Aku berusaha maju lagi, tapi gravitasi seolah terus menahan untuk tunduk pada hukumnya dan bukan pada kemauanku bergerak. Kini setiap sepuluh meter aku berhenti untuk mengambil nafas. Sengaja aku tak menuntun sepeda karena lebih berat melakukannya.
Di saat sudah tak ada lagi yang tersisa, aku berhenti dan berdiam diri cukup lama. Beberapa truk atau pick up melintas dan itu lebih tampak sebagai godaan besar.
Tapi dalam perjalanan bersepeda jarak jauh itu aku selalu berprinsip hanya akan naik kendaraan bermesin dalam kondisi benar-benar darurat atau ada tekanan waktu.
Dalam hati aku berbisik, “Tuhan, aku tidak akan menyerah asal tidak Kau tinggalkan.” Ajaib. Sehabis doa itu rasanya seperti mendapat kekuatan baru untuk kembali mengayuh.
Semakin tinggi mendaki, pemandangan lanskap Pegunungan Himalaya semakin spektakuler. Rasanya seperti sedang berada di negeri di atas awan.
Deretan gunung batu berlapis-lapis dalam ukuran amat besar puncaknya memutih penuh lelehan salju.
Guratan lerengnya membentuk jurang-jurang besar dan ngarai yang tak terlihat dasarnya dengan latar langit biru dan awan yang berarak seperti kapas.