Bangunan yang merupakan tempat pemujaan atau doa bagi penduduk Ladakh penganut Buddha Tibetan itu seolah mengingatkanku untuk selalu berpaling pada Yang Kuasa.
Keberadaan bangunan itu dan suasana pegunungan yang hening ikut membuat hati dan pikiran pun terasa tenang. Sepanjang jalan kucoba berkontemplasi dengan lingkungan sekitar. Ini juga berguna meredam rasa sakit.
Di saat medan jalanan yang menempa sampai ke batas ketahanan, aku selalu memasrahkan semuanya kembali kepada Tuhan. Demikianlah perjalanan ini juga kuhayati sebagai penjelajahan batin yang mendekatkanku pada Sang Penguasa Semesta.
Dengan sisa tenaga yang ada aku terus menambah ketinggian dan bergerak maju sampai 10 kilometer menjelang puncak Taglang La. Kini aku benar-benar sudah kehabisan tenaga. Semangat dan tekad untuk sampai puncak pun sudah punah digerogoti tanjakan yang tak ada habisnya.
Sebenarnya tanjakan itu tak terlalu terjal, hanya panjang sekali membentuk ulir mengikuti lereng gunung yang sangat besar. Mendaki tanjakan panjang-panjang seperti itu pada ketinggian di atas 4.500 meter, sungguh lain rasanya.