Sebagai gantinya, digelar Festival Derawan yang sengaja ditujukan sebagai pendamping Sail Komodo. Namun, festival itu pun ”adem ayem” gaungnya.
Tidak ada yang salah dengan Derawan di Kabupaten Berau, yang sering disebut-sebut sebagai surga bawah laut terindah nomor dua di Indonesia setelah Raja Ampat, Papua.
Namun, tampaknya pemerintah melihat Derawan belum siap. Alam Derawan memang siap, tetapi selain itu tidak.
”Sail Derawan 2013 yang sangat diharapkan ternyata meleset. Namun, ini harus menjadi titik balik Derawan agar lebih menyiapkan diri. Pembenahan di semua sisi harus terus dikerjakan,” ujar Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Berau Rohaini, 8 Februari lalu.
Kepulauan Derawan dengan pulau utamanya Maratua, Derawan, Sangalaki, dan Kakaban memenuhi syarat sebagai tujuan wisata bahari kelas dunia.
Sangalaki adalah pulau tak berpenduduk, yang ditetapkan sebagai tempat konservasi penyu. Setiap malam puluhan penyu naik untuk bertelur di pasir pantainya.
Adapun Maratua, pulau berpenduduk 3.500 jiwa, dan merupakan salah satu pulau terdepan di Indonesia, perairannya adalah titik-titik penyelaman indah untuk melihat pari manta ”menari”.
Adapun Kakaban, yang merupakan pulau karang tak berpenduduk, seluas 5 kilometer persegi, terhampar Danau Kakaban seluas 390 hektar yang menjadi habitat empat jenis ubur-ubur tanpa sengat.
Selain Kakaban, ubur-ubur tanpa sengat hanya dijumpai di Pulau Palau, Mikronesia di Samudra Pasifik. Perairan Kakaban pun indah.
”Bali” kedua
”Saya kira dalam lima tahun lagi, Maratua dan pulau-pulau di sekitarnya itu bisa menjadi ’Bali’ kedua. Jika nanti Bandara Maratua dibuka, hanya butuh 3 jam naik pesawat dari Jakarta ke Maratua,” ujar Direktur Jenderal Kelautan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Kementerian Kelautan dan Perikanan, Sudirman.
Hal itu dikatakan Sudirman dalam Lokakarya Nasional Pengelolaan Pulau-pulau Kecil Terluar dan bedah buku Ensiklopedia Populer Pulau-pulau Kecil Nusantara: Kalimantan Timur-Nusa di Beranda Nusantara, pertengahan Agustus 2015 di Berau.