sebelum dimasak dilaksanakan ritual adat oleh tetua adat. Biji beras yang akan dimasukkan di dalam bambu terlebih dahulu diritualkan untuk memberikan makanan kepada alam dan leluhur.
KompasTravel pada Senin (14/9/2015) lalu diundang warga masyarakat Kampung Sambikoe, Kelurahan Watu Nggene, Kecamatan Kota Komba, Manggarai Timur untuk menyaksikan ritual Sundung Wae sekaligus mengolah masakan dengan menggunakan bambu.
‘Tapa Kolo’ kali ini dilakukan untuk mensyukuri air minum yang sudah masuk di bak penampung. Bukan hanya saat syukuran menerima air minum bersih masuk di bak penampung. Tradisi ‘Tapa Kolo’ juga dilaksanakan saat membuka ladang baru yang akan ditanami padi. Sebelum benih padi ditanam, terlebih dahulu tetua adat meminta restu alam dan leluhur dengan ritual adat.
Ketua Organisasi Proyek Air Kampung Sambikoe, Rafael Rae kepada KompasTravel belum lama ini mengatakan, “Tapa Kolo’ merupakan cara orang dari Kampung Sambikoe untuk memasak nasi. ‘Tapa Kolo’ dilaksanakan saat upacara-upacara adat, baik di tengah kampung maupun di kebun-kebun. ‘Tapa Kolo’ tidak bisa dilaksanakan dalam masakan harian di rumah keluarga-keluarga.
“Sebelum biji beras dimasukkan dalam bambu, terlebih dahulu dilangsungkan ritual adat oleh tetua adat di kampung-kampung,” katanya.
Menurut Rafael, biasanya makan ‘Tapa Kolo’ dicampur dengan kuah ayam. Kalau bukan kuah ayam, kuah daging babi yang sudah diolah kaum perempuan. Mengapa dicampur dengan kuah? Karena nasi yang dimasak dengan cara dibakar hasilnya agak keras.
“Yang beda dengan masakan menggunakan periuk adalah rasanya. Rasa saat kita makan nasi ‘Kolo’ lebih enak dibanding dengan nasi yang dimasak menggunakan periuk. Itulah keunikan dan kenikmatannya,” tambah Rafael.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.