Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Ndetok Nii", Ritual Suku Seso di Manggarai Timur Memberkati Benih

Kompas.com - 20/01/2016, 09:29 WIB
Kontributor Manggarai, Markus Makur

Penulis

Sebelum ritual dilaksanakan, bahan-bahan yang disiapkan adalah benih jagung, benih padi, ayam jantan, beras. Semua bahan itu disimpan di dalam bakul.

Malam itu tua adat Suku Seso, Damianus Tarung, yang membacakan mantra adat untuk memberkati benih yang sudah simpan di dalam bakul sambil memegang ayam jantan.

Ritual ini dilaksanakan di Watu Nurung (tempat sesajian kepada leluhur) yang berada di sebuah tiang rumah di bagian dapur. Setelah diritualkan, ayam disembelih.

Lalu darah ayam dituangkan di Watu Nurung, benih padi dan benih jagung serta alat-alat yang diperlukan untuk menanam benih tersebut.

Selain itu, Lema Manuk (lidah ayam) dilihat oleh tetua adat tersebut. Ada tanda-tanda yang dapat dilihat di lidah ayam tersebut, apakah disetujui oleh leluhur dan alam.

Tua adat Suku Seso, Damianus Tarung kepada KompasTravel menjelaskan, ritual ini terus dilaksanakan setiap tahun sebelum musim tanam tiba.

Jika ritual ini tidak dilaksanakan maka tanaman yang ditanam tidak akan tumbuh. Walaupun sebagian tanaman ini tumbuh tetapi hasilnya tidak terlalu melimpah.

KOMPAS.COM/MARKUS MAKUR Tua adat Suku Seso di Kampung Sambikoe, Kelurahan Watunggene, Kecamatan Kota Komba, Kabupaten Manggarai Timur, Flores, Nusa Tenggara Timur, melihat urat ayam dalam ritual 'Ndeto Nii'.
“Ritual ini merupakan warisan leluhur Suku Seso sebelum musim tanam. Ritual ini juga sebagai tanda menghargai benih padi, jagung dan lainnya. Sebab, tanaman ini memberikan kehidupan kepada manusia yang hidup wilayah ulayat Suku Seso,” jelasnya.

Asal usul Suku Seso

Dikisahkan secara turun temurun oleh leluhur, lanjut Damianus Tarung, leluhur suku ini berasal dari India. Leluhur berlayar dengan tiga perahu dari India dan berlabuh di Lengge Lapu (sekarang muara Waemokel). Dalam perahu itu ada besi, emas, pakaian, buah koli dan kenari.

Saat itu di daratan ada tuan tanah dari Suku Rombo yang tinggal di Kampung Nale dan sekitarnya. Dari atas bukit terlihat perahu di Lengge Lapu (sekarang Muara Waemokel).

Waktu itu, sambung Tarung, Ketua Suku Rombo, Ine Gegu (seorang perempuan) diundang ke Lengge Lapu. Ia datang ke Lengge Lapu dan bertanya untuk apa? Lalu leluhur dari India itu menjawabnya kami mencari tanah.

KOMPAS.COM/MARKUS MAKUR Tua adat Suku Seso di Kampung Sambikoe, Kelurahan Watunggene, Kecamatan Kota Komba, Kabupaten Manggarai Timur, Flores, Nusa Tenggara Timur, melihat lidah ayam dalam ritual 'Ndeto Nii'.
Lalu sesudah itu dilakukan perjanjian dengan menukarkan barang dan tanah. Untuk batas tanah di pinggir laut diukur dengan kaki belakang (tumit) sampai matahari terbenam.

Lalu untuk batas tanah daratan dilaksanakan pada sore hari sampai matahari terbit sambil membacakan syair  "Lele Jeje  Rombo Lale, Sele Seso Ndia Mai". Cara mengukurnya dengan tumit, kaki bagian belakang. Jadi batas dengan Suku Sulit di Watu Mbelar.

Sedangkan perbatasan timur barat dengan menggunakan seekor anjing. Ekor anjing diisi dengan abu dapur dengan sumpat adat. Hasilnya batas barat hak ulayat Suku Seso adalah di Tiwu Ngina di Kampung Kala Bumbu sedangkan batas timurnya di Leko Ranggo.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com