Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Nur Choliq, Menjaga Kekayaan Laut Karimunjawa

Kompas.com - 12/01/2016, 18:42 WIB
SELAMA bertahun-tahun, Nur Choliq (44) menggerakkan teman-temannya sesama nelayan menjaga kelestarian laut Kepulauan Karimunjawa, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah.

Dia tidak hanya aktif menyosialisasikan cara mencari ikan tanpa merusak lingkungan, tetapi juga ikut menangkap nelayan nakal yang membahayakan kelestarian laut. Tak jarang, tindakan tegasnya mengundang serangan balik yang membahayakan.

Nur Choliq adalah warga Desa Kemojan, Kecamatan Karimunjawa, Jepara. Selama beberapa tahun terakhir, dia menjabat Ketua Sentra Penyuluhan Kehutanan Pedesaan (SPKP) di Desa Kemojan.

Pembentukan SPKP diinisiasi Balai Taman Nasional Karimunjawa dengan tujuan meningkatkan kesadaran masyarakat tentang kelestarian lingkungan.

”Di Desa Kemojan, SPKP terbentuk sejak tahun 2008. Namun, organisasi ini sempat tidak aktif sekitar dua tahun. Sejak 2010, SPKP kembali aktif,” ujar Choliq.

Kepulauan Karimunjawa, yang terdiri atas 27 pulau, merupakan tempat bertemunya banyak kepentingan. Kepulauan itu sejak lama dikenal sebagai salah satu tujuan wisata favorit di Indonesia.

Selain tempat wisata, kepulauan ini juga memiliki kekayaan laut yang melimpah dan menjadi sumber penghidupan ribuan nelayan di sana.

Sejak 2009, pemerintah menetapkan Karimunjawa sebagai taman nasional sehingga aktivitas di kepulauan itu harus memperhatikan kaidah pelestarian lingkungan.

Berdasarkan data Balai Taman Nasional Karimunjawa, luas Taman Nasional Karimunjawa mencapai 111.625 hektar.

Taman nasional itu terdiri atas sembilan zona, yakni zona inti, zona rimba, zona perlindungan bahari, zona pemanfaatan darat, zona pemanfaatan wisata bahari, zona budidaya bahari, zona rehabilitasi, zona perikanan tradisional, serta zona religi, budidaya, dan sejarah. Di setiap zona ada aturan terkait aktivitas apa saja yang boleh dilakukan dan dilarang.

Choliq menjelaskan, tugas SPKP, antara lain, menyosialisasikan pembagian zona di Taman Nasional Karimunjawa dan aturan-aturan di setiap zona.

Di zona inti, masyarakat dan nelayan dilarang beraktivitas karena zona itu tidak boleh mengalami perubahan akibat aktivitas manusia.

Di zona inti, aktivitas yang diperbolehkan hanyalah kegiatan penelitian, pendidikan, pemantauan, dan pengamanan.

Dia menambahkan, sebelum SPKP terbentuk, hubungan antara masyarakat dan Balai Taman Nasional Karimunjawa sempat tegang. Pasalnya, pemberlakuan zona di Karimunjawa dianggap membatasi warga mencari penghidupan.

Namun, perlahan-lahan, ketegangan itu mencair. Choliq merekrut kepala dusun di Desa Kemojan untuk menjadi anggota SPKP. Dengannya, sosialisasi kepada warga menjadi lebih mudah.

Selain itu, Choliq juga hadir dalam berbagai pertemuan masyarakat, misalnya pengajian dan arisan, untuk menyosialisasikan pentingnya menjaga kekayaan laut Karimunjawa.

”Hasilnya, sekarang sebagian besar masyarakat Desa Kemojan sudah sadar tentang pentingnya menjaga lingkungan tetap lestari,” ujarnya.

Patroli dan menangkap

Selain di SPKP, Choliq juga aktif dalam organisasi Masyarakat Mitra Polisi Kehutanan (MMP). Berbeda dengan SPKP yang fokus pada sosialisasi ke masyarakat, MMP aktif berpatroli di laut.

Bersama nelayan yang menjadi anggota MMP dan petugas Balai Taman Nasional Karimunjawa, Choliq pernah menangkap nelayan nakal.

Choliq menuturkan, operasi penangkapan nelayan nakal biasanya berawal dari laporan nelayan lokal yang melihat pelanggaran di laut. Setelah ditangkap, kapal milik nelayan nakal itu akan ditarik ke dermaga Karimunjawa dan awaknya diproses secara hukum hingga pengadilan.

”Penangkapan nelayan yang nakal tidak bisa dilakukan sembarangan. Biasanya, kan, mereka bergerombol, jadi tidak bisa kami menangkap semuanya. Yang bisa ditangkap biasanya nelayan yang sedang menebar jaring karena mereka sulit lari,” ujarnya.

Upaya Choliq dan kawan-kawannya itu bukan tanpa hambatan. Sering kali, nelayan itu harus rela meminjamkan kapal untuk dipakai patroli tanpa biaya sewa, bahkan harus iuran membeli bahan bakar.

Kadang-kadang, mereka juga mendapat intimidasi dari nelayan nakal yang tidak terima dengan kegiatan penertiban itu.

”Pernah ada beberapa kapal nelayan dari daerah lain yang ingin menabrak salah satu kapal nelayan Karimunjawa karena mereka tidak terima dengan patroli dan penertiban yang kami lakukan,” kata Choliq.

Bahkan, Choliq dan teman-temannya pernah berhadap-hadapan dengan seorang aparat penegak hukum yang mengawal sebuah kapal tunda (tugboat) penarik tongkang batubara. Menurut Choliq, peristiwa itu terjadi pada September 2015.

Saat itu, kapal tunda tersebut mengikatkan tali di terumbu karang untuk bersandar. Aktivitas itu berpotensi menyebabkan kerusakan terumbu karang sehingga Choliq dan teman-temannya bertindak.

Lalu, bersama petugas Balai Taman Nasional Karimunjawa, mereka mendatangi kapal itu untuk mengingatkan. Namun, ternyata di dalam kapal tersebut ada oknum petugas yang mengawal. ”Lalu, si petugas malah memarahi kami. Ini yang kami sayangkan,” ujar Choliq.

Meski mendapat berbagai hambatan, Nur Choliq tidak lelah berjuang demi kelestarian lingkungan Karimunjawa.

Belakangan, dia ikut memperjuangkan tercapainya kesepakatan bersama di antara nelayan Karimunjawa tentang pengelolaan sumber daya laut di kepulauan tersebut.

Kesepakatan itu, antara lain, berisi larangan mencari ikan dengan peralatan yang merusak lingkungan, misalnya bom, potasium, dan cantrang.

Selain itu, penangkapan ikan dengan panah dan alat bantu kompresor juga dibatasi. Sebagian nelayan Karimunjawa memang masih kerap mencari ikan dengan cara menyelam ke bawah laut, lalu menangkap ikan dengan panah.

Mereka biasanya menggunakan kompresor sebagai alat bantu penyelaman. Cara semacam itu dianggap tak ramah lingkungan karena penyelam bisa menangkap ikan secara berlebihan.

Kadang, penyelam menginjak-injak terumbu karang sehingga menimbulkan kerusakan lingkungan.

”Nelayan di Pulau Kemojan sudah sepakat tidak memakai panah dan alat bantu kompresor dalam menangkap ikan. Namun, di pulau lain di Karimunjawa, penangkapan dengan cara itu masih diperbolehkan. Jadi, perjuangan kami memang masih panjang,” kata Choliq. (Haris Firdaus)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com