BALI Barat selalu membangkitkan keingintahuan pribadi. Bukan saja karena promosi tentang Bali lebih banyak mengenai bagian selatan dan tengah sehingga membuat kawasan barat dan utara seperti berahasia, melainkan juga karena jalak bali mulai ditangkarkan sejak sekitar 20 tahun lalu di sana.
Kisah jalak bali (Leucopsar rothschildi), burung endemis Bali, itu langsung masuk dan tinggal dalam ingatan saat mengetahui burung itu nyaris punah karena manusia. Bulu putih bersih dengan ujung sayap berwarna hitam dan lingkaran biru di mata adalah keindahannya.
Kemampuan terbang yang hanya dari pohon ke pohon dan statusnya sebagai hewan langka dilindungi menjadi perangkap nasib burung yang disebut curik bali di daerah asli habitatnya itu.
Membuka peta Bali Barat seperti membuka peta buta. Nama-nama tempat seperti Pejarakan, Banyuwedang, Sumberklampok, Tegal Bunder, atau Pulau Menjangan di Taman Nasional Bali Barat tidak berarti apa pun meskipun nama itu berulang kali muncul saat memasukkan kata kunci Bali Barat melalui mesin pencari internet.
Bahkan, sebelum sampai di Bali Barat, segala rasa penasaran bertahun-tahun terjawab dalam perjalanan dari Bandara Ngurah Rai di selatan.
Melalui jalur tengah akan dijumpai tiga danau. Danau Beratan di dataran tinggi Bedugul sudah sangat terkenal karena ada Pura Ulun Danu yang menjorok ke danau. Gambar indah pura dan danau itu menghiasi lembar uang lima puluh ribu rupiah.
Di danau yang dianggap suci itu, warga berbagai banjar mengadakan upacara karena danau itu dianggap mewakili unsur laut yang sangat penting dalam agama Hindu Bali. Siapa pun dapat berbaur dalam upacara sepanjang tidak mengganggu.
Musik dari seruling, gong, dan kendang mengiringi akhir upacara sebagai bagian keseharian warga.
Perjalanan sedikit ke utara membawa ke Danau Bunyan dan Danau Tamblingan yang rapat bersisian. Danau kembar ini terletak jauh di bawah jalan raya.
Dari tempat pemberhentian di tepi jalan, memandang ke bawah ke arah dua danau yang berair tenang itu suasana terasa magis. Apalagi, matahari mulai beranjak turun ke kaki langit, meninggalkan warna senja kekuningan dan bayang gelap di atas air danau.
Menemui jalak bali
Hari sudah malam ketika tiba di Bali Barat. Perjalanan menuju Desa Pejarakan terasa bukan seperti perjalanan di Bali. Sepanjang perjalanan jarang berpapasan dengan mobil lain dan kota-kotanya kecil. Jalan aspal yang mulus seperti menjadi milik sendiri, berteman pepohonan di kanan-kiri jalan yang membelah hutan Taman Nasional Bali Barat (TNBB).
Plataran Menjangan di Desa Pejarakan, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng, menjadi tujuan. Resor berbasis lingkungan ini mendapat konsesi usaha wisata seluas 300 hektar di dalam taman nasional yang luas totalnya, termasuk kawasan laut sekitar Pulau Menjangan, sekitar 19.000 hektar. Tempat ini ikut ambil bagian dalam pelestarian jalak bali, jadi sesuai dengan keinginan menemui jalak bali di alam liar.
Rasa penasaran menemui jalak bali di alam mengalahkan keinginan tetap tinggal di balik selimut. Pukul enam kurang lima menit pagi, telepon berbunyi, memberi tahu bahwa Putu Suardika sudah siap memandu perjalanan mengamati burung di dalam kawasan hutan konsesi resor yang dijaga seperti aslinya.
Putu mengajak menyusuri jalan setapak di antara pohon-pohon hutan hujan dataran rendah. Berbekal teropong mata dua, kami mencari pohon akasia yang menurut Putu kesukaan jalak bali. Tak sia-sia bangun pagi.
Sejak tahun 2007 hingga 2016, resor ini sudah tiga kali melepas jalak bali di kawasan hutan. Tahun lalu, dalam pemantauan ada tiga jalak bali yang kakinya tak bercincin, termasuk yang kami temui. Ini menandakan burung itu berbiak alami di alam.
Boneng, penjaga TNBB, yang tengah menemani turis Singapura mengamati burung, menginformasikan tentang Tegal Bunder di Kecamatan Gerokgak, Bali Barat, pusat penangkaran jalak bali yang dikelola TNBB di bawah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Ke sanalah tujuan berikut.
Di Tegal Bunder, kandang berbagai ukuran dan jenis menampung sekitar 150 ekor jalak bali. Ada kandang untuk burung muda yang sedang disapih, prapelepasan, karantina, dan pembiakan. Di kandang-kandang pembiakan, burung jalak dipasangkan. Burung ini termasuk jenis yang setia pada pasangan.
”Bila burung betina mati, si jantan tetap kembali ke sarang,” ujar Ir Hery Kusuma Negara, pengendali ekosistem hutan di TNBB yang menaruh minat khusus pada jalak bali, Juni lalu. (Ninuk Mardiana Pambudy)
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 27 Juli 2016, di halaman 25 dengan judul "Perjalanan Menjumpai Jalak Bali".
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.